Bupati Kudus divonis delapan tahun penjara
Semarang (ANTARA) - Bupati Nonaktif Kudus M.Tamzil dijatuhi hukuman delapan (8) tahun penjara dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi berkaitan dengan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten ini.
Hukuman yang dijatuhkan Hakim Ketua Sulistyono dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin, dua tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Selain hukuman badan, hakim juga mengharuskan terdakwa membayar denda sebesar Rp250 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti kurungan selama 4 bulan.
Baca juga: Tamzil minta hakim bebaskan dirinya dari seluruh dakwaan
Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada dakwaan pertama, hakim menyatakan terdakwa terbukti menerima suap dari Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus, Akhmad Shofian, yang totalnya mencapai Rp750 juta.
Namun, menurut dia, dari tiga kali pemberian suap tersebut, terdakwa terbukti hanya menikmati sebesar Rp350 juta. "Terdakwa hanya menerima penyerahan pertama dan kedua sebesar Rp350 juta," ujarnya.
Pada penyerahan ketiga saat OTT KPK pada Juli 2019, hakim menilai terdakwa tidak menerima uang suap tersebut karena hanya diperoleh barang bukti uang Rp145 juta yang diamankan dari mantan staf khusus bupati Agoes Soeranto dan tidak diperoleh bukti uang lainnya pada saat penggeledahan.
Adapun untuk dakwaan kedua, hakim menilai terdakwa terbukti menerima gratifikasi yang totalnya mencapai Rp1,775 miliar.
Hakim menilai tidak semua penerimaan suap oleh terdakwa sebagaimana dakwaan jaksa masuk dalam gratifikasi.
Baca juga: Bupati Kudus Tamzil dituntut 10 tahun bui, diminta kembalikan Rp3,1 miliar
Adapun gratifikasi yang diterima terdakwa langsung maupun tidak langsung tersebut berasal diperuntukkan bagi membayar kebutuhan pilkada terdakwa, THR yang berasal dari Kepala Dinas Perhubungan, serta syukuran sejumlah pejabat yang dimutasi.
Meski pemberian uang-uang tersebut tidak diterima langsung terdakwa, namun melalui staf khusus Agoes Soeranto dan ajudan Uka Wisnu Sejati, hakim menilai penerimaan uang tersebut atas sepengetahuan dan dilaporkan kepada terdakwa.
"Perbuatan terdakwa tersebut telah mencederai amanah sebagai kepala daerah. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," tuturnya.
Dalam putusannya, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa yang pernah dihukum dalam kasus korupsi pada 2015 lalu itu. Hukuman tambahan yang dijatuhkan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2,125 miliar.
Selain itu, pengadilan juga mencabut hak terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun, terhitung setelah terdakwa selesai menjalani masa hukuman. Atas putusan tersebut, terdakwa M.Tamzil langsung menyatakan banding.
Baca juga: Bupati Tamzil tegaskan tidak pernah di-OTT KPK
Baca juga: Perkara suap mutasi jabatan, staf khusus Bupati Kudus dituntut 6 tahun
Hukuman yang dijatuhkan Hakim Ketua Sulistyono dalam sidang di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin, dua tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa.
Selain hukuman badan, hakim juga mengharuskan terdakwa membayar denda sebesar Rp250 juta yang jika tidak dibayarkan maka akan diganti kurungan selama 4 bulan.
Baca juga: Tamzil minta hakim bebaskan dirinya dari seluruh dakwaan
Hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 11 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pada dakwaan pertama, hakim menyatakan terdakwa terbukti menerima suap dari Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus, Akhmad Shofian, yang totalnya mencapai Rp750 juta.
Namun, menurut dia, dari tiga kali pemberian suap tersebut, terdakwa terbukti hanya menikmati sebesar Rp350 juta. "Terdakwa hanya menerima penyerahan pertama dan kedua sebesar Rp350 juta," ujarnya.
Pada penyerahan ketiga saat OTT KPK pada Juli 2019, hakim menilai terdakwa tidak menerima uang suap tersebut karena hanya diperoleh barang bukti uang Rp145 juta yang diamankan dari mantan staf khusus bupati Agoes Soeranto dan tidak diperoleh bukti uang lainnya pada saat penggeledahan.
Adapun untuk dakwaan kedua, hakim menilai terdakwa terbukti menerima gratifikasi yang totalnya mencapai Rp1,775 miliar.
Hakim menilai tidak semua penerimaan suap oleh terdakwa sebagaimana dakwaan jaksa masuk dalam gratifikasi.
Baca juga: Bupati Kudus Tamzil dituntut 10 tahun bui, diminta kembalikan Rp3,1 miliar
Adapun gratifikasi yang diterima terdakwa langsung maupun tidak langsung tersebut berasal diperuntukkan bagi membayar kebutuhan pilkada terdakwa, THR yang berasal dari Kepala Dinas Perhubungan, serta syukuran sejumlah pejabat yang dimutasi.
Meski pemberian uang-uang tersebut tidak diterima langsung terdakwa, namun melalui staf khusus Agoes Soeranto dan ajudan Uka Wisnu Sejati, hakim menilai penerimaan uang tersebut atas sepengetahuan dan dilaporkan kepada terdakwa.
"Perbuatan terdakwa tersebut telah mencederai amanah sebagai kepala daerah. Terdakwa tidak mengakui perbuatannya," tuturnya.
Dalam putusannya, hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan kepada terdakwa yang pernah dihukum dalam kasus korupsi pada 2015 lalu itu. Hukuman tambahan yang dijatuhkan berupa pembayaran uang pengganti kerugian negara sebesar Rp2,125 miliar.
Selain itu, pengadilan juga mencabut hak terdakwa untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun, terhitung setelah terdakwa selesai menjalani masa hukuman. Atas putusan tersebut, terdakwa M.Tamzil langsung menyatakan banding.
Baca juga: Bupati Tamzil tegaskan tidak pernah di-OTT KPK
Baca juga: Perkara suap mutasi jabatan, staf khusus Bupati Kudus dituntut 6 tahun