Semarang, Antara Jateng - Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) menilai pameran industri pertahanan berskala internasional Indo Defence 2016 di Jakarta, mulai 2 hingga 5 November, salah satu upaya unjuk kekuatan militer pada negara lain.
"Kita tentu bangga Indonesia punya Indo Defence, ajang pameran senjata yang cukup menyedot perhatian internasional," kata Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi atau Communication and Information System Security Research Centre (CISSReC) Pratama Persadha menjawab pertanyaan Antara di Semarang, Jumat malam.
Apalagi, lanjut Pratama, perkembangan beberapa waktu terakhir ada ketegangan di beberapa kawasan, khususnya Timur Tengah. Eskalasi ini tentu berpengaruh pada wilayah Indonesia.
Dengan berbagai kemajuan teknologi, termasuk di dunia pertahanan/militer, menurut pakar keamanan siber dan komunikasi itu, tentu juga diikuti oleh ancaman yang meluas dan beragam, salah satunya yang patut diwaspadai adalah munculnya "cyber terrorist" (teroris dunia maya).
"Ancaman ini belum banyak disadari oleh pengambil kebijakan di Tanah Air. Padahal, dengan implementasi e-Government yang kuat, ancaman serangan 'cyber terrorist' sudah pasti bertambah besar," katanya.
Aktor Peretas
Menurut Pratama, teroris yang selama ini identik dengan bom bunuh diri bisa saja berubah menjadi aktor peretas yang masif menyerang infrastruktur negara. Peristiwa seperti ini sudah pernah terjadi di Estonia pada tahun 2007.
"Namun, tidak ada pihak yang mengaku bertanggung jawab, ditengarai 'hacker' Rusia di belakang serangan ini," kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Pengamanan Sinyal Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg).
Dengan perkembangan dan akses teknologi yang begitu cepat, menurut dia, kini teroris, seperti ISIS, menggunakan teknologi khusus dalam komunikasinya. Misalnya, komunikasi lewat "dark web" yang relatif sukar dijangkau oleh aparat pemerintah, seperti kepolisian dan intelijen.
Oleh karena itu, menurut dia, sudah sepatutnya pemerintah memperkuat pertahanan siberr untuk menangkal risiko serangan siber dari teroris. Apalagi, kini relatif banyak anak muda dalam negeri yang mengembangkan teknologi pertahanan siber, seperti enkripsi dan perangkat lainnya.
Selain untuk menangkal serangan teroris, kata Pratama, dalam waktu yang sama juga meningkatkan pertahanan terhadap kemungkinan perang asimetris dengan negara lain yang sebenarnya sudah terjadi.
"Kondisi dunia yang terus menghangat memang sebaiknya diantisipasi pemerintah dengan peningkatan pertahanan siber yang mumpuni," katanya.
Di samping mengamankan informasi, kata Pratama, pemerintah juga meningkatkan keamanan sektor strategis yang makin hari makin bergantung pada teknologi dan makin masuk dalam ke wilayah siber.