Perjalanan jauh nan melelahkan -- kadang juga harus bertaruh nyawa di jalan raya -- ditempuh demi bertemu dengan orang tua, sanak keluarga, dan mengenang masa lalu di kampung halaman.
Ritual mudik sesungguhnya bukan sesuatu yang gampang di zaman jalanan darat, laut, dan udara kian padat. Ratusan jiwa melayang di jalanan setiap masa mudik dan balik Lebaran. Korban jiwa pada arus mudik dan balik Lebaran 2012 tercatat 908 jiwa. Lalu menurun sekitar 700-an pada Lebaran 2013.
Sungguh jumlah korban jiwa yang sangat banyak. Hanya dalam waktu sekitar dua pekan, ratusan nyawa melayang di jalanan begitu saja. Rasanya, harga nyawa manusia terasa lebih murah pada saat arus mudik dan balik setiap Lebaran.
Padahal tujuan utama mereka sebenarnya untuk "sungkem" orang tua, berbagi cerita dan bahagia kepada saudara, tetangga dan kawan lama, serta sedikit bernostalgia.
Mudik Lebaran merupakan peristiwa budaya paling akbar di Indonesia. Pada menjelang dan beberapa hari sesudah Lebaran, kota-kota besar tiba-tiba melengang ditinggalkan warga yang pulang kampung. Pada mudik Lebaran 2014, diperkirakan 28 Juta penduduk Indonesia mudik.
Sungguh peristiwa migrasi luar biasa besar dalam rentang waktu yang hanya sepekan. Semua itu menambah berat beban sarana dan prasarana transportasi.
Dengan bertambahnya kendaraan bermotor, sedangkan panjang dan lebar jalan relatif stagnan, melintas jalan raya dengan jarak tempuh jauh dan berwaktu lama tentu sangat berisiko. Parahnya, perilaku patuh aturan lalu lintas dari waktu ke waktu masih tetap buruk. Oleh karena itu, jalanan sekarang seolah berubah menjadi "killing field" alias ladang pembantaian.
Pemerintah menyadari ancaman mengerikan tersebut. Berbagai upaya ditempuh. Hampir semua jalan menjelang ritual mudik dipermak, minimal, ditambal. Soal setelah arus mudik dan balik permukan kembali rusak, itu lain soal. Armada bus ditambah.
Gerbong kereta api juga diperbanya. Frekuensi penerbangan juga ditambah. Namun, ancaman mati sia-sia dalam perjalanan selama musim mudik tetap tinggi. Mengapa bisa begitu? Mungkin sebagian kecil disebabkan faktor eksternal, misalnya, cuaca ekstrem. Selebihnya adalah faktor mentalitas.
Ceroboh dan mental menerabas, meminjam istilah antropolog Kuntjaraningrat, cenderung mendominasi menjadi penyebab kecelakaan yang berakhir di liang lahat. Kebiasaan buruk lain yakni menguatnya budaya "biarin" alias pembiaran.
Pembiaran angkutan umum yang sebenarnya tak layak pakai tapi diloloskan dalam uji kendaraan, masih saja terjadi. Banyak angkutan umum dalam kondisi jelek dan membahayakan keselamatan penumpang dibiarkan beroperasi.
Karena berisiko dan mutu pelayanan angkutan umum juga masih buruk, banyak orang memilih menggunakan mobil atau sepeda motor. Tentu bukan solusi yang didapat oleh negara. Beban subsidi harga BBM kian melambung, sekitar Rp300 triliun pada 2014. Angka kecelakaan di jalan raya juga bakal bertambah karena selama ini nyaris tidak ada perubahan perilaku yang lebih baik di jalan raya.
Terlalu sering warga menyaksikan betapa banyak bus antarkota antarprovinsi (AKAP) mengebut dan ugal-ugalan di jalan raya. Namun tdak ada upaya menjerakan dari aparat untuk pengemudi bus tersebut, misalnya, dengan menilang atau mengandangkan bus.
Sebagian bus yang sebenarnya tak laik juga masih dibiarkan "mengaspal" di jalan dengan taruhan nyawa puluhan penumpang. Apa susahnya polisi menyetop bus ugal-ugalan lalu mengandangkannya demi keselamatan jiwa penumpang.
Menghadapi ulah pengemudi berbahaya seperti itu, pilihannya hanya satu: tindakan tegas aparat. Jangan pernah membenarkan bahwa kecelakaan yang dipicu oleh ugal-ugalan sang sopir itu sebagai musibah sehingga tidak bisa dicegah.
Hidup dan mati memang di tangan Tuhan. Namun, rendahnya kecelakaan lalu lintas dan sedikitnya korban di jalanan di negara-negara beradab, membuktikan bahwa Tuhan selalu memberi tempat terhormat bagi umat yang tidak bertindak ceroboh. Tuhan juga menyayangi umat yang selalu menghargai hidup.
Saatnya lebih santun di jalan. Jumlah korban di jalan sudah terlalu banyak. Cukup adalah cukup.
Berita Terkait
Jokowi imbau siapa pun yang menang jangan jemawa
Rabu, 27 November 2024 12:21 Wib
DPD RI: Masyarakat jangan terpengaruh politik uang
Senin, 25 November 2024 8:53 Wib
Gubernur Jateng: Jangan picu kegaduhan di masa tenang
Senin, 25 November 2024 8:53 Wib
Kapolri minta masyarakat Jateng jangan terprovokasi
Rabu, 20 November 2024 22:18 Wib
GP Ansor Semarang : Jangan politisasi isu agama untuk pilkada
Selasa, 19 November 2024 22:26 Wib
Rhenald Kasali: Jangan pernah berhenti melakukan "learning"
Rabu, 13 November 2024 19:36 Wib
Pengamat: Penerapan kembali UN jangan bawa sistem lama
Jumat, 8 November 2024 16:38 Wib
Penataan organisasi Kemenkumham, Tejo: Jangan alergi perubahan
Senin, 4 November 2024 8:41 Wib