Jakarta (ANTARA) - Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) DPRD DKI Jakarta melalui ketua fraksinya, Gembong Warsono, menyebut salah satu anggota fraksinya, Jhonny Simanjuntak masuk data penerima bantuan sosial (bansos) merupakan bukti bahwa pendataan di Jakarta bermasalah.
"Sudah disampaikan sebelumnya pendataan harus betul-betul diperhatikan supaya tidak salah sasaran. Tapi ternyata hal itu masih terjadi dan kebetulan yang tercatat menerima Bansos dari Pemprov DKI adalah salah satu anggota Fraksi PDIP yaitu Pak Jhonny Simanjuntak. Itu artinya Pemprov DKI belum terlalu memperhatikan masalah pendataan. Padahal itu sudah diingatkan banyak pihak sebelumnya," kata Gembong saat dihubungi di Jakarta, Rabu.
Gembong sendiri mengaku sangat mengapresiasi sikap Jhonny Simanjuntak yang mengonfirmasi pada dirinya bahwa dia akan menolak pemberian bantuan sosial tersebut
"Kami mengapresiasi sikap Pak Jhonny yang rencananya akan menolak bansos dengan alasan masih banyak warga lain yang membutuhkan bantuan tersebut. Dan memang pekerjaannya sebagai anggota dewan bukan termasuk salah satu kriteria yang patut mendapatkan bansos," ujar dia.
Baca juga: Kapolda Jateng minta masyarakat lapor polisi atau tentara kalau ada yang ajak rusuh
Jhonny yang bukan termasuk kategori penerima bansos sendiri, diketahui masuk sebagai penerima bansos untuk Kelurahan Lagoa, Koja, Jakarta Utara. Karenanya, Gembong mendesak agar Pemprov DKI Jakarta segera melakukan verifikasi pendataan warga yang layak mendapatkan bansos.
"Harus dicek dengan benar. Jangan sampai warga yang berhak menerima bantuan justru tidak menerima," tutur Gembong.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengakui banyak warga yang belum dapat bantuan sosial (bansos) dan banyak yang tidak tepat sasaran.
Menurut Anies yang berbicara di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/4), hal tersebut dikarenakan data yang tidak sempurna dan menurut Anies hal tersebut biasa terjadi di Indonesia yang menurutnya hampir tidak mungkin menemukan data yang super akurat.
Baca juga: 408 PKL di Kudus peroleh bantuan beras 5 kg
"Kami menargetkan bisa memberi 1,2 juta Kepala Keluarga (KK) dan itu tentu ada 1,2 juta nama, tentu saja, tidak mungkin sempurna. Dari 1,2 juta, Anda bisa temukan dua nama sama, ketemu 1, 2, 3 (yang tidak tepat sasaran), pasti. Di negeri ini, data yang super akurat sulit, tidak usah ditutup-tutupi fakta itu. Nah bagian kita adalah mengoreksinya terus-menerus meningkatkan kualitas data," ujar Anies.
Koreksi tersebut, lanjut Anies, dikarenakan banyak yang dulunya masuk ke dalam data masyarakat miskin saat situasi normal, dengan perekonomian bergerak sebagaimana mestinya. Namun dengan keadaan saat ini dengan kegiatan perekonomian yang melemah, di lapangan, yang membutuhkan bantuan lebih banyak dibandingkan yang ada dalam daftar yang dimiliki pemerintah.
"Kenapa itu terjadi? Karena banyak yang sekarang tidak memiliki pekerjaan, banyak yang warungnya tutup, banyak yang kegiatan kesehariannya tidak berfungsi (secara ekonomi). Di sini kemudian bagian kami adalah memastikan mereka yang miskin baru, prasejahtera baru, masuk di dalam data yang di-update. Sehingga pada distribusi berikutnya, mereka akan bisa mendapatkan bantuan juga," ucap dia.