Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan mahalnya biaya politik di Indonesia sehingga dalam proses pemilihan pun para calon seperti diwajibkan memiliki modal.
"Tidak ada yang gratis, hasil survei kami, dana yang harus dimiliki para calon untuk menjadi kepala daerah tingkat II saja sebesar Rp20-30 miliar. Untuk gubernur, harus memiliki dana Rp100 miliar," kata Alex saat memberi sambutan dalam pembekalan antikorupsi kepada Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Oesman Sapta Odang (OSO) beserta 54 pengurus Partai Hanura dalam program Politik Cerdas Berintegritas (PCB) Terpadu 2022 di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta, Kamis.
Akhirnya, ongkos pencalonan didapat dari berbagai sponsor lantaran partai politik membolehkan berbagai perusahaan menyumbang. Dampaknya, hal itu menjadikan beban politik di masa depan ketika sang calon terpilih.
Misalnya, kata dia, perusahaan kontraktor menyumbang sang calon maju dalam pilkada. Ketika sang calon tersebut terpilih maka akan ditagih "jatah proyek" di pemerintahannya.
"Kalau calon yang dijagokan menang, perusahaan penyumbang tersebut ikut tender dalam proyek kebijakannya dan pasti akan diloloskan. Yang seperti ini akan runyam karena sudah dipesan di awal, bahkan mulai dari perencanaan proyeknya, kegiatannya, lelangnya, dan harga yang terbentuk juga pasti tidak bener," ujar Alex.
Sementara itu, OSO mengucapkan terima kasih kepada KPK atas diundangnya kader Partai Hanura dalam kegiatan tersebut. Menurut dia, Partai Hanura akan menerapkan saran, sistem, dan metodologi yang disampaikan KPK sehingga dapat menjadi bahan dalam mensosialisasikan dan membentuk kader partai yang taat hukum serta berpartisipasi aktif dalam mencegah korupsi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPK sebut biaya politik di Indonesia sangat mahal