London (ANTARA) - Harga emas diperkirakan akan naik menuju rekor tertinggi di atas 2.000 dolar AS per ounce tahun ini, meskipun dengan sedikit turbulensi, karena Amerika Serikat memperlambat laju kenaikan suku bunga dan akhirnya berhenti menaikkannya, menurut analis industri.
Harga spot logam mulia itu telah melesat di atas 1.900 dolar AS per ounce, melonjak sekitar 18 persen sejak awal November karena tekanan inflasi surut dan pasar mengantisipasi kebijakan moneter yang kurang agresif dari Federal Reserve AS.
Suku bunga yang naik cepat memukul harga emas tahun lalu, menendangnya ke serendah 1.613,60 dolar AS pada September dari tertinggi 2.069,89 dolar AS pada Maret, hanya sedikit di bawah rekor puncak pada tahun 2020.
Melemahnya mata uang AS dan imbal hasil obligasi "akan menjadi penarik makro untuk logam kuning, mendorong emas di atas 2.000 dolar AS per ounce dalam beberapa bulan mendatang," kata analis di Bank of America.
Dengan lebih sedikit tekanan dari dolar dan obligasi, investor cenderung membeli emas batangan sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan gejolak ekonomi, kata analis WisdomTree Nitesh Shah, menambahkan bahwa harga dapat dengan mudah bergerak di atas 2.100 dolar AS per ounce pada akhir tahun.
Emas secara tradisional dipandang sebagai tempat yang aman untuk menyimpan kekayaan. "Risiko bank-bank sentral berlebihan dan itu mendorong ekonomi mereka ke dalam resesi tinggi," kata Shah.