Solo (ANTARA) - Sejarawan asal Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Susanto mengatakan keberadaan Museum Radya Pustaka penting untuk ruang pengembangan kebudayaan yang ada di Kota Solo.
"Akitivitas Radya Pustaka yang paling menonjol adalah di bidang kebudayaan, terutama dalam hal kesusastraan, seni pedalangan, musik Jawa, dan kursus bahasa," kata Kepala Program Studi Ilmu Sejarah UNS tersebut di Solo, Senin.
Ia mengatakan upaya pengembangan tersebut dibuktikan dengan adanya penetapan ejaan Bahasa Jawa yang kemudian dikenal dengan ‘Ejaan Sriwedari’ dan lahirnya forum "Paniten Basa".
"Pada tahun 1922 lahir adanya Ejaan Sriwedari, selanjutnya pada tahun 1941 lahir forum Paniten Basa. Selain itu, masih ada pula peran Radya Pustaka dalam penciptaan naskah pertunjukan Wayang Orang Sriwedari," katanya.
Meskipun saat ini museum tersebut sedang berada di bawah bayang-bayang eksekusi lahan, dikatakannya, keberadaan museum beserta seluruh benda koleksinya tetap perlu dijaga kelestariannya.
"Jangan sampai dengan polemik tersebut mengakibatkan eksistensi Museum Radya Pustaka menjadi hilang," katanya.
Sementara itu, terkait isu eksekusi lahan Sriwedari, Kepala Dinas Kebudayaan Kota Surakarta Kinkin Sultanul Hakim mengatakan secara "de facto" dan "de jure", hak pakai Sriwedari tersebut berada di tangan Pemerintah Kota Surakarta.
"Museum Radya Pustaka milik Kota Surakarta, Hak Pakai (HP) Nomor 40 dan HP Nomor 41. Dulu museum itu adalah milik raja, namun karena kerajaan sudah menjadi bagian NKRI maka seluruh aset publik otomatis menjadi milik pemerintah. Jadi, yang digugat Recht Van Eigendom Verponding Nomor 295 dalam putusan yang inkracht," katanya.
Sebagaimana diketahui, Museum Radya Pustaka berada di dalam kawasan Sriwedari. Sebelumnya, lahan Sriwedari Solo menjadi sengketa antara Pemerintah Kota Surakarta dengan ahli waris RMT Wirjodiningrat yang berujung pada eksekusi pengosongan lahan oleh ahli waris.