Maura Linda Sitanggang mengatakan, jamu merupakan salah satu warisan budaya yang tak ternilai harganya sehingga keberadaan jamu tidak dapat dipisahkan dari budaya lokal masyarakat untuk membuat atau meraciknya.
Pada awalnya jamu tradisional hanya dijadikan sebagai ramuan obat saja namun kini telah banyak digunakan untuk meningkatkan stamina, melangsingkan badan, untuk minuman sehari-hari yang bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Menurut dia, penggunaan jamu di Indonesia cukup tinggi terbukti dari hasil riset kesehatan dasar pada 2010, bahwa penduduk di negara ini yang mengkonsumsi jamu ada sekitar 50 persen. Dari jumlah itu, sekitar 95,6 persen ada manfaatnya bagi kesehatan manusia.
"Kami harapkan jamu itu asli herbal, bukan dicampur-campur dengan bahan kimia yang bisa berbahaya bagi kesehatan," katanya.
Pihaknya berharap masyarakat di Nguter terus melakukan budidaya tanaman bahan-bahan untuk meracik jamu sebagai sentranya di Sukoharjo, sehingga hal itu selain untuk meningkatkan ekonomi juga kesehatannya.
Menurut dia, dengan melihat kondisi Nguter sebagai sentra jamu tradisional tersebut diharapkan dapat memacu daerah lain dan Indonesia pada umumnya.
"Indonesia sentra indsutri jamu sangat berpotensi karena sumber daya alam dan manusia sangat mendukung," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, kemampuan industri jamu ke depan diharapkan dapat menyediakan pelayanan kesehatan untuk membantu pemerintah.
Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya menjelaskan, di Sukoharjo ada 112 pengusaha dan pedagang baik skala kecil, menengah hingga nasional, dimana yang menjadi anggota Koperasi Jamu Indonesia (Kojai) ada 72 pengusaha.
Menurut bupati, dari jumlah tersebut ada 25 perusahaan jamu di Sukoharjo yang sudah terdaftar di Departemen Kesehatan.

