"Menurut saya pers punya aturan natural sendiri, yaitu ketika mau menyiarkan berita harus pertimbangkan banyak hal. Kemungkinan dampak yang terjadi. Apakah berita yang kita tayangkan menimbulkan ketegangan atau konflik atau tidak," ujarnya dalam dialog "Kemerdekaan Pers dalam Kaitan dengan Pilpres" di Hall of Dewan Pers, Jakarta, Jumat.
Menurut dia, insan pers bisa mempertimbangkan apakah dampak pemberitan dapat menimbulkan eskalasi yang maksimum. Jadi, wartawan mengendalikan diri sendiri itu bagian dari pers bebas.
"Bagi yang keberatan ada aturan mainnya, seperti ke Dewan Pers dan KPI. Jangan sampai kita berdemokrasi dengan cara yang tidak demokratis. Ada dua momentum kritis hari H dan pasca-pencoblosan. Pertama, hari H, di kotak suara. Kedua, pada saat penghitungan suara. Pers harus menghandle ini dengan baik," katanya.
Ia mengatakan, selama proses pemilihan umum legislatif 9 April 2013 yang diikuti 12 parpol tidak ada pihak yang menyampaikan laporan kasus ke Dewan Pers.
Kini, menurut dia, menuju pemilihan umum presiden (Pilpres) 9 Juli 2014 melibatkan hanya dua pasangan calon presiden-calon wakil presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-M. Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
"Jadi, kepungannya kepada dua pasang calon. Mengingat presiden posisinya penting, bukan simbol saja, makanya wajar pilpres ini banyak disorot. Publik menekankan peran pers penting," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam masyarakat bebas sulit menutup orang tidak punya pilihan karena masyarakat bebas itu salah satunya bebas menentukan pilihan. Jadi, siapa saja subjek punya sikap dan pilihan tertentu.
"Pers punya aturan yang kita sepakati. UU Pers, kode etik jurnalistik, aturan tingkah laku standar pers yang sehat. Selama kebebasan dalam batas itu, maka wajar saja. Masalahnya, sanggupkah kita jaga diri kita dalam frame itu. Persoalan kita adalah frame itu ada yang berusaha menaati atau lebih dari itu. Itulah yang jadi persoalan," katanya.
Ia mengingatkan, kesepakatan pers pada pemilihan umum legislatif lalu, yakni pers akan menyukseskan pemilu baik legislatif dan presiden.
"Maknanya apa? Kita berperan agar prosesnya berjalan tertib dan damai. Waktu itu kita sepakat mendorong banyak partisipasi masyarakat berikan suaranya," ujarnya.
Kemudian, pers juga sepakat menghasilkan pemimpin bangsa. Dalam upaya menjaga disiplin itu, Dewan Pers mengutarakan seruan dan peringatan, yakni bagi wartawan yang terlibat tim sukses pemilu harus nonaktif dari kegiatan persnya.
"Itu kelihatannya ditaati kawan-kawan. Lalu ada garis batas, ketika lewat maka melanggar aturan main," demikian Bagir Manan.
Pilpres 9 Juli 2014 diikuti dua pasangan capres-cawapres, yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo-M. Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Berita Terkait
Resensi - Memulihkan sekolah, memulihkan manusia
Kamis, 28 November 2019 10:00 Wib
Bagir: MKMK masih belum sampai pada Kepastian Putusan Etik Patrialis
Senin, 13 Februari 2017 15:36 Wib
Bagir Manan: Media Jangan jadi Terompet Kegaduhan
Sabtu, 7 Februari 2015 14:16 Wib
Bagir: Mutu Pers Ditentukan oleh Pengguna Bahasa Standar Baku, Baik dan Benar
Jumat, 6 Februari 2015 14:13 Wib
Bagir Manan Ingatkan Keberadaan Pers Abal-Abal
Rabu, 28 Januari 2015 11:28 Wib
Bagir Manan Tegaskan Media Harus Tetap Jadi Referensi Publik
Rabu, 8 Oktober 2014 11:12 Wib
Bagir Manan Temui Jokowi Sampaikan Kondisi Pers Indonesia
Senin, 6 Oktober 2014 10:36 Wib
Bagir Manan : "Obor Rakyat" Bukan Pers
Rabu, 25 Juni 2014 16:34 Wib