Semarang (ANTARA) - Perbaikan data secara menyeluruh harus dilakukan agar bisa menjadi dasar pengambilan keputusan yang tepat dalam proses pengendalian COVID-19 di Tanah Air.
"Saya menyambut baik adanya upaya perbaikan data kematian akibat COVID-19 yang dilakukan pemerintah, agar sejumlah upaya pengendalian COVID-19 lebih tepat sasaran," kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulis yang diterima di Semarang, Kamis (12/8).
Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Jodi Mahardi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (11/8), menjelaskan perihal tak dimasukkannya angka kematian dalam asesmen level Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Karena, menurut Jodi, ditemukan banyak angka kematian yang ditumpuk-tumpuk, atau dicicil pelaporannya, sehingga dilaporkan terlambat. Jadi, tambahnya, terjadi distorsi atau bias pada analisis, sehingga sulit menilai perkembangan situasi satu daerah.
Menurut Lestari, bila distorsi data kematian disebabkan terjadi keterlambatan pelaporan, patut diduga pelaporan indikator pengendalian COVID-19 lainnya seperti data kasus positif, angka kesembuhan, dan kasus aktif bisa mengalami hal yang sama.
Sehingga, Rerie, sapaan akrab Lestari, menyarankan untuk memperbaiki data secara menyeluruh agar data yang ada mencerminkan kondisi lapangan sesungguhnya, sehingga upaya pengendalian COVID-19 secara nasional dapat dilakukan lebih terukur dan terarah.
Selain itu, tambah Rerie, peningkatan pemahaman dan kompetensi para petugas pelaksana di lapangan dalam pengambilan dan pengolahan data juga harus dilakukan, agar kualitas data yang dihasilkan jauh lebih baik.
Karena, menurut anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, produk data yang dihasilkan itu tidak hanya dipengaruhi oleh konsistensi input data semata.
Secara teknis, ujar Rerie, keakuratan data sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor antara lain kelayakan jumlah sampel yang diambil, metode pengambilan sampelnya dan konsistensi kriteria sampel yang diambil, serta kompetensi pelaksananya.
Sehingga, ujar Rerie, dengan jumlah sampel yang diambil lebih rendah daripada jumlah yang seharusnya saja misalnya, juga berpotensi menghasilkan data yang kurang akurat.
Jadi bila jumlah sampel yang diambil kurang memadai ditambah lagi dengan metode pencatatan yang tidak konsisten, menurut Rerie, bisa jadi data yang dihasilkan sangat bias sehingga akan sangat menyulitkan upaya-upaya pengendalian COVID-19 secara nasional.
Karena itu, tegas Rerie, upaya perbaikan data dalam penanggulangan COVID-19 ini harus dilakukan secara menyeluruh, sehingga dasar pengambilan kebijakan di masa datang bisa lebih akurat menggambarkan kondisi lapangan sesungguhnya.
Rerie sangat berharap, upaya perbaikan data ini bisa segera dituntaskan sehingga permasalahan yang terjadi di lapangan bisa segera diatasi dan tidak terus berulang.
Karena, tegasnya, dengan data yang akurat, langkah yang tepat, penyebaran COVID-19 di tanah air bisa segera terkendali.***