Ketika Semua "Bingah" karena BPJS Kesehatan
Semarang (ANTARA) - "Umpomo sliramu sekar melati, aku kumbang ngidam sari....
Upomo sliramu margi wong manis, aku kang bakal ngliwati..." (penggalan lagu Nyidam Sari Manthous)
Lantunan campursari terdengar dari telepon genggam Jumarianto (47) yang diletakkan di meja bersebelahan dengan plastik kresek yang sebelumnya tempat bekal makan siang lengkap dengan satu botol besar berisi air putih.
Saat ditemui, laki-laki warga Ringinjajar, Kabupaten Demak yang istrinya tengah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro (RSWN) Kota Semarang ini mengungkapkan rasa bahagianya (bingah).
"Enak di sini. Dokter dan perawatnya baik dan ramah. Meski sampai sini waktu itu jam setengah satu malam dan menggunakan kartu BPJS Kesehatan, langsung ditangani," kata Jumarianto yang duduk di salah satu kursi lengkap dengan meja dan penutup atasnya yang tersedia di salah satu sisi taman RSWN.
Tidak sekadar meja kursi, untuk memberikan rasa nyaman, RSWN juga menyediakan colokan untuk mengecharge handphone di sejumlah titik termasuk di meja yang ada di taman, fasilitas wifi gratis, bahkan pemberian sarapan nasi bungkus bagi keluarga penunggu pasien rawat inap BPJS Kesehatan kelas tiga penerima bantuan iuran (PBI) APBD, serta sajian jamu bagi pengunjung atau pasien rawat jalan.
Baca juga: BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan berkolaborasi tingkatkan kepatuhan
Pelayanan maksimal
Direktur Utama RSWN Kota Semarang Susi Herawati menegaskan seluruh layanan yang diberikan kepada para pasien juga pengunjung tersebut merupakan salah satu cara mengungkapkan rasa bahagia (bingah) pihak RSWN, karena adanya kepastian pembiayaan dari BPJS Kesehatan karena baik peserta maupun yang mandiri sama-sama membayar hanya teknik bayarnya yang berbeda.
"Kami RSWN mendapat pendapatan dari mereka. Kami pikir semua sama baik yang peserta BPJS Kesehatan maupun umum, hanya masalah teknik bayarnya. Dengan adanya BPJS Kesehatan, ada kepastian dari penjamin. Kalau dulu, saat masuk pasien menyatakan siap-siap, ternyata saat pembayaran tidak bayar dan terjadi piutang. Total piutang dari dulu sampai sekarang tercatat ada Rp1,7 miliar," kata Susi yang mengaku saat ini tengah memproses penghapusan piutang.
Setelah ada BPJS Kesehatan, lanjut Susi, maka ada kepastian jaminan pembayaran. Ditambah lagi ada cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) yang memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Kota Semarang, sehingga tidak lagi ada kasus piutang dan tidak ada warga yang tidak tertangani dengan alasan biaya.
"Tidak hanya orang miskin. Asalkan tidak ada asuransi lainnya, warga Kota Semarang, mau dirawat di kelas tiga, maka bisa mendapatkan kartu BPJS Kesehatan UHC. Bahkan untuk yang lagi sakit bisa langsung menggunakan kartu tersebut," kata Susi yang mengaku di RSWN tidak ada lagi warga miskin Kota Semarang yang berhutang akibat tidak bisa membayar karena telah memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Susi mengakui dengan adanya kepastian pembiayaan dari BPJS Kesehatan, tidak ada lagi kasus piutang masyarakat Kota Semarang akibat tidak mampu bayar dan RSWN terus berkembang termasuk dengan mengembalikan pendapatan yang didapat oleh rumah sakit kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas kesehatan yang lebih baik lagi, termasuk pembangunan IGD, menghadirkan taman yang nyaman, serta fasilitas lainnya yang bersifat memanjakan pasien dan pengunjung.
RSWN, lanjut Susi, terus berusaha memberikan pelayanan yang maksimal, agar mereka yang datang bukan karena terpaksa karena dekat secara georgrafis, tetapi karena beragam pelayanan yang diberikan mulai dari kemudahan pendaftaran secara online, bisa memilih dokter, serta memilih jam, sehingga begitu tahu jam periksa bisa langsung ke tempat klinik yang dituju, dan tidak lagi ada penumpukan akibat mengantri mendaftar.
Untuk menghadirkan kenyamanan bagi pasien dan pengunjung, kini banyak titik di RSWN yang bisa menjadi tempat untuk berswafoto, apalagi saat ini banyak yang membuat konten untuk update ke sosial medianya.
Baca juga: Jadi mahasiswa baru, yuk siapkan kartu JKN
Turunan dari 7S
Tidak hanya tempat, sumber daya manusia (SDM) RSWN juga disetting untuk menghadirkan kenyamanan dengan menerapkan 5S yang kemudian bertambah lagi menjadi 7S yakni Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun, Sentuh, dan Sembuh. Dari 7s tersebut kemudian ada banyak turunan dalam penerapannya agar selalu direalisasikan termasuk rutin dilakukan pengecekan sampai dengan penyebaran kuisioner.
"Kami selalu mengingatkan 7S selain melalui WA group juga melalui tiap pagi selain hari Minggu pada morning review. Itu rutin dilakukan karena kami ingin memberikan layanan maksimal. Bahkan bagi pelanggan yang menyampaikan keluhan, kami akan memberikan hadiah, karena itu berarti bagi kami untuk terus berbenah" kata Susi.
Humas RSWN Pristiwati menceritakan RSWN pernah ada keluhan dan dirinya bertugas mencari siapa, dimana rumahnya, dan mengantarkan sendiri hadiah ke rumah pasien atau pengunjung yang menyampaikan keluhan tersebut.
"Saat itu akhirnya ketahuan kalau rumahnya di daerah Kecamatan Gunungpati dan saya baru ketemu rumahnya jam setengah satu malam. Itu kami lakukan karena keluhan atau kritik dari pelanggan adalah sangat berharga bagi kami," kata Pristiwati.
Transisi pandemi ke endemi
RSWN, kata Susi, banyak belajar dari pandemi dan terbukti bisa berubah mulai dari banyak inovasi yang diterapkan, peralihan ke paperless dari sisi administrasi dan pelaporan, sampai dengan berubahnya kebiasaan perilaku menuju hal yang lebih baik termasuk menjadikan perawat yang benar-benar bertugas sesuai jobdesk-nya.
"Pandemi memberikan kami pelajaran banyak sekali. Rumah sakit di luar negeri tidak ada pihak keluarga yang menunggu pasien dan saat pandemi itu yang diterapkan dan berhasil. Terbukti tanpa ditungguin, pasien terbukti dilayani. Kalau dulu kan keluarga takut kalau ndak ditungguin tidak dilayani, ini yang kami buktikan bahwa tanpa ditungguin, kami tetap bekerja sesuai ketentuan," kata Susi.
Bentuk transisi lainnya yang terus berlanjut, lanjut Susi, RSWN banyak beralih ke digital di antaranya pendaftaran online, dokter yang dulunya menulis resep obat pasien pakai tulisan tangan, sudah secara sistem. Selain menjadikan nol kesalahan akibat salah baca, cara tersebut sekaligus mempercepat mendapatkan obatnya.
Untuk pelaporan mengenai kondisi pasien pun, lanjut Susi, juga dilakukan secara sistem yang terhubung dengan rekam medik pasien juga ke nomor handphone keluarga pasien yang telah ditunjuk. Sementara untuk komunikasi dua arah seperti menanyakan jam visit dokter, juga disiapkan nomor handphone masing-masing kepala ruangan.
"Pada saat pandemi kami juga menyediakan videocall dengan pasien karena tidak boleh ditungguin dan itu juga masih berlaku jika diperlukan. Kami ingin seperti rumah sakit di luar negeri tanpa penunggu dan pelayanan kepada pasien tetap maksimal. Perawat tugasnya tidak hanya memberikan obat, tetapi juga mengingatkan saat waktu salat, membantu wudhu, dan melayaninya," kata Susi.
Penerapan 7S dengan tersebut diharapkan bisa menghadirkan kepercayaan pasien maupun keluarga pasien terhadap SDM rumah sakit, sehingga saat terjadi hal-hal yang kurang dapat disampaikan secara langsung dan bukan justru diblowup ke media sosial.
"Slogan kami Rawuh Lungkrah, Kondur Bingah atau datang tidak enak badan atau sakit, pulang dalam keadaan senang. Selalu kami ingatkan kepada seluruh tim kami untuk menerapkan 7S dimana pun tempatnya termasuk di kamar jenazah atau ICU, harus tetap memberikan pelayanan terbaik termasuk kepada keluarganya," kata Susi.
Terkait dengan pasien gagal pulih, Susi menambahkan rumah sakit juga menyediakan family meeting yang mempertemukan keluarga pasien dengan para pemberi asuhan keperawatan seperti ahli gizi, dokter specialis, dan tim terkait secara offline untuk menjelaskan dan mengedukasi keluarga bagaimana memberikan perawatan lanjutan kepada pasien di rumah dan hal itu ada pendampingan serta berkesinambungan.
Dan pada akhirnya dengan BPJS Kesehatan pasien bebas hutang dan rumah sakit bebas piutang. Semua menjadi senang (bingah).
Baca juga: Gempita Semawis, Apresiasi bagi para Faskes
Baca juga: Komitmen Raih UHC, Pemkab Demak tambah kuota PBI
Upomo sliramu margi wong manis, aku kang bakal ngliwati..." (penggalan lagu Nyidam Sari Manthous)
Lantunan campursari terdengar dari telepon genggam Jumarianto (47) yang diletakkan di meja bersebelahan dengan plastik kresek yang sebelumnya tempat bekal makan siang lengkap dengan satu botol besar berisi air putih.
Saat ditemui, laki-laki warga Ringinjajar, Kabupaten Demak yang istrinya tengah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah KRMT Wongsonegoro (RSWN) Kota Semarang ini mengungkapkan rasa bahagianya (bingah).
"Enak di sini. Dokter dan perawatnya baik dan ramah. Meski sampai sini waktu itu jam setengah satu malam dan menggunakan kartu BPJS Kesehatan, langsung ditangani," kata Jumarianto yang duduk di salah satu kursi lengkap dengan meja dan penutup atasnya yang tersedia di salah satu sisi taman RSWN.
Tidak sekadar meja kursi, untuk memberikan rasa nyaman, RSWN juga menyediakan colokan untuk mengecharge handphone di sejumlah titik termasuk di meja yang ada di taman, fasilitas wifi gratis, bahkan pemberian sarapan nasi bungkus bagi keluarga penunggu pasien rawat inap BPJS Kesehatan kelas tiga penerima bantuan iuran (PBI) APBD, serta sajian jamu bagi pengunjung atau pasien rawat jalan.
Baca juga: BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan berkolaborasi tingkatkan kepatuhan
Pelayanan maksimal
Direktur Utama RSWN Kota Semarang Susi Herawati menegaskan seluruh layanan yang diberikan kepada para pasien juga pengunjung tersebut merupakan salah satu cara mengungkapkan rasa bahagia (bingah) pihak RSWN, karena adanya kepastian pembiayaan dari BPJS Kesehatan karena baik peserta maupun yang mandiri sama-sama membayar hanya teknik bayarnya yang berbeda.
"Kami RSWN mendapat pendapatan dari mereka. Kami pikir semua sama baik yang peserta BPJS Kesehatan maupun umum, hanya masalah teknik bayarnya. Dengan adanya BPJS Kesehatan, ada kepastian dari penjamin. Kalau dulu, saat masuk pasien menyatakan siap-siap, ternyata saat pembayaran tidak bayar dan terjadi piutang. Total piutang dari dulu sampai sekarang tercatat ada Rp1,7 miliar," kata Susi yang mengaku saat ini tengah memproses penghapusan piutang.
Setelah ada BPJS Kesehatan, lanjut Susi, maka ada kepastian jaminan pembayaran. Ditambah lagi ada cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) yang memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh masyarakat Kota Semarang, sehingga tidak lagi ada kasus piutang dan tidak ada warga yang tidak tertangani dengan alasan biaya.
"Tidak hanya orang miskin. Asalkan tidak ada asuransi lainnya, warga Kota Semarang, mau dirawat di kelas tiga, maka bisa mendapatkan kartu BPJS Kesehatan UHC. Bahkan untuk yang lagi sakit bisa langsung menggunakan kartu tersebut," kata Susi yang mengaku di RSWN tidak ada lagi warga miskin Kota Semarang yang berhutang akibat tidak bisa membayar karena telah memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Susi mengakui dengan adanya kepastian pembiayaan dari BPJS Kesehatan, tidak ada lagi kasus piutang masyarakat Kota Semarang akibat tidak mampu bayar dan RSWN terus berkembang termasuk dengan mengembalikan pendapatan yang didapat oleh rumah sakit kepada masyarakat dalam bentuk fasilitas kesehatan yang lebih baik lagi, termasuk pembangunan IGD, menghadirkan taman yang nyaman, serta fasilitas lainnya yang bersifat memanjakan pasien dan pengunjung.
RSWN, lanjut Susi, terus berusaha memberikan pelayanan yang maksimal, agar mereka yang datang bukan karena terpaksa karena dekat secara georgrafis, tetapi karena beragam pelayanan yang diberikan mulai dari kemudahan pendaftaran secara online, bisa memilih dokter, serta memilih jam, sehingga begitu tahu jam periksa bisa langsung ke tempat klinik yang dituju, dan tidak lagi ada penumpukan akibat mengantri mendaftar.
Untuk menghadirkan kenyamanan bagi pasien dan pengunjung, kini banyak titik di RSWN yang bisa menjadi tempat untuk berswafoto, apalagi saat ini banyak yang membuat konten untuk update ke sosial medianya.
Baca juga: Jadi mahasiswa baru, yuk siapkan kartu JKN
Turunan dari 7S
Tidak hanya tempat, sumber daya manusia (SDM) RSWN juga disetting untuk menghadirkan kenyamanan dengan menerapkan 5S yang kemudian bertambah lagi menjadi 7S yakni Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun, Sentuh, dan Sembuh. Dari 7s tersebut kemudian ada banyak turunan dalam penerapannya agar selalu direalisasikan termasuk rutin dilakukan pengecekan sampai dengan penyebaran kuisioner.
"Kami selalu mengingatkan 7S selain melalui WA group juga melalui tiap pagi selain hari Minggu pada morning review. Itu rutin dilakukan karena kami ingin memberikan layanan maksimal. Bahkan bagi pelanggan yang menyampaikan keluhan, kami akan memberikan hadiah, karena itu berarti bagi kami untuk terus berbenah" kata Susi.
Humas RSWN Pristiwati menceritakan RSWN pernah ada keluhan dan dirinya bertugas mencari siapa, dimana rumahnya, dan mengantarkan sendiri hadiah ke rumah pasien atau pengunjung yang menyampaikan keluhan tersebut.
"Saat itu akhirnya ketahuan kalau rumahnya di daerah Kecamatan Gunungpati dan saya baru ketemu rumahnya jam setengah satu malam. Itu kami lakukan karena keluhan atau kritik dari pelanggan adalah sangat berharga bagi kami," kata Pristiwati.
Transisi pandemi ke endemi
RSWN, kata Susi, banyak belajar dari pandemi dan terbukti bisa berubah mulai dari banyak inovasi yang diterapkan, peralihan ke paperless dari sisi administrasi dan pelaporan, sampai dengan berubahnya kebiasaan perilaku menuju hal yang lebih baik termasuk menjadikan perawat yang benar-benar bertugas sesuai jobdesk-nya.
"Pandemi memberikan kami pelajaran banyak sekali. Rumah sakit di luar negeri tidak ada pihak keluarga yang menunggu pasien dan saat pandemi itu yang diterapkan dan berhasil. Terbukti tanpa ditungguin, pasien terbukti dilayani. Kalau dulu kan keluarga takut kalau ndak ditungguin tidak dilayani, ini yang kami buktikan bahwa tanpa ditungguin, kami tetap bekerja sesuai ketentuan," kata Susi.
Bentuk transisi lainnya yang terus berlanjut, lanjut Susi, RSWN banyak beralih ke digital di antaranya pendaftaran online, dokter yang dulunya menulis resep obat pasien pakai tulisan tangan, sudah secara sistem. Selain menjadikan nol kesalahan akibat salah baca, cara tersebut sekaligus mempercepat mendapatkan obatnya.
Untuk pelaporan mengenai kondisi pasien pun, lanjut Susi, juga dilakukan secara sistem yang terhubung dengan rekam medik pasien juga ke nomor handphone keluarga pasien yang telah ditunjuk. Sementara untuk komunikasi dua arah seperti menanyakan jam visit dokter, juga disiapkan nomor handphone masing-masing kepala ruangan.
"Pada saat pandemi kami juga menyediakan videocall dengan pasien karena tidak boleh ditungguin dan itu juga masih berlaku jika diperlukan. Kami ingin seperti rumah sakit di luar negeri tanpa penunggu dan pelayanan kepada pasien tetap maksimal. Perawat tugasnya tidak hanya memberikan obat, tetapi juga mengingatkan saat waktu salat, membantu wudhu, dan melayaninya," kata Susi.
Penerapan 7S dengan tersebut diharapkan bisa menghadirkan kepercayaan pasien maupun keluarga pasien terhadap SDM rumah sakit, sehingga saat terjadi hal-hal yang kurang dapat disampaikan secara langsung dan bukan justru diblowup ke media sosial.
"Slogan kami Rawuh Lungkrah, Kondur Bingah atau datang tidak enak badan atau sakit, pulang dalam keadaan senang. Selalu kami ingatkan kepada seluruh tim kami untuk menerapkan 7S dimana pun tempatnya termasuk di kamar jenazah atau ICU, harus tetap memberikan pelayanan terbaik termasuk kepada keluarganya," kata Susi.
Terkait dengan pasien gagal pulih, Susi menambahkan rumah sakit juga menyediakan family meeting yang mempertemukan keluarga pasien dengan para pemberi asuhan keperawatan seperti ahli gizi, dokter specialis, dan tim terkait secara offline untuk menjelaskan dan mengedukasi keluarga bagaimana memberikan perawatan lanjutan kepada pasien di rumah dan hal itu ada pendampingan serta berkesinambungan.
Dan pada akhirnya dengan BPJS Kesehatan pasien bebas hutang dan rumah sakit bebas piutang. Semua menjadi senang (bingah).
Baca juga: Gempita Semawis, Apresiasi bagi para Faskes
Baca juga: Komitmen Raih UHC, Pemkab Demak tambah kuota PBI