Jakarta (Antaranews Jateng) - Sebuah pertunjukan seni bertajuk "Genta Sriwijaya" akan dipentaskan pada 20 November, menghadirkan kisah sejarah kebesaran Indonesia di masa lampau, utamanya mengenai kejayaan kerajaan Sriwijaya yang dikemas secara modern.
"Meskipun menceritakan tentang sejarah, pagelaran ini dikemas secara modern," ujar Sutradara pertunjukan, Kenthus Baratha dalam jumpa pers Genta Sriwijaya, di Jakarta, Kamis.
Genta Sriwijaya merupakan sebuah pertunjukan seni yang digagas Sekar Ayu Jiwanta Foundation, komunitas yang fokus pada pelestarian seni, budaya dan sejarah
Pagelaran ini mengangkat kisah tentang kejayaan kerajaan Sriwijaya di bawah kepemimpinan Maharaja Dapunta Hyang Sri Jayanasa, yang berkuasa antara tahun 671 hingga 702 Masehi.
Dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Maharaja Dapunta Hyang melakukan perjalanan suci guna mendapat kekuatan spiritual untuk menaklukkan wilayah-wilayah sekitar. Dalam perjalanannya, sang putra, yakni Pangeran Dharmapala jatuh cinta dengan anak dari raja kerajaan Melayu, Putri Tritadewi.
Singkat cerita, kerajaan Melayu berhasil ditaklukkan dan Pangeran Dharmapala berhasil merebut hati Putri Tritadewi dan menikahinya.
Salah seorang perwakilan dari komunitas, Mona, mengatakan pertunjukan Genta Sriwijaya digelar guna mengajak masyarakat kembali mengenang sejarah kebesaran Indonesia di masa lampau, dalam hal ini mengenai kerajaan Sriwijaya.
Agar bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi milenial, konsep pertunjukan Genta Sriwijaya dibuat semenarik mungkin dengan balutan budaya populer masa kini.
Unsur kekinian
Nuansa kekinian akan terlihat dalam sejumlah unsur, mulai dari musik, tarian, kostum, tata panggung, tata cahaya hingga penerapan teknologi multimedia berupa video mapping yang diyakini mampu membuat pertunjukan menjadi spektakuler.
Music director pertunjukan, Tohpati, mengatakan aransemen musik akan dibuat megah dengan menggabungkan musik orkestra dan musik tradisional nusantara.
"(Pagelaran) ini sebisa mungkin (musiknya) pop kekinian, jadi kami membuat suatu acara yang pada intinya mencintai budaya Indonesia, seperti sekarang yang diangkat itu Genta Sriwijaya," ucapnya.
Dari segi tarian, Creative Director, Denny Malik mengatakan akan menampilkan seni tari tradisi yang dipentaskan oleh sekitar 200 orang penari non profesional. Seni tari tersebut diberi sentuhan kekinian tanpa menghilangkan pakem yang ada. Harapannya, penonton dapat menikmati hiburan pertunjukan yang menarik dengan latar sejarah abad masa lalu.
Pertunjukan seni kolosal Genta Sriwijaya turut diramaikan dengan kehadiran sederet artis, publik figur dan pekerja seni ternama yang sudah berpengalaman di atas panggung teater, seperti Ruth Sahanaya, Ivy Batuta, Yenny Wahid, Cathy Sharon, Sogi Indra Duaja, Andrea Miranda, Daniel Christianto dan Bambang Pamungkas.
Pertunjukan Genta Sriwijaya akan berlangsung di Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta, dengan durasi pementasan selama 1,5 jam
Seluruh tiket untuk pertunjukan ini telah habis terjual. Rencananya, hasil keuntungan dari pertunjukan Genta Sriwijaya akan didonasikan untuk membantu pendidikan anak-anak yang kurang mampu di Sumatera Selatan. (Editor : Alviansyah Pasaribu).
"Meskipun menceritakan tentang sejarah, pagelaran ini dikemas secara modern," ujar Sutradara pertunjukan, Kenthus Baratha dalam jumpa pers Genta Sriwijaya, di Jakarta, Kamis.
Genta Sriwijaya merupakan sebuah pertunjukan seni yang digagas Sekar Ayu Jiwanta Foundation, komunitas yang fokus pada pelestarian seni, budaya dan sejarah
Pagelaran ini mengangkat kisah tentang kejayaan kerajaan Sriwijaya di bawah kepemimpinan Maharaja Dapunta Hyang Sri Jayanasa, yang berkuasa antara tahun 671 hingga 702 Masehi.
Dalam kisah tersebut diceritakan bahwa Maharaja Dapunta Hyang melakukan perjalanan suci guna mendapat kekuatan spiritual untuk menaklukkan wilayah-wilayah sekitar. Dalam perjalanannya, sang putra, yakni Pangeran Dharmapala jatuh cinta dengan anak dari raja kerajaan Melayu, Putri Tritadewi.
Singkat cerita, kerajaan Melayu berhasil ditaklukkan dan Pangeran Dharmapala berhasil merebut hati Putri Tritadewi dan menikahinya.
Salah seorang perwakilan dari komunitas, Mona, mengatakan pertunjukan Genta Sriwijaya digelar guna mengajak masyarakat kembali mengenang sejarah kebesaran Indonesia di masa lampau, dalam hal ini mengenai kerajaan Sriwijaya.
Agar bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat, termasuk generasi milenial, konsep pertunjukan Genta Sriwijaya dibuat semenarik mungkin dengan balutan budaya populer masa kini.
Unsur kekinian
Nuansa kekinian akan terlihat dalam sejumlah unsur, mulai dari musik, tarian, kostum, tata panggung, tata cahaya hingga penerapan teknologi multimedia berupa video mapping yang diyakini mampu membuat pertunjukan menjadi spektakuler.
Music director pertunjukan, Tohpati, mengatakan aransemen musik akan dibuat megah dengan menggabungkan musik orkestra dan musik tradisional nusantara.
"(Pagelaran) ini sebisa mungkin (musiknya) pop kekinian, jadi kami membuat suatu acara yang pada intinya mencintai budaya Indonesia, seperti sekarang yang diangkat itu Genta Sriwijaya," ucapnya.
Dari segi tarian, Creative Director, Denny Malik mengatakan akan menampilkan seni tari tradisi yang dipentaskan oleh sekitar 200 orang penari non profesional. Seni tari tersebut diberi sentuhan kekinian tanpa menghilangkan pakem yang ada. Harapannya, penonton dapat menikmati hiburan pertunjukan yang menarik dengan latar sejarah abad masa lalu.
Pertunjukan seni kolosal Genta Sriwijaya turut diramaikan dengan kehadiran sederet artis, publik figur dan pekerja seni ternama yang sudah berpengalaman di atas panggung teater, seperti Ruth Sahanaya, Ivy Batuta, Yenny Wahid, Cathy Sharon, Sogi Indra Duaja, Andrea Miranda, Daniel Christianto dan Bambang Pamungkas.
Pertunjukan Genta Sriwijaya akan berlangsung di Teater Besar Taman Ismail Marzuki Jakarta, dengan durasi pementasan selama 1,5 jam
Seluruh tiket untuk pertunjukan ini telah habis terjual. Rencananya, hasil keuntungan dari pertunjukan Genta Sriwijaya akan didonasikan untuk membantu pendidikan anak-anak yang kurang mampu di Sumatera Selatan. (Editor : Alviansyah Pasaribu).