Serangga antar Imam Widhiono raih Guru Besar Unsoed
Purwokerto (Antaranews Jateng) - Dekan Fakultas Biologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Dr. rer. nat. Imam Widhiono M.Z., M.S. membuat model rekayasa ekosistem pertanian untuk memanfaatkan dan mengonservasi serangga penyerbuk dalam rangka peningkatan produksi pertanian.
"Serangga penyerbuk merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan produksi pertanian khususnya tanaman-tanaman penghasil buah seperti stroberi, kacang panjang, kecipir, dan sebagainya. Proses menghasilkan buah itu membutuhkan serangga penyerbuk," katanya usai dikukuhan sebagai Guru Besar Ilmu Entomologi Fakultas Biologi di Gedung Soemardjito, Unsoed Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Ia mengatakan penelitian terhadap model rekayasa ekosistem yang dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh petani itu dilakukan selama sembilan tahun di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jateng.
Setelah menggunakan model pemanfaatan serangga penyerbuk, kata dia, terjadi peningkatan produksi serta mutu buah pada stroberi, buncis, tomat, dan cabai.
"Peningkatan produksinya berkisar 16-19 persen, belum lagi kualitasnya. Jadi, bentuk buahnya, panjang buahnya, isi buahnya, itu terjadi perubahan yang sangat signifikan," katanya.
Selain di Serang, kata dia, model rekayasa ekosistem pertanian menggunakan serangga penyerbuk itu telah dicoba di Sumbang serta Cilongok, Kabupaten Banyumas, dan hasilnya mantap.
Kendati demikian, dia mengakui penelitian terhadap model rekayasa ekosistem pertanian dengan memanfaatkan serangga penyerbuk itu perlu terus dilakukan.
"Insya Allah, pada tahun 2021 sudah bisa diterapkan di level petani," katanya.
Sementara saat menyampaikan orasi ilmiah pengukuhan jabatan profesor (guru besar, red.) dengan judul "Strategi Pemanfaatan dan Pelestarian Serangga Penyerbuk Melalui Rekayasa Ekosistem", Imam mengatakan konsep dasar rekayasa ekosistem yang dikembangkannya adalah bagaimana membuat ekosistem bentang lahan pertanian berkesesuaian dengan kebutuhan hidup serangga penyerbuk.
Oleh karena konsepnya pada bentang lahan pertanian, kata dia, rekayasa tidak hanya pada lahan pertanian tetapi menyangkut seluruh lahan yang ada di sekitar lahan pertanian, baik berupa batasan lahan, tepian jalan, batasan hutan, hutan rakyat, serta pekarangan.
Menurut dia, keberhasilan penerapan model rekayasa ekosistem sangat bergantung kepada peran petani dan dinas pertanian tanaman pangan, karena tidak akan berhasil jika dilakukan secara individu melainkan harus dilakukan secara komunal.
Saat memberi sambutan, Rektor Unsoed Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S. mengatakan Prof. Dr. rer. nat. Imam Widhiono M.Z., M.S. tercatat sebagai guru besar ke-66 di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan ke-14 di lingkungan Fakultas Biologi.
"Pemikiran Prof. Imam Widhiono tentang pemanfaatan dan pelestarian serangga penyerbuk melalui rekayasa ekosistem perlu mendapatkan apresiasi dari kita bersama," katanya.
Menurut dia, fungsi penyerbukan oleh serangga sangat penting dalam peningkatan kualitas produksi tanaman.
Ia mengatakan peningkatan produksi tersebut dapat dilihat sebagai potensi yang memiliki nilai tambah bagi masyarakat dan dapat dimanfaatkan dalam upaya perubahan kualitas kehidupannya menuju ke arah yang lebih baik.
"Serangga penyerbuk merupakan salah satu faktor kunci keberhasilan produksi pertanian khususnya tanaman-tanaman penghasil buah seperti stroberi, kacang panjang, kecipir, dan sebagainya. Proses menghasilkan buah itu membutuhkan serangga penyerbuk," katanya usai dikukuhan sebagai Guru Besar Ilmu Entomologi Fakultas Biologi di Gedung Soemardjito, Unsoed Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Ia mengatakan penelitian terhadap model rekayasa ekosistem yang dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh petani itu dilakukan selama sembilan tahun di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jateng.
Setelah menggunakan model pemanfaatan serangga penyerbuk, kata dia, terjadi peningkatan produksi serta mutu buah pada stroberi, buncis, tomat, dan cabai.
"Peningkatan produksinya berkisar 16-19 persen, belum lagi kualitasnya. Jadi, bentuk buahnya, panjang buahnya, isi buahnya, itu terjadi perubahan yang sangat signifikan," katanya.
Selain di Serang, kata dia, model rekayasa ekosistem pertanian menggunakan serangga penyerbuk itu telah dicoba di Sumbang serta Cilongok, Kabupaten Banyumas, dan hasilnya mantap.
Kendati demikian, dia mengakui penelitian terhadap model rekayasa ekosistem pertanian dengan memanfaatkan serangga penyerbuk itu perlu terus dilakukan.
"Insya Allah, pada tahun 2021 sudah bisa diterapkan di level petani," katanya.
Sementara saat menyampaikan orasi ilmiah pengukuhan jabatan profesor (guru besar, red.) dengan judul "Strategi Pemanfaatan dan Pelestarian Serangga Penyerbuk Melalui Rekayasa Ekosistem", Imam mengatakan konsep dasar rekayasa ekosistem yang dikembangkannya adalah bagaimana membuat ekosistem bentang lahan pertanian berkesesuaian dengan kebutuhan hidup serangga penyerbuk.
Oleh karena konsepnya pada bentang lahan pertanian, kata dia, rekayasa tidak hanya pada lahan pertanian tetapi menyangkut seluruh lahan yang ada di sekitar lahan pertanian, baik berupa batasan lahan, tepian jalan, batasan hutan, hutan rakyat, serta pekarangan.
Menurut dia, keberhasilan penerapan model rekayasa ekosistem sangat bergantung kepada peran petani dan dinas pertanian tanaman pangan, karena tidak akan berhasil jika dilakukan secara individu melainkan harus dilakukan secara komunal.
Saat memberi sambutan, Rektor Unsoed Prof. Dr. Ir. Suwarto, M.S. mengatakan Prof. Dr. rer. nat. Imam Widhiono M.Z., M.S. tercatat sebagai guru besar ke-66 di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dan ke-14 di lingkungan Fakultas Biologi.
"Pemikiran Prof. Imam Widhiono tentang pemanfaatan dan pelestarian serangga penyerbuk melalui rekayasa ekosistem perlu mendapatkan apresiasi dari kita bersama," katanya.
Menurut dia, fungsi penyerbukan oleh serangga sangat penting dalam peningkatan kualitas produksi tanaman.
Ia mengatakan peningkatan produksi tersebut dapat dilihat sebagai potensi yang memiliki nilai tambah bagi masyarakat dan dapat dimanfaatkan dalam upaya perubahan kualitas kehidupannya menuju ke arah yang lebih baik.