Semarang (ANTARA) - Di kota-kota besar, air bersih menjadi permasalahan yang serius seiring dengan pertumbuhan penduduk yang kian membeludak dan padatnya bangunan yang menutupi lahan resapan.
Tak terkecuali di Semarang, sebagai kota metropolitan dengan jumlah penduduk tak kurang dari 1,5 juta jiwa yang semuanya pasti membutuhkan air bersih, utamanya untuk dikonsumsi.
Seiring dengan kepadatan penduduk dan pembangunan yang masif, Kota Semarang menghadapi persoalan besar, yakni eksploitasi atau pengambilan air bawah tanah (ABT) secara berlebihan.
Akibatnya kompleks, permukaan tanah di Semarang terus mengalami penurunan setiap tahun, dan bencana alam, seperti banjir dan rob mengintai dengan intensitas yang makin tinggi.
Pengambilan air tanah memang harus dikurangi, namun layanan air bersih yang selama ini dikelola PDAM Tirta Moedal Kota Semarang nyatanya belum mencakup seluruh wilayah.
Diakui Yudi Indardo, Direktur Utama PDAM Tirta Moedal, belum semua masyarakat yang menggunakan layanan air bersih PDAM, tetapi setidaknya sudah mencakup 65 persen dari total penduduk.
Sementara sisanya masih mengandalkan ABT dan ada pula lewat Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas), terutama di daerah-daerah yang konturnya kering atau pelosok.
Pelanggan PDAM Tirta Moedal terbanyak berasal dari wilayah Semarang bagian timur, tengah, dan utara, sementara Semarang Selatan kebanyakan menggunakan air sumur dan Pamsimas.
Berlangganan PDAM sebenarnya memiliki banyak keuntungan, terutama dari sisi volume dan ketersediaan air bersih yang relatif aman dan stabil meski tengah memasuki musim kemarau.
Sebab, 80 persen atau sebagian besar pasokan baku atau sumber air PDAM berasal dari air permukaan, seperti sungai, waduk, dan bendungan, sedangkan sisanya mengambil air sumur atau ABT.
Selama ini, PDAM Tirta Moedal juga terus berinovasi dalam memberikan pelayanan air bersih kepada masyarakat, seiring dengan kebutuhan dan pertumbuhan populasi yang semakin tinggi.
Proyek kolaborasi