Temanggung, Jateng (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan pemahaman cuaca dan iklim menjadikan kemandirian petani dalam menyusun strategi dan rencana tanam untuk menghasilkan keuntungan yang optimal.
"BMKG dikatakan berhasil dalam Sekolah Lapang Iklim (SLI) kalau petani tetap cerdas dan cermat dalam membuat perencanaan untuk pertaniannya," katanya di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, Kamis, usai panen cabai pada penutupan SLI Operasional di Desa Kalimanggis, Kecamatan Kaloran.
Menurut dia BMKG pada 2021 masih hadir di Kecamatan Kaloran dengan target masyarakat akan lebih mandiri dalam pemahaman informasi cuaca dan iklim sehingga petani memperoleh hasil yang lebih optimal untuk kesejahteraan.
Baca juga: BMKG: Curah hujan di Cilacap meningkat 100 persen lebih karena La Nina
Ia mengatakan para petani SLI BMKG di Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung dengan memanfaatkan iklim bisa panen cabai saat harga melambung mencapai Rp27.000 per kilogram.
"Saat persediaan di masyarakat berkurang justru saat ini petani panen sehingga harganya semakin menguat berkat kerja sama antara petani, Pemkab Temanggung dengan BMKG dalam Sekolah Lapang Iklim," katanya.
Ia menyampaikan hasil panen SLI secara umum mengalami peningkatan, baik dari segi produksi maupun dari segi harga. Waktu tanam di bulan Juli 2020 termasuk berani menghadapi risiko, karena tanam di musim kemarau.
"Keberanian petani menanam saat kemarau itu bukan karena nekad, tetapi berdasarkan data informasi dari BMKB musim kemarau kemarain adalah kemarau basah. Istilahnya petani melawan arus sehingga meskipun kemarau hasilnya melimpah," kata Dwikorita Karnawati .
Koordinator BMKG Jateng Tuban Wiyoso mengatakan panen cabai pada SLI operasional di Kalimanggis berada di luar musim, sehingga harga cabai tinggi.
"Harga cabai tinggi, Rp27 ribu per kilogram. Produksi panen juga mencapai 0,4 sampai 0,7 kilogram per pohon sehingga sangat menguntungkan," katanya.
Ia mengatakan pada SLI di Kaloran dengan fokus tanaman cabai tersebut, petani menanam cabai pada puncak kemarau di saat petani lain panen dan peserta SLI panen di masa pancaroba ketika petani lain sedang menanam.
"Peserta mendapat pelatihan bagaimana strategi bertanam dan mengatasi berbagai persoalan dari dampak iklim pada tanaman," katanya.
Seorang peserta SLI Sumarah mengatakan dari SLI dirinya menjadi tahu bagaimana memilih komoditas, menentukan waktu bertanam, bagaimana penanganan tanaman, menggunakan pupuk dan hama serta menyiasati iklim.
"Hasil produksi sangat bagus, kami menjadi tahu bagaimana menghadapi iklim," katanya.
Menurut dia keuntungan dari budidaya cabai di luar musim di SLI tersebut mencapai Rp8 juta dari luas lahan 0,25 hektare selama bertanam.