Semarang (ANTARA) - Laboratorium Klinik CITO terus berinovasi memberikan pelayanan terbaiknya di bidang kesehatan salah satunya dengan memperkenalkan layanan terbarunya untuk pemeriksaan Farmakogenomik. Farmakogenomik merupakan contoh penting dalam bidang precision medicine, yakni bentuk pengobatan menggunakan informasi gen atau protein, untuk mencegah, mendiagnosis atau mengobati penyakit.
Peluncuran berlangsung di Laboratorium Klinik CITO Semarang, Jumat petang dan dihadiri CEO Laboratorium Klinik CITO Haryadi Ibnu Junaedi; Bisnis Development Klinik CITO Dyah Anggraeni; Konsultan Genetika Molekuler Ahmad Rusdan Utomo; dan Spesialis Farmakologi Klinik Lonah.
Haryadi menjelaskan Farmakogenomik bertujuan untuk menyesuaikan tata laksana medis untuk setiap orang atau sekelompok orang dan melihat bagaimana DNA mempengaruhi cara merespons obat.
"Dalam beberapa kasus, DNA dapat mempengaruhi apakah memiliki reaksi buruk terhadap obat atau apakah obat itu membantu atau tidak. Pemeriksaan Farmakogenomik bermanfaat untuk mengetahui obat yang tepat dan aman untuk dikonsumsi. Pemeriksaan ini juga membantu dokter dalam menemukan obat yang paling cocok," katanya.
Berdasarkan sifat fisiknya, katanya, secara antropologis manusia digolongkan dalam berbagai suku dan ras. Penggolongan didasarkan atas perbedaan parameter morfologis yang antara lain terdiri dari warna kulit, warna dan tekstur rambut, tinggi badan, dan sebagainya. Secara genomik, perbedaan morfologis tersebut disebabkan oleh adanya beberapa gen yang bertanggung jawab terhadap perbedaan fenotipe dari masing-masing etnik tersebut.
"Sebagian besar perbedaan manusia dipengaruhi oleh adanya perbedaan single nucleotide polymorphisms (SNPs) yang terjadi pada genomnya dan berhubungan dengan jenis penyakit tertentu ataupun respon tubuhnya terhadap penggunaan obat," jelasnya.
Beberapa SNPs yang berada pada lokasi non-coding regions, lanjutnya, ternyata juga dapat mempengaruhi stabilitas mRNA dan kecepatan transkripsinya. Perbedaan sekecil apapun dapat mempengaruhi fungsinya. Oleh sebab itu, dapat diduga bahwa perubahan dalam struktur dan fungsi protein yang menjadi target kerja obat akan mempengaruhi respon obat dalam tubuh.
Menurutnya, beberapa gen yang bertanggungjawab sandi ekspresi dari enzim-enzim metabolisme obat, yaitu CYP2C19, CYP2D6, CYP2C9, dan SLCO1B1. Variasi struktur dan fungsi dari enzim-enzim tersebut dapat menyebabkan meningkatnya efek samping dari berbagai jenis obat.
"Hingga 70 persen dari reaksi obat yang merugikan ini memiliki hubungan genetik yang tinggi, yang berarti bahwa bahaya tersebut dapat dengan mudah dihindari dengan pengujian genetik. Berdasarkan latar belakang tersebut, Laboratorium Klinik CITO menghasilkan produk terbaru farmakogenomik yang tujuannya untuk memilih obat yang tepat terhadap individu (personalized medicine) berdasarkan profil genetik, sehingga tidak ditemukan kembali adanya ADR," katanya.
Baca juga: Kendalikan limbah komunal, Pemkot Pekalongan lakukan uji laboratorium
Produk tersebut diberi nama 'CitoGen Pharmaco-Gx'. Produk tersebut juga dianalisis menggunakan software berbasis genetik yang menggunakan bioinfomatika ras Asia, software ini berfungsi mengumpulkan dan menganalisis data yang dihasilkan dari staff laboratorium kami. Hasil dari pemeriksaan produk ini juga terdapat rekomendasi-rekomendasi yang akan membantu dokter untuk memberikan obat yang sesuai untuk pasiennya," terangnya.
Dikatakan, Laboratorium Klinik CITO menyediakan 10 panel pemeriksaan. Panel yang paling lengkap mencakup 160+ jenis obat, yang hasil pemeriksaannya akan membantu dokter untuk memberikan obat yang cocok untuk pasiennya dengan menganalisis empat gen yang paling sering menyebabkan reaksi obat yang merugikan.
Setelah menerima hasil, pasien dapat berkonsultasi kepada dokter keluarga atau dokter yang menangani penyakitnya selama ini. Jika pasien mengikuti Medical Check-Up di Laboratorium Klinik CITO, maka dapat berkonsultasi ke dokter Spesialis Farmakologi Klinik secara virtual atau dokter Medical Check-Up CITO secara offline.
Untuk melakukan pemeriksaan Farmakogenomik, biaya yang dikeluarkan mulai dari Rp1,7 juta sampai Rp2 juta untuk kategori per penyakit, misalnya Diabetes Mellitus, Hipertensi, Anti kolesterol, Terapi anti trombosit, Beta Blocker, Tamoxifen, PPI (Obat yg menghambat asam lambung), NSID (Anti inflamasi non steroid/kelompok obat yang digunakan untuk mengurangi peradangan, meredakan nyeri, dan menurunkan demam) dan lain-lain. Sedangkan bila ingin mendapatkan data base untuk 160 lebih jenis obat, dapat mengikuti pemeriksaan Ready Rx dan cukup dengan biaya Rp2,5 juta.
Adapun yang bisa melakukan pemeriksaan tersebut yaitu pasien peserta Medical Check-Up, lalu mengikuti Ready Rx yang cukup lengkap, sehingga pasien memiliki data base respons terhadap terapi berdasarkan genetik masing-masing.
"Selain itu, untuk pasien yang menderita penyakit kronis, seperti terapi hipertensi, DM, penyakit jantung, gastritis dan lain-lain juga perlu mengikuti pemeriksaan ini, karena akan menggunakan obat-obatan dalam jangka panjang," tutup Haryadi.
Baca juga: Kabupaten Magelang miliki laboratorium kesehatan senilai Rp10,7 miliar
Baca juga: RSUD Batang miliki gedung radiologi dan laboratorium