Peradilan hukum pidana bukan untuk balas dendam
Semarang (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan HAM Prof. Dr . Edward Omar Sharif Hiareij mengatakan peradilan hukum pidana bukan merupakan sarana untuk balas dendam. Hal itu, karena sesuai dengan perubahan paradigma terhadap sistem peradilan pidana itu sendiri.
"Tadinya hukum pidana itu berorientasi pada keadilan retributif. Menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam atau Lex Talionis. Ini telah merubah paradigma hukum pidana menjadi paradigma hukum pidana modern yang berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif," katanya.
Baca juga: Kemenkumham lantik 11 alumni Poltekim jadi PNS
Hal itu disampaikan Prof Eddy, biasa ia disapa, saat menyampaikan materi pada kegiatan Seminar Sekolah Akademi Kepolisian 2023 yang berlangsung di Ruang Serba Guna Akademi Kepolisian Semarang.
Wamenkumham menegaskan hukum yang adil dan hukum yang baik, tidak hanya (memberikan) kepastian tetapi juga harus memperhatikan (aspek) kemanfaatan dan keadilan.
Prof Eddy mencontohkan tolok ukur keberhasilan sistem peradilan pidana modern berorentasi pada pencegahan terjadinya tindak pidana.
"Keberhasilan sistem peradilan Pidana tidak tergantung dari berapa banyak kasus yang diungkap. Sekali lagi, keberhasilan sistem peradilan pidana itu tidak tergantung dari berapa banyak kasus yang diungkap, tetapi keberhasilan dalam sistem peradilan pidana modern adalah bagaimana aparat penegak hukum berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya kejahatan," kata Prof Eddy.
Baca juga: Yuspahruddin ajak jajarannya terapkan tujuh kebiasaan untuk raih sukses
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UGM ini, kondisi ideal tersebut erat kaitannya dengan tagline Polri Presisi (Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan) yang digaungkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Menurutnya jika dikaitkan dengan keberhasilan sistem peradilan pidana modern yang adalah berusaha mencegah terjadinya kejahatan, maka prediktif itu sangat penting bagi anggota Polri, untuk memprediksi apa yang mungkin terjadi seperti berbagai tindak-tanduk masyarakat yang bisa menimbulkan keonaran, yang bisa menghancurkan ketertiban umum, bahkan bisa melanggar hukum.
"Ketika ini sudah mampu diprediksi oleh anggota Polri, maka semboyan yang kedua atau tagline yang kedua, adalah responsibilitas. Apa itu responsibilitas?. Polri harus bisa memberikan solusi dalam konteks preventif, mencegah terjadinya kejahatan, bahkan persuasif mengajak orang untuk tidak melakukan kejahatan."
"Ini sangat relevan dengan keberhasilan sistem peradilan pidana modern yaitu berusaha untuk mencegah terjadinya kejahatan," imbuhnya.
Kehadiran Wamenkumham di acara ini, didampingi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Dr A Yuspahruddin dan para Kepala Divisi Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah.
Selain Wamenkumham, narasumber lainnya adalah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Dr Fadil Zumhana, Kepala Biro Pembinaan dan Operasional Bareskrim Polri Brigjen Polisi Raden Yoseph Wihastono Yoga Pranoto dan seorang pakar di bidang Kriminologi dan Kepolisian Prof Adrianus Sembiring Meliala.
Peserta kegiatan merupakan para Taruna Akademi Kepolisian Semarang dan perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai Universitas di Kota Semarang.
"Tadinya hukum pidana itu berorientasi pada keadilan retributif. Menggunakan hukum pidana sebagai sarana balas dendam atau Lex Talionis. Ini telah merubah paradigma hukum pidana menjadi paradigma hukum pidana modern yang berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif dan keadilan rehabilitatif," katanya.
Baca juga: Kemenkumham lantik 11 alumni Poltekim jadi PNS
Hal itu disampaikan Prof Eddy, biasa ia disapa, saat menyampaikan materi pada kegiatan Seminar Sekolah Akademi Kepolisian 2023 yang berlangsung di Ruang Serba Guna Akademi Kepolisian Semarang.
Wamenkumham menegaskan hukum yang adil dan hukum yang baik, tidak hanya (memberikan) kepastian tetapi juga harus memperhatikan (aspek) kemanfaatan dan keadilan.
Prof Eddy mencontohkan tolok ukur keberhasilan sistem peradilan pidana modern berorentasi pada pencegahan terjadinya tindak pidana.
"Keberhasilan sistem peradilan Pidana tidak tergantung dari berapa banyak kasus yang diungkap. Sekali lagi, keberhasilan sistem peradilan pidana itu tidak tergantung dari berapa banyak kasus yang diungkap, tetapi keberhasilan dalam sistem peradilan pidana modern adalah bagaimana aparat penegak hukum berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah terjadinya kejahatan," kata Prof Eddy.
Baca juga: Yuspahruddin ajak jajarannya terapkan tujuh kebiasaan untuk raih sukses
Menurut Guru Besar Fakultas Hukum UGM ini, kondisi ideal tersebut erat kaitannya dengan tagline Polri Presisi (Prediktif, Responsibilitas dan Transparansi Berkeadilan) yang digaungkan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo.
Menurutnya jika dikaitkan dengan keberhasilan sistem peradilan pidana modern yang adalah berusaha mencegah terjadinya kejahatan, maka prediktif itu sangat penting bagi anggota Polri, untuk memprediksi apa yang mungkin terjadi seperti berbagai tindak-tanduk masyarakat yang bisa menimbulkan keonaran, yang bisa menghancurkan ketertiban umum, bahkan bisa melanggar hukum.
"Ketika ini sudah mampu diprediksi oleh anggota Polri, maka semboyan yang kedua atau tagline yang kedua, adalah responsibilitas. Apa itu responsibilitas?. Polri harus bisa memberikan solusi dalam konteks preventif, mencegah terjadinya kejahatan, bahkan persuasif mengajak orang untuk tidak melakukan kejahatan."
"Ini sangat relevan dengan keberhasilan sistem peradilan pidana modern yaitu berusaha untuk mencegah terjadinya kejahatan," imbuhnya.
Kehadiran Wamenkumham di acara ini, didampingi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Dr A Yuspahruddin dan para Kepala Divisi Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah.
Selain Wamenkumham, narasumber lainnya adalah Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Dr Fadil Zumhana, Kepala Biro Pembinaan dan Operasional Bareskrim Polri Brigjen Polisi Raden Yoseph Wihastono Yoga Pranoto dan seorang pakar di bidang Kriminologi dan Kepolisian Prof Adrianus Sembiring Meliala.
Peserta kegiatan merupakan para Taruna Akademi Kepolisian Semarang dan perwakilan mahasiswa Fakultas Hukum dari berbagai Universitas di Kota Semarang.