Kurikulum merdeka berhasil jika belajar menyenangkan
Kudus (ANTARA) - Ketua Tim Kurikulum, Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Yogi Anggraena mengingatkan bahwa indikator keberhasilan belajar selaras dengan kurikulum merdeka jika kegiatan belajar menyenangkan.
"Selain itu, kegiatan anak-anak belajar juga berlangsung secara mendalam," ujarnya ketika menjadi nara sumber pada penutupan kegiatan "Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Guru Dalam Pemanfaatan Platform Teknologi Pendidikan" yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Balai Layanan Platform Teknologi (BLPT) Kemendikbudristek di Pendopo Kabupaten Kudus, Rabu.
Hadir dalam acara tersebut, Pj Bupati Kudus M. Hasan Chabibie, Plt Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Wibowo Mukti, Kepala Subbagian Umum, Balai Layanan Platform Teknologi Galih Noor Abdillah, Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Zulfikri.
Ketika bapak dan ibu guru selama ini sudah begitu, kata dia, berarti sudah seperti kurikulum merdeka, namun namanya saja belum.
"Jangan sampai terjebak bahwa kurikulum merdeka membuat modul ajar. Bukan itu, indikasinya lihat pembelajarannya sudah menyenangkankah, anaknya belajar dengan senangkah, pembelajarannya sudah menjalankan aplikasinya di sana. Memakai perencanaan belajar seperti sebelumnya juga tidak masalah, karena yang diwajibkan tuntas," ujarnya.
Hal terpenting, kata dia, para guru agar tidak terjebak dalam modul ajar. Karena bisa saja seperti pembelajaran sebelumnya dengan memasukkan tiga komponen, yakni tujuan, langkah-langkah, dan asesmen.
Keberadaan modul ajar yang disusun pemerintah, kata dia, diperuntukkan untuk guru yang belum mampu melakukan perencanaan mengajar. Sedangkan yang mampu menyusun sendiri perencanaan belajar yang penting ada tiga komponen.
"Kalau dulu perencanaan belajar harus vertikal dan formatnya harus sama. Maka sekarang tidak demikian," ujarnya.
Tujuan dari kurikulum merdeka, yakni ingin fokus materi esensial, hilangkan materi yang tidak penting sehingga anak tidak dijejali lagi berbagai materi untuk menghindari siswa tertekan dan tidak memahami.
Saat awal perancangan, kata dia, Presiden RI Joko Widodo meminta untuk menyederhanakan kurikulum.
"Buat siswa jangan banyak beban, sehingga untuk mata pelajaran IPA dan IPS disederhanakan. Khusus untuk SD kedua mapel tersebut digabung, namun untuk SMP dan SMA tidak karena terkait jam mengajar gurunya," ujarnya.
Meskipun demikian, kata dia, diupayakan penyederhanaan materi. Misal di mata pelajaran matematika terhadap materi integral dan turunan. Karena dalam kehidupan sehari-hari jarang digunakan akhirnya tidak disampaikan pada mata pelajaran wajib.
Untuk mata pelajaran lainnya juga demikian, yang dianggap tidak penting dikurangi. Sehingga beban siswa berkurang dan guru di kelas tidak dikejar-kejar target penyampaian materi.
"Kurikulum merdeka juga ingin memberikan fleksibilitas terhadap guru dalam mengajar," ujarnya.*
"Selain itu, kegiatan anak-anak belajar juga berlangsung secara mendalam," ujarnya ketika menjadi nara sumber pada penutupan kegiatan "Peningkatan Kompetensi Kepala Sekolah dan Guru Dalam Pemanfaatan Platform Teknologi Pendidikan" yang diselenggarakan oleh Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin), Balai Layanan Platform Teknologi (BLPT) Kemendikbudristek di Pendopo Kabupaten Kudus, Rabu.
Hadir dalam acara tersebut, Pj Bupati Kudus M. Hasan Chabibie, Plt Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Wibowo Mukti, Kepala Subbagian Umum, Balai Layanan Platform Teknologi Galih Noor Abdillah, Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran, Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Zulfikri.
Ketika bapak dan ibu guru selama ini sudah begitu, kata dia, berarti sudah seperti kurikulum merdeka, namun namanya saja belum.
"Jangan sampai terjebak bahwa kurikulum merdeka membuat modul ajar. Bukan itu, indikasinya lihat pembelajarannya sudah menyenangkankah, anaknya belajar dengan senangkah, pembelajarannya sudah menjalankan aplikasinya di sana. Memakai perencanaan belajar seperti sebelumnya juga tidak masalah, karena yang diwajibkan tuntas," ujarnya.
Hal terpenting, kata dia, para guru agar tidak terjebak dalam modul ajar. Karena bisa saja seperti pembelajaran sebelumnya dengan memasukkan tiga komponen, yakni tujuan, langkah-langkah, dan asesmen.
Keberadaan modul ajar yang disusun pemerintah, kata dia, diperuntukkan untuk guru yang belum mampu melakukan perencanaan mengajar. Sedangkan yang mampu menyusun sendiri perencanaan belajar yang penting ada tiga komponen.
"Kalau dulu perencanaan belajar harus vertikal dan formatnya harus sama. Maka sekarang tidak demikian," ujarnya.
Tujuan dari kurikulum merdeka, yakni ingin fokus materi esensial, hilangkan materi yang tidak penting sehingga anak tidak dijejali lagi berbagai materi untuk menghindari siswa tertekan dan tidak memahami.
Saat awal perancangan, kata dia, Presiden RI Joko Widodo meminta untuk menyederhanakan kurikulum.
"Buat siswa jangan banyak beban, sehingga untuk mata pelajaran IPA dan IPS disederhanakan. Khusus untuk SD kedua mapel tersebut digabung, namun untuk SMP dan SMA tidak karena terkait jam mengajar gurunya," ujarnya.
Meskipun demikian, kata dia, diupayakan penyederhanaan materi. Misal di mata pelajaran matematika terhadap materi integral dan turunan. Karena dalam kehidupan sehari-hari jarang digunakan akhirnya tidak disampaikan pada mata pelajaran wajib.
Untuk mata pelajaran lainnya juga demikian, yang dianggap tidak penting dikurangi. Sehingga beban siswa berkurang dan guru di kelas tidak dikejar-kejar target penyampaian materi.
"Kurikulum merdeka juga ingin memberikan fleksibilitas terhadap guru dalam mengajar," ujarnya.*