Peduli Sampah
Setiap 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional.
Inspirasi lahirnya peringatan itu dari peristiwa longsor gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Jawa Barat, pada 2005 yang menelan ratusan korban jiwa.
Persoalan sampah hingga saat ini terus menjadi perhatian, bukan hanya pemerintah tetapi juga komunitas-komunitas yang lahir dari masyarakat untuk peduli terhadap pengelolaan sampah, dan pihak swasta lainnya yang terpantik juga untuk melakukan hal serupa.
Dengan target pada 2020 Indonesia bebas dari persoalan sampah, hal itu bukan berarti Indonesia mulai tidak ada sampah pada tahun tersebut.
Sampah tentu akan ada terus seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah bersama makin kompleks dan dinamisnya aktivitas masyarakat setiap hari, setiap saat.
Badan Pusat Statistik mencatat pada 2013 persentase komposisi jenis sampah di 35 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Jenis sampah kertas 8,9 persen, kayu (2,91), kain (1,78), karet dan kulit tiruan (1,5), plastik (18,29), logam dan kaca (1,28), gelas (1,88), organik (60,63), dan lainnya (2,83).
Sedangkan total sarana yang disediakan seluruh pemerintah daerah di Jateng untuk mengumpulkan berbagai jenis sampah, 475 truk sampah, 255 truk kontainer, 1.395 kontainer, 3.176 gerobak, 2.197 tempat pembuangan sampah, 61 TPA, 35 truk tinja, 100 depo transfer, dan 82 depo.
Belum lagi, setiap daerah mengembangkan pengelolaan sampah melalui kegiatan berupa bank sampah. Setiap daerah hingga saat ini telah memiliki puluhan bank sampah.
Selain itu, pengelolaan sampah oleh masyarakat melalui gerakan 3R, yakni Reuse atau penggunaan kembali sampah untuk fungsi yang sama, Reduse atau mengurangi segala hal yang mengakibatkan sampah, dan Recycle atau mengolah sampah menjadi produk baru yang bermanfaat.
Penempatan tempat sampah di berbagai ruang publik hingga ruangan di dalam rumah tinggal, dan kampanye kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat, tentu juga menjadi bagian dari upaya menyentuh nurani setiap insan agar peduli sampah.
Gerakan peduli sampah tidak cukup hanya dengan penyediaan berbagai sarana dan prasarana yang kasat mata dan pengelolaan yang tepat atas sampah, dengan muaranya tercipta lingkungan bersih, indah, bervisi sehat, dan bebas dari bencana sampah.
Namun juga merembet kepada tindakan edukasi peduli sampah kepada masyarakat sejak dini.
Dalam hal ini, menyangkut perilaku orang tua atau mereka yang dewasa mengajari, melalui bahasa verbal dan keteladanan perilaku kepada anak-anak, agar peduli terhadap sampah.
Mereka dibiasakan membuang sampah pada tempatnya. Kalau belum menemukan tempatnya, ia akan menyimpan sementara waktu pembungkus permen, entah di kantong celananya atau kantong tas sekolahnya. Atau bahkan digenggam erat-erat, sampai ia temukan tempat sampah terdekat.
Perhatikan dengan saksama, kalau kita menemukan anak berbudaya peduli sampah seperti itu. Itu hal sederhana, namun menyentuh hati lho!
Inspirasi lahirnya peringatan itu dari peristiwa longsor gunungan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Jawa Barat, pada 2005 yang menelan ratusan korban jiwa.
Persoalan sampah hingga saat ini terus menjadi perhatian, bukan hanya pemerintah tetapi juga komunitas-komunitas yang lahir dari masyarakat untuk peduli terhadap pengelolaan sampah, dan pihak swasta lainnya yang terpantik juga untuk melakukan hal serupa.
Dengan target pada 2020 Indonesia bebas dari persoalan sampah, hal itu bukan berarti Indonesia mulai tidak ada sampah pada tahun tersebut.
Sampah tentu akan ada terus seiring dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah bersama makin kompleks dan dinamisnya aktivitas masyarakat setiap hari, setiap saat.
Badan Pusat Statistik mencatat pada 2013 persentase komposisi jenis sampah di 35 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah. Jenis sampah kertas 8,9 persen, kayu (2,91), kain (1,78), karet dan kulit tiruan (1,5), plastik (18,29), logam dan kaca (1,28), gelas (1,88), organik (60,63), dan lainnya (2,83).
Sedangkan total sarana yang disediakan seluruh pemerintah daerah di Jateng untuk mengumpulkan berbagai jenis sampah, 475 truk sampah, 255 truk kontainer, 1.395 kontainer, 3.176 gerobak, 2.197 tempat pembuangan sampah, 61 TPA, 35 truk tinja, 100 depo transfer, dan 82 depo.
Belum lagi, setiap daerah mengembangkan pengelolaan sampah melalui kegiatan berupa bank sampah. Setiap daerah hingga saat ini telah memiliki puluhan bank sampah.
Selain itu, pengelolaan sampah oleh masyarakat melalui gerakan 3R, yakni Reuse atau penggunaan kembali sampah untuk fungsi yang sama, Reduse atau mengurangi segala hal yang mengakibatkan sampah, dan Recycle atau mengolah sampah menjadi produk baru yang bermanfaat.
Penempatan tempat sampah di berbagai ruang publik hingga ruangan di dalam rumah tinggal, dan kampanye kepada masyarakat untuk tidak membuang sampah di sembarang tempat, tentu juga menjadi bagian dari upaya menyentuh nurani setiap insan agar peduli sampah.
Gerakan peduli sampah tidak cukup hanya dengan penyediaan berbagai sarana dan prasarana yang kasat mata dan pengelolaan yang tepat atas sampah, dengan muaranya tercipta lingkungan bersih, indah, bervisi sehat, dan bebas dari bencana sampah.
Namun juga merembet kepada tindakan edukasi peduli sampah kepada masyarakat sejak dini.
Dalam hal ini, menyangkut perilaku orang tua atau mereka yang dewasa mengajari, melalui bahasa verbal dan keteladanan perilaku kepada anak-anak, agar peduli terhadap sampah.
Mereka dibiasakan membuang sampah pada tempatnya. Kalau belum menemukan tempatnya, ia akan menyimpan sementara waktu pembungkus permen, entah di kantong celananya atau kantong tas sekolahnya. Atau bahkan digenggam erat-erat, sampai ia temukan tempat sampah terdekat.
Perhatikan dengan saksama, kalau kita menemukan anak berbudaya peduli sampah seperti itu. Itu hal sederhana, namun menyentuh hati lho!