Hampir semua anggota Polres Magelang mengenalnya sebagai seorang dai atau mubalig yang sering berceramah dari masjid satu ke masjid lainnya di luar jam kerja sebagai anggota kepolisian.
Istri Tri Artati Rahayu ini tidak hanya berceramah di wilayah Kabupaten Magelang saja, tetapi juga di daerah lain sekitar Magelang, antara lain di Kabupaten Wonosobo, Purworejo, dan Kebumen.
Setiap hari Jumat, bapak dua anak ini pasti sebagai khotib baik di masjid Polres Magelang maupun masjid di luar Polres. Bahkan menjelang bulan Ramadhan seperti sekarang ini, dia laris diundang untuk berceramah dalam tradisi "nyadran" atau di tempat warga yang mempunyai hajatan baik pernikahan maupun supitan.
Pria kelahiran Kebumen 16 Januari 1956 ini selalu menyapa dengan ramah kepada semua orang yang ditemuinya, baik saat bertugas sebagai anggota polisi maupun di luar jam dinas.
Polisi dengan tubuh gemuk ini saat bertugas mengatur lalu lintas, tidak segan-segan untuk membantu anak-anak atau orang tua yang akan menyeberang jalan.
Kakek dengan dua cucu ini pada tahun 2000 ditugaskan ke Aceh sebagai dai kabtibmas mewakili Polwil Kedu untuk berceramah agama kepada masyarakat Serambi Mekkah tersebut selama tiga bulan.
"Kami sangat terkesan saat menjadi dai kamtibmas, karena saya ingin bergaul dengan siapa saja," katanya.
Latar belakang sebagai dai tersebut menjadikannya senang menyapa orang lain dengan senyuman dan salawat nabi waktu di jalan sambil mengangkat jempol.
"Kepada siapa saja saya lakukan, baik anak-anak, orang tua, kaya maupun miskin semua saya sapa," katanya.
Menurut dia, senjata tersebut mulai digunakannya, saat bertugas di bagian Bimas.
Ciri khas pembawaan dengan ramah dan sopan saat menjalankan tugas di lapangan tersebut dia tanamkan kepada masyarakat.
"Saya praktikkan di lapangan ternyata bisa diterima masyarakat dengan senang, sekalipun orang lain pasti ada yang senang dan ada yang membenci," katanya.
Ia mengatakan, sekalipun polisi dibenci masyarakat, sebagai anggota polisi dia belum puas melayani masyarakat. Pelayanan prima belum tentu bisa diterima, tetapi itu sebagai filter teman-teman di lapangan.
"Insya Allah kami tetap mampu memberikan pelayanan kepada rakyat, yakni dengan ciri menyapa salam dan salawat nabi saat di jalanan," katanya.
Sesuai program Kapolri, katanya, polisi harus dekat dengan para ulama. Umaroh dan ulama menyatu agar sinergitas kerja benar-benar seimbang.
Menurut dia, tugas polisi, jangan mentang-mentang jadi polisi tetapi juga harus menghargai ulama. Ulama itu obor dunia.
Ia menuturkan, sebetulnya orang telah dikemas oleh pendidikannya luar biasa sehingga mampu untuk berbuat kebaikan, tetapi kebanyakan orang itu bisa ngomong tetapi sulit untuk menjalankannya di lapangan. Di sela menjalankan tugas, dia juga meluangkan waktunya untuk menimba ilmu dengan bersilaturahmi kepada para kiai di pondok pesantren.
"Guru saya di tempat tugas adalah para kiai di ponpes, kami tidak punya apa-apa, kami ingin dekat dengan para alim ulama yang memiliki umat. Inilah model saya ternyata diterima para Kapolres yang bertugas di sini, bahkan saya berhaji tahun 2012 juga dibiayai oleh Kapolres," katanya.
Ia terus berusaha untuk mendekatkan polisi dengan para ulama, agar sifat sombongnya tidak menempel. Padahal, sifat sombong itu yang paling dibenci Allah.
"Kalau pingin punya harga diri harus 'nguwongke' atau menghargai orang lain. Ini yang saya lakukan paling tidak bisa menjadi contoh bagi yang lain," katanya.
Mbah Dalail ini semula bercita-cita menjadi guru agama, ternyata jalan hidup menentukan lain. Lulusan MTs Wonoyoso Kebumen ini juga pernah menjadi santri di Ponpes Payaman Magelang selam tiga tahun.
Usai nyantri di Ponpes Payaman, dia mencoba mengadu nasib untuk mewujudkan cita-citanya mendaftar ujian guru agama di Semarang. Namun saat di Kanwil Agama Provinsi Jateng, dia mendapatkan penjelasan dari petugas bahwa pendaftaran di tingkat rayon, yaitu di Solo dan hal ini membuat dia mengurungkan niatnya karena terlalu jauh.
Beberapa waktu kemudian, dia mendapatkan tawaran dari saudaranya untuk masuk polisi dan dia pun mendaftar dan menjalani pendidikan di SPN Banyubiru pada 1976. Tugas pertama ditempatkan di Polda Jateng, kemudian dipindah ke Polres Grobogan.
Pada tahun 1984 dia pindah tugas ke Polres Magelang. Bertugas di satuan lalu lintas mulai tahun 2001, yang sebelumnya juga sempat bertugas di Bimas dan personalia.