Cukup bagus, pengelolaan Dana Desa di Kudus
Saat ini memang ada upaya pemerintah mengevaluasi aturan untuk lebih disederhanakan dan disempurnakan
Kudus (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Jawa Tengah menilai pengelolaan Dana Desa di Kabupaten Kudus tergolong cukup bagus karena belum ada temuan hingga harus diproses ke ranah hukum.
"Karena dana desa sudah berlangsung beberapa tahun, tentunya sudah ada perbaikan. Hingga kini memang belum ada temuan yang mengarah pengelolaan dana desa yang kurang baik," ujar kata Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jateng Ayub Amali usai Sosialisasi peran, tugas, dan fungsi BPK dan DPR dalam pengawasan pengelolaan Dana Desa di Pendopo Kabupaten Kudus, Kamis.
Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan Pemkab Kudus yang mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) karena dianggap mampu menyajikan laporan keuangan dengan capaian tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah.
Apabila laporan keuangan desa terjadi permasalahan, maka opini WTP yang selama ini diperoleh Pemkab Kudus akan turun.
Dalam melakukan pengawasan laporan keuangan pemerintah desa, BPK memang tidak bisa mengawasi secara menyeluruh karena keterbatasan personel.
Terkait dengan laporan keuangan yang disusun dengan baik dan lengkap, kata dia, memang tidak menutup kemungkinkan terjadinya penyalahgunaan keuangan desa.
"Kalaupun dalam hal pembukuan sudah teridentifikasi, tentunya akan ditelusuri karena Tim Audit BPK juga sudah berpengalaman dan biasanya memang memiliki kecurigaan terhadap hal-hal yang menyimpang," ujarnya.
Apabila administrasinya tidak lengkap, maka Dana Desa yang ditransfer ke desa harus dikembalikan terlebih dahulu ke kas daerah.
Terkait dengan laporan keuangan desa yang dinilai terlalu rumit, katanya, memang sudah ada usulan untuk lebih disederhanakan mengingat kualitas sumber daya manusia (SDM) di tingkat desa belum ada pemerataan.
Selain itu, kata dia, pemerintah desa juga harus mengikuti aturan yang cukup banyak karena ada dari Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, hingga Kementerian Keuangan.
"Saat ini memang ada upaya pemerintah mengevaluasi aturan untuk lebih disederhanakan dan disempurnakan. Peraturan dari Kementerian Desa memang melalui pertimbangan BPK, sedangkan permendagri dan permenkeu tidak melalui pertimbangan BPK," ujarnya.
Terkait dengan hal itu, katanya, sudah ada usulan kepada presiden untuk dievaluasi dan kaji ulang.
Meskipun aturannya cukup banyak dan cenderung tumpang tindih, dia mengingatkan pemerintah desa tetap mematuhi dan memahaminya.
Bahan evaluasi lainnya, yakni terkait dengan alokasi anggaran yang diterima masing-masing desa juga diusulkan untuk tidak disamaratakan karena masing-masing desa memiliki kebutuhan anggaran berbeda-beda.
"Ada desa yang dengan jumlah keluarga sedikit, justru alokasi dana yang diterima sama dengan desa lain yang memiliki jumlah keluarga yang lebih banyak," ujarnya.
Seharusnya, kata dia, pembagiannya mempertimbangkan sejumlah faktor, salah satunya terkait dengan kemiskinan sehingga alokasi yang akan diterima masing-masing desa berbeda-beda.
Beberapa kepala desa yang menghadiri sosialisasi tersebut, mempertanyakan regulasi yang terlalu banyak dari beberapa kementerian, sedangkan tujuan utama Dana Desa untuk menyejahterakan masyarakat.
Muncul pula usulan agar penggunaan Dana Desa ada keleluasaan, terutama untuk desa di wilayah perkotaan dengan kondisi infrastruktur cukup baik, sehingga banyak desa di perkotaan tidak bisa memanfaatkan Dana Desa secara optimal.
"Karena dana desa sudah berlangsung beberapa tahun, tentunya sudah ada perbaikan. Hingga kini memang belum ada temuan yang mengarah pengelolaan dana desa yang kurang baik," ujar kata Kepala BPK Perwakilan Provinsi Jateng Ayub Amali usai Sosialisasi peran, tugas, dan fungsi BPK dan DPR dalam pengawasan pengelolaan Dana Desa di Pendopo Kabupaten Kudus, Kamis.
Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan Pemkab Kudus yang mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) karena dianggap mampu menyajikan laporan keuangan dengan capaian tertinggi dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah.
Apabila laporan keuangan desa terjadi permasalahan, maka opini WTP yang selama ini diperoleh Pemkab Kudus akan turun.
Dalam melakukan pengawasan laporan keuangan pemerintah desa, BPK memang tidak bisa mengawasi secara menyeluruh karena keterbatasan personel.
Terkait dengan laporan keuangan yang disusun dengan baik dan lengkap, kata dia, memang tidak menutup kemungkinkan terjadinya penyalahgunaan keuangan desa.
"Kalaupun dalam hal pembukuan sudah teridentifikasi, tentunya akan ditelusuri karena Tim Audit BPK juga sudah berpengalaman dan biasanya memang memiliki kecurigaan terhadap hal-hal yang menyimpang," ujarnya.
Apabila administrasinya tidak lengkap, maka Dana Desa yang ditransfer ke desa harus dikembalikan terlebih dahulu ke kas daerah.
Terkait dengan laporan keuangan desa yang dinilai terlalu rumit, katanya, memang sudah ada usulan untuk lebih disederhanakan mengingat kualitas sumber daya manusia (SDM) di tingkat desa belum ada pemerataan.
Selain itu, kata dia, pemerintah desa juga harus mengikuti aturan yang cukup banyak karena ada dari Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, hingga Kementerian Keuangan.
"Saat ini memang ada upaya pemerintah mengevaluasi aturan untuk lebih disederhanakan dan disempurnakan. Peraturan dari Kementerian Desa memang melalui pertimbangan BPK, sedangkan permendagri dan permenkeu tidak melalui pertimbangan BPK," ujarnya.
Terkait dengan hal itu, katanya, sudah ada usulan kepada presiden untuk dievaluasi dan kaji ulang.
Meskipun aturannya cukup banyak dan cenderung tumpang tindih, dia mengingatkan pemerintah desa tetap mematuhi dan memahaminya.
Bahan evaluasi lainnya, yakni terkait dengan alokasi anggaran yang diterima masing-masing desa juga diusulkan untuk tidak disamaratakan karena masing-masing desa memiliki kebutuhan anggaran berbeda-beda.
"Ada desa yang dengan jumlah keluarga sedikit, justru alokasi dana yang diterima sama dengan desa lain yang memiliki jumlah keluarga yang lebih banyak," ujarnya.
Seharusnya, kata dia, pembagiannya mempertimbangkan sejumlah faktor, salah satunya terkait dengan kemiskinan sehingga alokasi yang akan diterima masing-masing desa berbeda-beda.
Beberapa kepala desa yang menghadiri sosialisasi tersebut, mempertanyakan regulasi yang terlalu banyak dari beberapa kementerian, sedangkan tujuan utama Dana Desa untuk menyejahterakan masyarakat.
Muncul pula usulan agar penggunaan Dana Desa ada keleluasaan, terutama untuk desa di wilayah perkotaan dengan kondisi infrastruktur cukup baik, sehingga banyak desa di perkotaan tidak bisa memanfaatkan Dana Desa secara optimal.