Solo (ANTARA) -
Paguyuban Pemegang Saham dan Komisaris (Pesakom) menyatakan perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Indonesia terganjal oleh modal yang saat ini masih terbatas.
"Ke depan, permodalan masih menghantui kami. BPR butuh modal lebih banyak, tidak mungkin pemegang saham mau mengeluarkan uang terus," kata Ketua Pesakom BPR/BPRS Soloraya Wymbo Widjaksono di Solo, Senin.
Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan dibentuknya PT Terbuka sehingga BPR bisa memperoleh pendanaan dari investor asing dan tidak hanya mengandalkan pemegang saham dalam negeri.
"Meskipun nanti akan ada aturan yang ditentukan, kami akan mengikuti. Misalnya kriteria BPR seperti apa yang bisa dibentuk PT Terbuka. Tujuannya agar tidak membatasi pemilik adalah WNI," katanya.
Baca juga: BPR/BPRS keluhkan persaingan dengan fintek
Baca juga: OJK: SDM masih menjadi masalah BPR
Sebelumnya, dikatakannya, ada beberapa Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang berdampak pada BPR maupun BPRS kesulitan untuk bergerak, salah satunya adalah penyertaan modal minimum.
Berdasarkan POJK Nomor 05/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyertaan Modal Minimum dan Pemenuhan Modal Inti BPR Rp3 miliar, paling lambat dilakukan 31 Desember 2019 dan Rp6 miliar pada 31 Desember 2024.
"Ini yang harus segera terpenuhi. Terkait hal itu, kami berharap perlu adanya regulasi dari pemerintah dalam hal ini OJK yang membawa angin segar untuk pelaku bisnis BPR agar bisa menjadi PT Terbuka," katanya.
Terkait hal itu, Kepala Bagian Pengawasan Bank OJK Surakarta Dinavia Tri Riandari mengatakan sesuai dengan undang-undang, BPR tidak bisa dimiliki oleh asing.
"Kembali ke UU, yaitu BPR tidak boleh dimiliki oleh asing. Memang dari sisi permodalan ada alternatif tetapi memang harus berdasarkan UU," katanya.
Baca juga: Kepercayaan masyarakat meningkat, kinerja BPR Soloraya menggembirakan
Baca juga: Total aset BPR BKK Boyolali capai Rp263 miliar
Baca juga: Ganjar siap luncurkan bank UMKM hasil merger 29 BPR dan BKK