Robot kreasi peserta kontes jalani pemanasan (VIDEO)
Purwokerto (ANTARA) - Peserta Kontes Robot Indonesia (KRI) 2019 Regional III pada hari pertama perlombaan, Jumat, melakukan pemanasan berupa running test dan simulasi sebelum berlomba pada Sabtu (27/4).
"Tujuan dari running test dan simulasi, bagi panitia untuk menguji kekuatan dari arena yang ada. Jadi kalau ada kekurangan, nanti kita bisa langsung tangani, kita sempurnakan," kata Ketua Pelaksana KRI 2019 Regional III Eddy Maryanto di sela kegiatan KRI 2019 Regional III di Auditorium Grha Widyatama, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Bagi peserta, kata dia, ditujukan untuk melakukan uji robotnya, mengenali arena yang sebenarnya, dan kalibrasi sebelum mengikuti lomba yang akan dilaksanakan pada Sabtu (27/4).
Ia mengatakan KRI 2019 Regional III berdasarkan registrasi awal, diikuti 81 tim dari 34 perguruan tinggi (bukan 33 perguruan tinggi seperti yang diwartakan sebelumnya, red.) dari berbagai kota di wilayah Jawa bagian tengah serta Kalimantan bagian timur dan selatan.
Kontes robot tersebut terbagi dalam lima divisi, yakni Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Beroda, KRSBI Humanoid, Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI), Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI), dan Kontes Robot ABU Indonesia (KRAI).
Khusus untuk divisi KRSTI, tarian yang dilombakan dalam KRI 2019 berupa tari Jaipong dari Jawa Barat.
"Untuk tahun ini, kita ketitipan dari wilayah lain, yakni Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk divisi Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Humanoid," kata Eddy Maryanto yang juga Dosen Teknik Informatika Fakultas Teknik Unsoed itu.
Ia mengatakan Unsoed sebagai tuan rumah KRI 2019 Regional III mengirimkan dua tim, masing-masing mengikuti KRPAI dan KRAI.
Ia mengakui dalam pembuatan satu unit robot membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga Unsoed hanya mengirimkan dua tim karena adanya keterbatasan anggaran.
Rp100 juta
"Untuk satu tim saja membutuhkan dana sekitar Rp100 juta," katanya.
Menurut dia, generasi muda Indonesia saat sekarang bersemangat untuk menciptakan robot cerdas. Bahkan, desainnya sudah bervariasi sehingga kreativitasnya terlihat baik.
Dia mengharapkan generasi muda Indonesia tidak sekadar membuat robot cerdas, tetapi juga bisa mendesain robot industri.
Ia mengatakan jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kemampuan sumber daya manusia Indonesia, khususnya mahasiswa, sebenarnya tidak kalah dengan negara lainnya.
"Hanya memang masalah utama adalah biaya karena membuat robot butuh biaya yang sangat mahal," katanya.
"Tujuan dari running test dan simulasi, bagi panitia untuk menguji kekuatan dari arena yang ada. Jadi kalau ada kekurangan, nanti kita bisa langsung tangani, kita sempurnakan," kata Ketua Pelaksana KRI 2019 Regional III Eddy Maryanto di sela kegiatan KRI 2019 Regional III di Auditorium Grha Widyatama, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Bagi peserta, kata dia, ditujukan untuk melakukan uji robotnya, mengenali arena yang sebenarnya, dan kalibrasi sebelum mengikuti lomba yang akan dilaksanakan pada Sabtu (27/4).
Ia mengatakan KRI 2019 Regional III berdasarkan registrasi awal, diikuti 81 tim dari 34 perguruan tinggi (bukan 33 perguruan tinggi seperti yang diwartakan sebelumnya, red.) dari berbagai kota di wilayah Jawa bagian tengah serta Kalimantan bagian timur dan selatan.
Kontes robot tersebut terbagi dalam lima divisi, yakni Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Beroda, KRSBI Humanoid, Kontes Robot Seni Tari Indonesia (KRSTI), Kontes Robot Pemadam Api Indonesia (KRPAI), dan Kontes Robot ABU Indonesia (KRAI).
Khusus untuk divisi KRSTI, tarian yang dilombakan dalam KRI 2019 berupa tari Jaipong dari Jawa Barat.
"Untuk tahun ini, kita ketitipan dari wilayah lain, yakni Jawa Barat dan DKI Jakarta untuk divisi Kontes Robot Sepak Bola Indonesia (KRSBI) Humanoid," kata Eddy Maryanto yang juga Dosen Teknik Informatika Fakultas Teknik Unsoed itu.
Ia mengatakan Unsoed sebagai tuan rumah KRI 2019 Regional III mengirimkan dua tim, masing-masing mengikuti KRPAI dan KRAI.
Ia mengakui dalam pembuatan satu unit robot membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga Unsoed hanya mengirimkan dua tim karena adanya keterbatasan anggaran.
Rp100 juta
"Untuk satu tim saja membutuhkan dana sekitar Rp100 juta," katanya.
Menurut dia, generasi muda Indonesia saat sekarang bersemangat untuk menciptakan robot cerdas. Bahkan, desainnya sudah bervariasi sehingga kreativitasnya terlihat baik.
Dia mengharapkan generasi muda Indonesia tidak sekadar membuat robot cerdas, tetapi juga bisa mendesain robot industri.
Ia mengatakan jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, kemampuan sumber daya manusia Indonesia, khususnya mahasiswa, sebenarnya tidak kalah dengan negara lainnya.
"Hanya memang masalah utama adalah biaya karena membuat robot butuh biaya yang sangat mahal," katanya.