Berimbas pada caleg
Calon anggota legislatif, baik tingkat pusat (DPR RI), tingkat DPRD provinsi, maupun tingkat DPRD kabupaten/kota, yang berada di nomor urut "sepatu" atau paling buntut tentu akan berimbas. Pasalnya, dalam sistem proposional tertutup, nomor urut ini sangat menentukan tingkat keterpilihan calon anggota legislatif.
Apabila masih menerapkan proporsional terbuka, kursi wakil rakyat akan diberikan kepada caleg peraih suara terbanyak. Dalam sistem ini, pemilih bisa mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik, dan/atau nama calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota.
Dalam sistem proporsional tertutup, pemilih cukup mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar parpol peserta pemilu anggota legislatif.
Apabila terjadi perubahan dari proporsional terbuka menjadi ke proporsional tertutup, maka kalkulasi politik kemungkinan akan bergeser pada caleg nomor urut atas agar parpolnya meraih suara terbanyak di setiap daerah pemilihan (dapil), atau tidak semua caleg berlomba-lomba untuk meraih suara paling banyak agar mereka terpilih.
Jika pada pemilu mendatang menerapkan sistem proporsional tertutup, tentunya akan mengubah desain surat suara. Dalam sistem ini hanya menampilkan nomor atau tanda gambar partai politik peserta pemilu, sementara pemilih tidak perlu melihat urutan nama caleg, tinggal coblos gambar parpol.
Begitu pula kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) lebih memudahkan dalam penghitungan hasil pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS) ketimbang sistem proporsional terbuka.
Mengenai jumlah surat suara bergantung pada daftar pemilih tetap (DPT). Pada Pemilu 2019, misalnya, pencetakan surat suara dilebihkan sebanyak 2 persen di setiap TPS yang ada.
Kembali lagi bahwa apa pun putusan MK terkait dengan sistem pemilihan, pemilu mendatang tetap berlangsung dengan hari pencoblosan sesuai dengan jadwal pada hari Rabu, 14 Februari 2024.