Purwokerto, Antara Jateng - Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengatakan tidak ada pencaplokan terhadap Rumah Sakit Islam (RSI) Purwokerto, kata Ketua PDM Banyumas Ibnu Hasan.
"Saya hanya sampaikan singkat saja, semua dokumen berbunyi (menyatakan, red.) punya Muhammadiyah. Sejak awal berdiri sampai sekarang, semua berbunyi punya Muhammadiyah. Jadi tidak ada klaim, tidak ada caplok," katanya di Purwokerto, Senin.
Menurut dia, kepemilikan RSI Purwokerto tersebut berdasarkan surat perintah dari Pengurus Pusat Muhammadiyah kepada sejumlah dewan pendiri untuk membuat Rumah Sakit Islam di Purwokerto pada tahun 1983.
Terkait dengan hal itu, dia menduga orang-orang yang protes terhadap kepemilikan RSI Purwokerto oleh PDM Banyumas karena tidak tahu sejarah pendirian rumah sakit tersebut.
Berdasarkan bukti-bukti autentik yang dimiliki PDM Banyumas, Yarsi Purwokerto didirikan oleh badan pendiri yayasan yang terdiri atas lima orang, yakni H.A.K. Anshori, H. Djarwoto Aminoto, K.H. Syamsuhi Ridwan, Mochamad Soekardi, dan Mochamad Muflich.
Badan pendiri tersebut berafiliasi dan mensuborganisasikan dengan Muhammadiyah.
Penunjukan badan pendiri itu tertuang dalam surat keputusan PDM Banyumas Nomor A-1/002/1983 yang di dalamnya menyebutkan bahwa Yayasan dan Rumah Sakit Islam yang didirikan bermaksud diselenggarakan dengan segala aturan dan ketentuan Islam serta loyal kepada Muhammadiyah.
Polemik RSI Purwokerto berawal dari gugatan terhadap pengurus Yarsi yang diajukan oleh mantan Direktur RSI Purwokerto yang juga pemilik lahan rumah sakit tersebut, yakni Suwarti Djojosubroto Amongpradja pada akhir tahun 2015. Saat ini penggugat mengajukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto.
Selain gugatan yang diajukan oleh Suwarti, RSI Purwokerto juga harus menghadapi gugatan yang diajukan dua pengurus Yarsi Purwokerto, yakni dr. Daliman dan Edy Purnomo.
Gugatan tersebut diajukan dr. Daliman dan Edy Purnomo karena PP Muhammadiyah, PDM Banyumas, dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) telah membuat surat keputusan pada tahun 2014 yang menyatakan bahwa RSI Purwokerto adalah miliknya dan akan digunakan sebagai Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran UMP.
Penasihat hukum penggugat, Sugeng Riyadi mengatakan bahwa afiliasi antara PDM Banyumas dan Yarsi Purwokerto seperti yang disebutkan dalam surat Nomor A-1/002/1983 bukan berarti memiliki RSI Purwokerto.
"Afiliasi merupakan kerja sama tetapi masing-masing berdiri sendiri, bukan untuk memiliki. Kalau sekadar afiliasi, sebenarnya karyawan RSI tidak mempermasalahkan. Namun, yang jadi masalah adalah klaim kepemilikan RSI oleh Muhammadiyah," tegasnya.
Ia mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Yayasan, kekayaan yayasan, baik berupa uang maupun barang dan kekayaan bentuk lainnya, tidak boleh dialihkan kepada pihak atau lembaga lain.
Selain dua gugatan tersebut, Serikat Pekerja (SP) RSI Purwokerto juga melaporkan Dewan Pembina dan Pengawas Yarsi ke Kepolisian Resor Banyumas atas dugaan penyalahgunaan keuangan yayasan.
Bahkan, ratusan karyawan RSI Purwokerto yang tergabung dalam SP RSI telah beberapa kali menggelar unjuk rasa, terakhir pada hari Jumat (3/6) karena adanya penggantian jabatan secara sepihak tanpa melalui prosedur yang berlaku dan menuntut agar RSI tetap independen bukan milik Muhammadiyah.
Ketua SP RSI Purwokerto Agus Riyanto membacakan pernyataan sikap yang intinya menolak penggantian pejabat tanpa melalui mekanisme yang berlaku di RSI Purwokerto selama ini.
Selain itu, kata dia, pihaknya memohon kepada Pemkab Banyumas dan DPRD Banyumas untuk menyelidiki kemungkinan adanya pelanggaran terhadap Undang-Undang Yayasan serta surat-surat keputusan dan rekomendasi Bupati Banyumas almarhum Roedjito pada saat Yarsi dan RSI Purwokerto berdiri.
"Kami juga meminta kepada Pemkab Banyumas dan DPRD untuk berperan mengembalikan independensi RSI Purwokerto yang keberadaannya merupakan hasil swasembada murni (infak, red.) masyarakat Banyumas sebagaimana dinyatakan dalam Surat Rekomendasi Bupati Banyumas Roedjito pada tahun 1986," katanya.
Terkait dengan polemik tersebut, Ketua DPRD Banyumas Juli Krisdiyanto menyatakan bahwa pihaknya akan membawa permasalahan tersebut ke rapat Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) karena menyangkut banyak komponen, baik pegawai pemerintah, organisasi kemasyarakatan, maupun masyarakat.
"Termasuk masalah dokumen sejarah berdirinya RSI yang surat keputusannya ditandatangani Bupati Roedjito," katanya.
Menurut dia, polemik RSI bukan lagi persoalan karyawan dengan Muhammadiyah tetapi sudah menjadi persoalan Pemkab Banyumas dengan Muhammadiyah karena berdasarkan sejarah dan dokumen, pendirian rumah sakit itu melibatkan Pemkab Banyumas dengan adanya surat keputusan maupun rekomendasi dari Bupati Banyumas almarhum Roedjito pada tahun 1986.

