Solo (ANTARA) - Penyelenggaraan Stadium General mewarnai rangkaian Musyawarah Komisariat (Musykom) XLI Pimpinan Komisariat (PK) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Pondok Hajjah Nuriyah Shabran Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Pada kegiatan yang bertempat di Ruang Seminar Lantai 5 Gedung Pascasarjana Fakultas Psikologi UMS Solo, Jawa Tengah, Sabtu tersebut menghadirkan refleksi mendalam tentang intelektualitas, tanggung jawab kader, serta arah gerakan IMM ke depan.
Kegiatan ini mengusung tema Meretas Teh Ikatan untuk Menyambut Sinar Fajar Musim Semi. Kegiatan ini berlangsung setelah agenda Musykom resmi dibuka dan Stadium General dimoderatori oleh Immawan Muhammad Zein.
Stadium General kali ini mengundang dua Pemateri hebat, yakni Akbar, S.H., Ketua Bidang Hikmah Politik dan Kebijakan Publik (HPKP) Dewan Pimpinan Daerah (DPD) IMM Jawa Tengah, juga Alumni Pondok Shabran Angkatan tahun 2019 dan Azizah Fatmawati, M.Cs., S.T., selaku Kabid Kaderisasi, Pembinaan Ortom, dan Beasiswa Kader Lembaga Pengembangan Persyarikatan, Pengkaderan dan Alumni (LP3A) sekaligus alumni Pondok Shabran Angkatan tahun 2000.
Dalam pemaparannya, Akbar menyampaikan IMM tidak cukup hanya dipahami sebagai organisasi yang “ada”, tetapi harus menjadi organisasi yang “menjadi”. Ia menekankan Musykom bukan sekadar agenda rutin, melainkan juga momentum membangun kesadaran kolektif kader.
“IMM tidak sekadar ada, melainkan memilih untuk menjadi. Musyawarah adalah momentum kesadaran kolektif. IMM dibentuk bukan hanya untuk memberi pengalaman berorganisasi, tetapi untuk membentuk karakter kader secara utuh,” ujarnya.
Akbar menegaskan setiap kader memikul tanggung jawab untuk tidak memaknai IMM secara formalitas semata.
“IMM bukan hanya dibentuk untuk sekadar ada atau sekadar pengalaman berorganisasi. IMM ada untuk menjadi sebuah organisasi yang bisa membentuk semua kadernya,” jelasnya.
Oleh karena itu, ia mendorong agar setiap kader membawa nilai yang menyertai gagasan unggul guna memajukan Muhammadiyah dan bangsa melalui kekhasan intelektualitas IMM.
Ia juga menyoroti fenomena kebanggaan berlebihan pada label intelektual yang disematkan kepada IMM Shabran UMS. Banyak pihak mengakui IMM Shabran merupakan komisariat yang dikenal dengan tradisi intelektualnya. Namun, menurut Akbar, penilaian tersebut berpotensi menjerumuskan kader pada zona nyaman.
“Momentum ini harus menjadi semangat baru untuk senantiasa membangun tradisi intelektual, bukan hanya sekadar penilaian dari luar,” tuturnya.
Sebagai alumni, Akbar juga mengajak para Immawan dan Immawati untuk menyadari bentuk pengabdian terhadap persyarikatan Muhammadiyah, terutama melalui IMM. Ia menafsirkan tema Musykom yang mengangkat frasa “sinar fajar” sebagai simbol harapan dan keberanian melangkah.
“Sinar fajar dalam tema ini saya artikan sebagai harapan, bukan kepastian, melainkan keberanian melangkah bersama,” ungkapnya.
Dalam konteks keilmuan, ia juga mengingatkan bahwa bertanya adalah ibadah dan berpikir merupakan jalan menuju ilmu.
Sesi Stadium General kemudian dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh Azizah yang pernah menjabat sebagai Ketua Bidang Kader PK IMM Shabran UMS periode 2000-2002. Ia mengawali materinya dengan menceritakan pengalaman awal menjadi kader IMM di Shabran, yang menurutnya banyak membentuk cara pandang dan kepribadian hingga saat ini.
Dalam paparannya, ia mengangkat pesan QS Al-Hasyr ayat 18 mengenai pentingnya pertanggungjawaban dalam kehidupan organisasi.
“QS Al-Hasyr ayat 18 mengingatkan kita bahwa pertanggungjawaban itu penting dalam berjalannya sebuah ikatan maupun organisasi. Karena masa kini adalah gambaran masa depan sebuah ikatan,” jelasnya.
Ayat tersebut, menurutnya relevan dengan dinamika kaderisasi IMM hari ini. Ia menegaskan tri kompetensi dasar IMM, yaitu religiusitas, intelektualitas, dan humanitas, harus menjadi pegangan utama dalam setiap aktivitas kader. Ketiga nilai tersebut bukan hanya jargon, tetapi juga pedoman yang mengarahkan pilihan sikap kader IMM dalam kehidupan akademik maupun sosial.
Azizah juga menguraikan konsep individuasi dalam proses pembentukan kader. Ia menolak pandangan bahwa individuasi akan melemahkan kolektivitas organisasi. Sebaliknya, individuasi justru menguatkan IMM.
“Individuasi akan menguatkan kolektif, bukan merusak. Individuasi bukan memisahkan kader dari IMM, tetapi mematangkan kader agar berkontribusi secara sadar,” ujarnya.
Ia kemudian menjelaskan tahapan individuasi yang ideal bagi kader IMM, mulai dari kesadaran diri, internalisasi nilai, kemandirian berpikir, tanggung jawab sosial, hingga komitmen kolektif. Tahapan-tahapan tersebut dinilai penting untuk membentuk kader IMM yang matang secara intelektual, emosional, dan sosial.
Melalui Stadium General ini, para peserta Musykom XLI diajak untuk kembali meneguhkan tradisi keilmuan, keberanian berpikir kritis, dan kepedulian sosial sebagai ciri khas kader IMM.
Tema Musykom Meretas Tali Ikatan untuk Menyambut Sinar Fajar Musim Semi diharapkan tidak berhenti sebagai slogan, tetapi menjadi energi bersama dalam membangun peradaban yang lebih baik melalui IMM, Muhammadiyah, dan bangsa.

