Kado Pahit Tahun Baru 2014
Sebagai salah satu negara penghasil LPG (liquified petroleum gas), kenaikam harga ini sungguh memukul banyak pedagang kecil dan rumah tangga yang selama bertahun-tahun dengan sadar memilih menggunakan elpiji ukuran 12 kg, bukan 3 kg yang harganya lebih murah.
Kesadaran memilih menggunakan ukuran 12 kg karena mereka tidak ingin menjamah hak orang yang lebih membutuhkan elpiji 3 kg yang harganya lebih murah, sekitar Rp13.000/tabung.
Namun dengan kenaikan drastis ukuran 12 kg, dikhawatirkan banyak konsumen isi 12 kg bermigrasi atau beralih ke ukuran 3 kg yang harganya terjangkau. Kalau asumsi ini benar berarti beban subsidi negara bakal bertambah seiring kenaikan pasokan elpiji ukuran 3 kg.
Akibat lebih buruk bakal terjadi mengingat disparitas harga per kilogram elpiji ukuran 3 kg dengan 12 kg yang mencapai dua kali lipat. Praktik ilegal menyuntikkan isi elpiji ukuran 3 kg ke tabung ukuran 12 kg ke atas saja sudah sering terjadi. Apalagi bila harga isi 12 kg naik drastis seperti sekarang ini.
Pemerintah sampai Jumat (3/1) memang belum memutuskan besaran kenaikan harga elpiji 12 kg, namun harga di pasaran sudah semakin liar. Itu pun untuk memperoleh elipiji ukuran 12 kg pada saat ini bukan perkara mudah. Untuk mendapatkan ukuran 12 kg yang tabungnya kini dicat warna ungu, dari sebelumnya biru, itu sangat sulit.
"Kiriman dari agen besar belum selancar sebelumnya," kata seorang pedagang elipiji di kawasan Tembalang Semarang yang melepas harga Rp 130.000 untuk elpiji isi 12 kg.
Bagi masyarakat perkotaan, pilihan menggunakan energi dapur saat ini memang kian sedikit. Harga minyak tanah sudah di atas Rp 10.000/liter atau relatif sama dengan sekilogram elpiji untuk ukuran 12 kg. Kalau mau beralih ke ukuran 3 kg, itu juga bukan urusan mudah karena pada saat ini terjadi kelangkaan stok tabung elpiji 3 kg. Boleh jadi ini juga permainan para spekulan.
Seharusnya pemerintah memberi apresiasi kepada pedagang kecil dan rumah tangga sederhana yang sejak dulu tidak mengambil program pemberian gratis tabung 3 kg berserta isinya karena merasa program tersebut memang ditujukan kepada lapisan masyarakat bawah yang sebelumnya mengonsumsi minyak tanah. Kenaikan harga gas selama ini bisa diterima mereka sepanjang tidak menguras dompet seperti sekarang ini.
Dalih PT Pertamina akan menaikkan harga elpiji ukuran 12 kg karena telah mengalami kerugian hingga belasan triliun rupiah dalam dua tahun terakhir dari lini bisnis ini tidak sepatutnya dibebankan semuanya kepada konsumen. Kerugian tersebut disebabkan Pertamina menjual elpiji di bawah harga keenomiannya yang mencapai lebih dari Rp10.000/kg.
Pemerintah seharusnya juga memberi subsidi meskipun tidak sebesar subsidi ukuran 3 kg. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan migrasi besar-besaran ke ukuran 3 kg yang bisa menyebabkan terjadinya kelangkaan stok.
Selain itu, juga untuk meredam praktik ilegal pemindahan isi dari ukuran 3 kg ke 12 kg yang margin-nya memang sangat besar, hampir Rp 5.000/kg atau satu tabung 12 kg bisa mendatangkan untung hingga Rp 60.000. Sebuah potensi keuntungan besar yang bakal menggiring banyak spekulan dan pedagang untuk terjun ke bisnis ilegal ini.
Dampak lebih berat lainnya yakni kenaikan harga barang dan jasa yang dipicu kenaikan tajam harga elpiji. Apalagi, dalam waktu dekat pemerintah juga akan menaikkan tarif tenaga listrik sehingga biaya energi bakal mendorong produsen untuk menaikkan harga barang dan jasa. Keinginan pemerintah menekan inflasi pada 2014 kemungkinan menemui banyak kendala akibat kenaikan harga yang dipicu melambungnya harga energi.
Itu kado pahit bagi kebanyakan rakyat pada Tahun Baru 2014. Upah naik sejengkal, harga melompat setinggi atap. ***