Hotman Paris Simpulkan Enam Fakta Pembunuhan Engeline
"Dari hasil pemantauan hakim, jaksa dan dua saksi ke lokasi kejadian tadi, saya menyimpulkan ada enam fakta penting yang terungkap jelas," ujar pengacara itu, di Denpasar.
Ia menjelaskan, fakta pertama pada 26 Mei 2015 sejak agus meninggalkan rumah majikannya itu, Margrit yang memberikan makan ayamnya dan mengetahui bahwa lubang tempat ditemukan jenazahnya Engeline sudah tertutup rapi.
"Artinya tidak mungkin terdakwa Margrit tidak mengetahui bahwa ada jenazah terkubur ditempat itu dan lubang yang sebelumnya terbuka, sudah tertutup rapi," ujarnya.
Fakta kedua, lubang tempat ditemukannya Engeline terkubur itu bukan tempat sampah yang dinyatakan kuasa hukum terdakwa Margrit, karena jarak tempat sampah dari halaman rumah Margrit cukup jauh.
"Sangatlah tidak masuk akal sejak 16 Mei Hingga 10 Juni 2015, terdakwa tidak mengetahui bahwa ada jenazah anaknya terkubur di dalam lubang itu," ujarnya.
Fakta ketiga, keterangan saksi polisi menyatakan menemukan mayat Engeline saat dilakukan penggalian dengan kedalaman 10 centimeter, artinya Margrit mengetahui adanya bau busuk dari tempat terkuburnya jenazah.
Fakta keempat, pada lokasi penguburan jenazah Engeline terlihat ada genangan air, padahal saat itu Bali dalam kondisi cuaca yang cerah, artinya ada seseorang yang dengan sengaja menyiram kuburan itu untuk menghilangkan bau yang menyengat itu.
Fakta kelima, terdakwa Hamdamay justru membela Engeline saat dimarahi ibu angkatnya Margrit Megawe dan pada 16 Mei 2015 sebelum Engeline dinyatakan menghilang saksi Susiani yang melihat korban menari-nari disampingnya Agustay, artinya korban tidak takut dengan terdakwa dan adanya kedekatan.
"Artinya tidak ada pemerkosa yang dilakukan oleh terdakwa Agustay," katanya.
Fakta keenam, saat sebelum korban dinyatakan menghilang, Hamdamay melihat telinga dan hidungnya berdarah, sehingga bercerita kepada saksi Susiani dan mengatakab bahwa kasian melihat korban dipukul ibunya.
"Sangatlah tidak masuk akal Agustay membunuh Engeline ke esokan harinya yang secara jelas membela korban," ujarnya.
Ia juga menambahkan, saksi Susiani sering mendengar teriakan korban saat dipukuli ibunya dan berteriak kesakitan.
Selain itu, apabila memang benar Margrit sayang terhadap korban, sangatlah tidak pantas membiarkan seorang anak kecil berusia delapan tahun berjalan kaki menuju sekolah sejauh 3 kilometer, dengan kondisi jalan yang sangat ramai kendaraan bermotor.
Ia menjelaskan, fakta pertama pada 26 Mei 2015 sejak agus meninggalkan rumah majikannya itu, Margrit yang memberikan makan ayamnya dan mengetahui bahwa lubang tempat ditemukan jenazahnya Engeline sudah tertutup rapi.
"Artinya tidak mungkin terdakwa Margrit tidak mengetahui bahwa ada jenazah terkubur ditempat itu dan lubang yang sebelumnya terbuka, sudah tertutup rapi," ujarnya.
Fakta kedua, lubang tempat ditemukannya Engeline terkubur itu bukan tempat sampah yang dinyatakan kuasa hukum terdakwa Margrit, karena jarak tempat sampah dari halaman rumah Margrit cukup jauh.
"Sangatlah tidak masuk akal sejak 16 Mei Hingga 10 Juni 2015, terdakwa tidak mengetahui bahwa ada jenazah anaknya terkubur di dalam lubang itu," ujarnya.
Fakta ketiga, keterangan saksi polisi menyatakan menemukan mayat Engeline saat dilakukan penggalian dengan kedalaman 10 centimeter, artinya Margrit mengetahui adanya bau busuk dari tempat terkuburnya jenazah.
Fakta keempat, pada lokasi penguburan jenazah Engeline terlihat ada genangan air, padahal saat itu Bali dalam kondisi cuaca yang cerah, artinya ada seseorang yang dengan sengaja menyiram kuburan itu untuk menghilangkan bau yang menyengat itu.
Fakta kelima, terdakwa Hamdamay justru membela Engeline saat dimarahi ibu angkatnya Margrit Megawe dan pada 16 Mei 2015 sebelum Engeline dinyatakan menghilang saksi Susiani yang melihat korban menari-nari disampingnya Agustay, artinya korban tidak takut dengan terdakwa dan adanya kedekatan.
"Artinya tidak ada pemerkosa yang dilakukan oleh terdakwa Agustay," katanya.
Fakta keenam, saat sebelum korban dinyatakan menghilang, Hamdamay melihat telinga dan hidungnya berdarah, sehingga bercerita kepada saksi Susiani dan mengatakab bahwa kasian melihat korban dipukul ibunya.
"Sangatlah tidak masuk akal Agustay membunuh Engeline ke esokan harinya yang secara jelas membela korban," ujarnya.
Ia juga menambahkan, saksi Susiani sering mendengar teriakan korban saat dipukuli ibunya dan berteriak kesakitan.
Selain itu, apabila memang benar Margrit sayang terhadap korban, sangatlah tidak pantas membiarkan seorang anak kecil berusia delapan tahun berjalan kaki menuju sekolah sejauh 3 kilometer, dengan kondisi jalan yang sangat ramai kendaraan bermotor.