Gagasan sekolah 5 hari dalam sepekan kembali bergema. Kali ini dilontarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi yang baru saja menempati jabatan tersebut menggantikan Anies Baswedan.
Muhadjir menjelaskan pentingnya pendidikan 5 hari sekolah (full day school) untuk jenjang SD dan SMP karena sebagian besar orang tua, terutama di perkotaan, juga bekerja 5 hari dalam sepekan.
Dengan demikian, orang tua bisa berangkat bersama anaknya, begitu pula ketika pulang pada sore bisa bersama anak-anak lagi. Lebih dari itu, dengan libur 2 hari (Sabtu dan Minggu), anak dan orang tua memiliki waktu berharga lebih panjang.
Durasi pertemuan fisik sesama anggota keluarga di zaman sekarang ini memang sebuah kemewahan. Fenomena umum bahwa ayah dan ibu di perkotaan banyak yang bekerja sehingga mereka baru bisa berjumpa dengan anak-anak pada petang bahkan malam hari di kala kelelahan fisik dan psikis mereka berada di puncak.
Sementara itu, jam belajar reguler anak-anak berakhir pada pukul 13.00. Padahal, rata-rata jam bekerja orang tua mereka berakhir pada pukul 16.00. Ada sisa waktu 3 jam yang sulit dikontrol oleh sekolah dan orang tua.
Bila rencana full day school terealisasi, sekolah bisa mengisi dengan materi yang memperkuat karakter siswa. Masa SD dan SMP merupakan persemaian yang bagus untuk menanamkan benih-benih etika.
Akan tetapi, sejauh ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan masih perlu dikaji lagi kendati argumen yang disampaikan mencerminkan gambaran yang realistis atas keluarga masa kini yang kekurangan waktu berbagi bersama keluarga.
Ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan sebelum 5 hari sekolah diterapkan. Keberadaan siswa sampai sore berarti tambahan biaya bagi orang tua karena anak harus makan siang di luar rumah.
Dari sisi infrastruktur, juga perlu disiapkan. Jam kerja yang relatif sama antara siswa SD dan SMP dengan kaum pekerja dikhawatirkan menyebabkan beban angkutan umum bertambah berat karena jam sibuk di jalan raya perkotaan menumpuk pada pagi dan sore.
Faktor lain yang perlu diperhatikan yakni keberadaan madrasah diniyah. Sekolah agama Islam ini biasanya berlangsung pukul 14.00-17.00, yang siswanya sebagian besar adalah mereka yang menuntut ilmu di sekolah uimum pada pagi hingga siang. Bila sekolah 5 hari diterapkan secara nasional, hampir dipastikan ribuan madrasah diniyah ini bakal tutup karena kehabisan siswa. Juga puluhan ribu taman pendidikan al Quran yang berlangsung pada sore hari bakal sepi.
Di perkotaan, keberadaan madrasah diniyah ini memang kian sedikit. Namun di kota kecil, daerah, dan perdesaan jumlah madrasah diniyah ini masih banyak dan keberadaanya telah memberi nilai lebih di bidang keagamaan Islam bagi siswa.
Oleh karena itu, sebelum diterapkan secara nasional, alangkah bijaknya bila Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengkajian secara menyeluruh. Saran Wakil Presiden M. Jusuf Kalla agar Mendikbud membuat sekolah percontohan sekolah 5 hari dalam sepekan itu patut dipertimbangkan.
Kita berharap proyek percontohan tersebut tetap dilandasi pertimbangan matang dan komprehensif, agar peserta didik tidak menjadi korban uji coba sistem pendidikan. ***