Tanpa kewenangan, Dinas Perdagangan Kudus kesulitan awasi pertamini
Kudus (Antaranews ) - Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, kesulitan mengawasi keberadaan pertamini yang menjual bahan bakar minyak (BBM) eceran menggunakan nozzle (pipa semprot) serta argo digital menyusul jumlahnya yang cukup banyak, sedangkan pemda setempat tidak memiliki kewenangan.
"Persoalan BBM selama ini merupakan domainnya pusat, termasuk keberadaan tempat usaha BBM eceran menggunakan nozzle juga demikian," kata Kepala Seksi Fasilitasi Perdagangan pada Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus Teddy Hermawan di Kudus, Rabu.
Bahkan, lanjut dia, berdasarkan hasil rapat tingkat pusat beberapa waktu lalu, disebutkan bahwa daerah dilarang melakukan tera ukuran pada tempat usaha pertamini.
Dengan demikian, kata dia, pemkab setempat tidak bisa memberikan perlindungan terhadap konsumen karena tidak bisa mengawasi BBM yang dijual kepada masyarakat apakah tepat ukur atau tidak.
Jumlah tempat usaha pertamini di Kabupaten Kudus, kata dia, diperkirakan mencapai 40-an unit lebih karena hampir setiap tempat terdapat tempat usaha tersebut.
Ia mengakui belum mengetahui pasti ada tidaknya regulasi yang mengatur soal pendirian usaha pertamini atau disebut pula SPBU mini tersebut.
Terlebih lagi, kata dia, saat ini BBM jenis pertalite, premium, maupun pertamax yang dijual merupakan komoditas nonsubsidi.
"Mereka bisa memperjualbelikan, sepanjang tidak merugikan masyarakat," ujarnya.
Ia mengingatkan para pemilik penjualan BBM eceran tersebut untuk memperhatikan keamanan lingkungan sekitar, mengingat lokasinya yang berada di pemukiman penduduk, terutama dari bahaya kebakaran.
"Kami mencatat sudah beberapa terjadi kasus kebakaran, meskipun tidak sampai ada korban jiwa," ujarnya.
Berdasarkan pantauan, kata dia, selama ini tempat usaha tersebut mayoritas berada di lingkungan padat penduduk.
Meskipun tidak ada kewenangan soal pengawasannya, kata dia, pihaknya beberapa kali mendatangi tempat usaha tersebut dan menjalin komunikasi guna memastikan bahwa tempat usaha tersebut tidak sampai merugikan masyarakat.
Pemilik pertamini sendiri mengklaim kehadirannya sangat memudahkan konsumen mendapatkan BBM, terutama yang tempat tinggalnya jauh dari SPBU.
Untuk memiliki tempat jualan BBM eceran modern tersebut, dibutuhkan investasi hingga puluhan juta untuk membeli alat jualan BBM yang dilengkapi nozzle serta argo digital.
Berdasarkan pantauan di sejumlah jalan-jalan protokol di Kudus, kehadiran pertamini memang semakin menjamur dan kehadirannya tidak juga mematikan pedagang BBM eceran yang masih menggunakan botol.
"Persoalan BBM selama ini merupakan domainnya pusat, termasuk keberadaan tempat usaha BBM eceran menggunakan nozzle juga demikian," kata Kepala Seksi Fasilitasi Perdagangan pada Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus Teddy Hermawan di Kudus, Rabu.
Bahkan, lanjut dia, berdasarkan hasil rapat tingkat pusat beberapa waktu lalu, disebutkan bahwa daerah dilarang melakukan tera ukuran pada tempat usaha pertamini.
Dengan demikian, kata dia, pemkab setempat tidak bisa memberikan perlindungan terhadap konsumen karena tidak bisa mengawasi BBM yang dijual kepada masyarakat apakah tepat ukur atau tidak.
Jumlah tempat usaha pertamini di Kabupaten Kudus, kata dia, diperkirakan mencapai 40-an unit lebih karena hampir setiap tempat terdapat tempat usaha tersebut.
Ia mengakui belum mengetahui pasti ada tidaknya regulasi yang mengatur soal pendirian usaha pertamini atau disebut pula SPBU mini tersebut.
Terlebih lagi, kata dia, saat ini BBM jenis pertalite, premium, maupun pertamax yang dijual merupakan komoditas nonsubsidi.
"Mereka bisa memperjualbelikan, sepanjang tidak merugikan masyarakat," ujarnya.
Ia mengingatkan para pemilik penjualan BBM eceran tersebut untuk memperhatikan keamanan lingkungan sekitar, mengingat lokasinya yang berada di pemukiman penduduk, terutama dari bahaya kebakaran.
"Kami mencatat sudah beberapa terjadi kasus kebakaran, meskipun tidak sampai ada korban jiwa," ujarnya.
Berdasarkan pantauan, kata dia, selama ini tempat usaha tersebut mayoritas berada di lingkungan padat penduduk.
Meskipun tidak ada kewenangan soal pengawasannya, kata dia, pihaknya beberapa kali mendatangi tempat usaha tersebut dan menjalin komunikasi guna memastikan bahwa tempat usaha tersebut tidak sampai merugikan masyarakat.
Pemilik pertamini sendiri mengklaim kehadirannya sangat memudahkan konsumen mendapatkan BBM, terutama yang tempat tinggalnya jauh dari SPBU.
Untuk memiliki tempat jualan BBM eceran modern tersebut, dibutuhkan investasi hingga puluhan juta untuk membeli alat jualan BBM yang dilengkapi nozzle serta argo digital.
Berdasarkan pantauan di sejumlah jalan-jalan protokol di Kudus, kehadiran pertamini memang semakin menjamur dan kehadirannya tidak juga mematikan pedagang BBM eceran yang masih menggunakan botol.