DPD RI: Masyarakat jangan terpengaruh politik uang
Semarang (ANTARA) - Wakil Ketua Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Dr Muhdi mengimbau masyarakat agar tidak terpengaruh dengan politik uang yang berpotensi terjadi menjelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024.
"Ini masa kritis, artinya masa tenang bisa saja tidak ada kampanye terbuka, tapi pelanggaran-pelanggaran lain mungkin terjadi. Yang sangat kami khawatirkan adalah politik uang," katanya, di Semarang, Minggu.
Hal tersebut disampaikan Muhdi saat melakukan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang merupakan hasil kerja sama MPR RI dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Semarang.
Menurut dia, politik uang dimungkinkan terjadi menjelang pencoblosan yang dikhawatirkan bisa memengaruhi pilihan masyarakat sehingga berharap kontestan tidak melakukannya.
Namun, ia mengajak masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang sesuai dengan hati nurani tanpa terpengaruh dengan politik uang.
"Pada masyarakat di Jawa Tengah, kabupaten/kota, marilah gunakan pesta demokrasi untuk memilih pimpinan daerah dengan sebaik-baiknya untuk masa depan dan kesejahteraan yang lebih baik," katanya.
Pemimpin, kata dia, adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam upaya mencapai tujuan bersama, yakni menjadi daerah yang sejahtera, adil, dan makmur.
"Maka saya berharap manfaatkan waktu untuk memilih sesuai dengan hati nurani. Jangan sia-siakan hak untuk memilih (tidak sesuai hati nurani, red.)," katanya.
Muhdi juga berharap Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjalankan tugasnya dalam penyelenggaraan pilkada dengan baik.
Kepada pasangan calon yang berkontestasi, ia juga mengimbau agar berkompetisi secara sehat dengan tidak melakukan pelanggaran yang justru akan merugikan diri sendiri.
Ia menegaskan bahwa sudah ada pasangan calon yang didiskualifikasi dari kepesertaan pilkada karena melakukan pelanggaran, sehingga harus menjadi pembelajaran bagi pasangan calon lainnya.
"Menurut saya (diskualifikasi) juga merugikan mereka dan saya harap ini tidak terjadi. Bisa saja sekarang terbebas tapi setelah ini masih bisa digugat. Jadi, malah merugikan, sudah bekerja keras, tapi melakukan pelanggaran," katanya.
Selain itu, Muhdi yang juga mantan Rektor Universitas PGRI Semarang (Upgris) tersebut juga menekankan soal netralitas aparatur sipil negara (ASN), kepala desa, kepolisian, dan TNI dalam penyelenggaraan pilkada.
"Kami berharap netralitas tidak hanya ASN, tetapi juga polisi, militer termasuk kepala desa untuk memposisikan sebagai aparat untuk negara, sebagai pejabat negara," katanya.
Baca juga: DPD: Kontestan pilkada perlu bantu penertiban APK
"Ini masa kritis, artinya masa tenang bisa saja tidak ada kampanye terbuka, tapi pelanggaran-pelanggaran lain mungkin terjadi. Yang sangat kami khawatirkan adalah politik uang," katanya, di Semarang, Minggu.
Hal tersebut disampaikan Muhdi saat melakukan sosialisasi Empat Pilar Kebangsaan yang merupakan hasil kerja sama MPR RI dengan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Semarang.
Menurut dia, politik uang dimungkinkan terjadi menjelang pencoblosan yang dikhawatirkan bisa memengaruhi pilihan masyarakat sehingga berharap kontestan tidak melakukannya.
Namun, ia mengajak masyarakat untuk memilih calon pemimpin yang sesuai dengan hati nurani tanpa terpengaruh dengan politik uang.
"Pada masyarakat di Jawa Tengah, kabupaten/kota, marilah gunakan pesta demokrasi untuk memilih pimpinan daerah dengan sebaik-baiknya untuk masa depan dan kesejahteraan yang lebih baik," katanya.
Pemimpin, kata dia, adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam upaya mencapai tujuan bersama, yakni menjadi daerah yang sejahtera, adil, dan makmur.
"Maka saya berharap manfaatkan waktu untuk memilih sesuai dengan hati nurani. Jangan sia-siakan hak untuk memilih (tidak sesuai hati nurani, red.)," katanya.
Muhdi juga berharap Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menjalankan tugasnya dalam penyelenggaraan pilkada dengan baik.
Kepada pasangan calon yang berkontestasi, ia juga mengimbau agar berkompetisi secara sehat dengan tidak melakukan pelanggaran yang justru akan merugikan diri sendiri.
Ia menegaskan bahwa sudah ada pasangan calon yang didiskualifikasi dari kepesertaan pilkada karena melakukan pelanggaran, sehingga harus menjadi pembelajaran bagi pasangan calon lainnya.
"Menurut saya (diskualifikasi) juga merugikan mereka dan saya harap ini tidak terjadi. Bisa saja sekarang terbebas tapi setelah ini masih bisa digugat. Jadi, malah merugikan, sudah bekerja keras, tapi melakukan pelanggaran," katanya.
Selain itu, Muhdi yang juga mantan Rektor Universitas PGRI Semarang (Upgris) tersebut juga menekankan soal netralitas aparatur sipil negara (ASN), kepala desa, kepolisian, dan TNI dalam penyelenggaraan pilkada.
"Kami berharap netralitas tidak hanya ASN, tetapi juga polisi, militer termasuk kepala desa untuk memposisikan sebagai aparat untuk negara, sebagai pejabat negara," katanya.
Baca juga: DPD: Kontestan pilkada perlu bantu penertiban APK