Saat emak-emak langsung bertindak ketika aturan hambat kuota perempuan
Tidak pelak lagi, begitu ada aturan yang menghambat kaum hawa melenggang ke Senayan sebagai anggota DPR RI, organisasi/lembaga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menolak Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023.
Mereka melakukan itu di tengah tahapan pengajuan bakal calon anggota legislatif, 1—14 Mei 2023, tepatnya pada tanggal 8 Mei 2023. Mereka mendatangi Bawaslu RI, Jalan M.H. Thamrin No. 14, Jakarta Pusat.
Terdapat 23 organisasi/lembaga yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, yakni Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI), Maju Perempuan Indonesia (MPI), Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Berikutnya Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Puskapol UI, Kalyanamitra, Institut Perempuan, KOPRI PB PMII, Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia, JALA PRT, Prodi Kajian Gender UI, Cakra Wikara Indonesia (CWI), dan CEDAW Working Group Indonesia.
Organisasi/lembaga lainnya, International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), KOHATI PB HMI, FORHATI Nasional, Pusako FH Unand, Election Corner UGM, Pusat Studi Kepemiluan Unsrat, Network for Democracy and Electoral Integrity (NETGRIT), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK).
Mereka menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI segera merevisi Pasal 8 ayat (2) PKPU Nomor 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Pasal 8 ayat (2) huruf b mengatur bahwa dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai:
a. kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau
b. 50 (lima puluh) atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.
Pengaturan tersebut lalu diikuti dengan penerbitan Keputusan KPU Nomor 352 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pengajuan Bakal Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, yang lebih perinci mendetailkan implementasi dari ketentuan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 tersebut.
Dalam Lampiran IV Keputusan No. 352/2023 diberikan simulasi penghitungan keterwakilan perempuan dalam daftar bakal calon sebagaimana berikut.
Mereka menilai ketentuan dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU No. 10/2023 juncto Lampiran IV Keputusan No. 352/2023 secara nyata bertentangan dengan norma yang lebih tinggi sebagaimana diatur dalam Pasal 245 UU No. 7/2017 yang menyebutkan bahwa daftar bakal calon sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Pengaturan KPU itu mereka nilai melanggar ketentuan Pasal 245 UU No. 7/2017 sebab penggunaan rumus pembulatan ke bawah sebagaimana terdapat dalam Pasal 8 ayat (2) huruf b PKPU 10/2023 jo. Lampiran IV Keputusan No. 352/2023 akan berdampak pada keterwakilan perempuan kurang dari 30 persen pada sejumlah daerah pemilihan (dapil), yaitu pada dapil dengan jumlah caleg 4, 7, 8, dan 11 seperti berikut ini.
Jika disimulasikan dengan kursi DPR, penerapan angka pecahan pembulatan ke bawah akan berdampak pada pencalonan perempuan pada 38 daerah pemilihan seperti di bawah ini:
Mereka menganggap PKPU itu bukan hanya melawan norma dalam UU Pemilu, melainkan juga inkonstitusional karena bertentangan dengan substansi Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyebut bahwa setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 memberikan jaminan bagi tindakan khusus dalam rangka mewujudkan keterwakilan perempuan yang adil dan setara.