Solo (ANTARA) - Memiliki luas mencapai 17 hektare, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo di Solo, Jawa Tengah, menjadi penampungan sampah dari Kota Budaya ini dan beberapa kawasan sekitar.
Setiap hari, ratusan ton sampah masuk ke TPA tersebut. Akibatnya, sampah makin menggunung. Bahkan, Pemkot Surakarta mencatat gunungan sampah yang ada di Putri Cempo mencapai ketinggian hingga 28 meter.
Berdekatan dengan permukiman penduduk, sampah yang ada di sana sering menguarkan bau yang tidak sedap. Apalagi, gas metana di bawah gunungan sampah yang sudah menumpuk sekian lama berpotensi menjadi api ketika terpicu oleh suhu panas.
Akibatnya bukan hanya menguarkan bau, keberadaan sampah-sampah tersebut juga dapat menyebabkan polusi udara jika terjadi kebakaran, seperti terjadi belum lama ini. Berbagai permasalahan tersebut disikapi tepat oleh Pemerintah dengan menggandeng badan usaha untuk mengolah sampah agar menjadi energi listrik.
Tepatnya pada tahun 2019, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo mulai dilakukan oleh Pemkot Surakarta dengan PT Citra Solo Metro Plasma Power (SCMPP) sebagai badan usaha yang mengelola proyek tersebut. Pengembangan tersebut ditandai dengan peletakan batu pertama PLTSa yang dilakukan pada Oktober 2019.
Sempat terkendala oleh pandemi COVID-19, akhirnya pada akhir Oktober 2023 PLTSa tersebut dinyatakan siap beroperasi dan dirancang mampu menghasilkan energi untuk selanjutnya dapat dinikmati oleh masyarakat.
Tidak tanggung-tanggung, PLTSa tersebut banyak menggunakan teknologi canggih dalam produksinya, di antaranya wet pyrolysis, gasification, syngas treatment, dan gas engine.
Dimulai dari teknologi wet pyrolysis yang mengubah sampah padat menjadi biochar, selanjutnya dilakukan gasifikasi yang mengubah biochar menjadi gas sintetis untuk kemudian dikonversi menjadi energi listrik.
Mulai berproduksi
Setelah melewati perjalanan panjang dalam proses pengembangan, akhirnya pada tanggal 30 Oktober PLTSa Putri Cempo resmi beroperasi. Ini sesuai dengan target Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka yang menginginkan tahap satu proyek tersebut mulai berproduksi sebelum akhir tahun 2023.
Direktur Utama PT SCMPP Elan Syuherlan mengatakan dengan peresmian PLTSa Putri Cempo menandakan bahwa secara sistem pembangkit listrik tersebut sudah siap berproduksi dan menghasilkan energi listrik. Untuk akhirnya bisa berproduksi, PLTSa tersebut harus mengantongi 29 sertifikat laik operasi.
PLTSa Putri Cempo sendiri memiliki kapasitas produksi hingga 8 MW. Dari total itu, 5 MW di antaranya dijual ke PLN untuk kemudian menjadi energi baru terbarukan yang disalurkan kepada masyarakat, sedangkan sisanya digunakan untuk operasional pembangkit.
Penyaluran listrik ke PLN dilakukan melalui pembangkit jaringan menengah 20 KV yang dibangun oleh SCMPP untuk kemudian disalurkan ke Gardu Induk Palur di Kabupaten Karanganyar.
Dalam satu hari, PLTSa Putri Cempo setidaknya membutuhkan 545 ton sampah mentah. Meski stok sampah yang ada di TPA tersebut banyak, tidak seluruhnya dapat digunakan sebagai bahan baku.
Oleh karena itu, pada produksinya dilakukan proses pemilahan sampah, salah satunya untuk memisahkan sampah yang dapat dibakar dengan abu atau debu yang menempel. Partikel abu atau debu yang disebut juga dengan bottom ash itu tidak dapat dikonversi menjadi gas sehingga harus dipisahkan dari partikel sampah.
Meski demikian, bottom ash tidak akan terbuang sia-sia melainkan diolah untuk menjadi conbloc atau paving block.
Bukan hanya untuk Solo
Dengan adanya teknologi ini, diperkirakan sampah yang ada di TPA Putri Cempo akan habis sekitar 5-7 tahun mendatang. Ke depan, untuk memastikan produksi tetap berjalan tentu SCMPP harus mendatangkan sampah dari berbagai daerah lain.
Gibran mengklaim daerah lain yang ada di wilayah Solo Raya, yakni Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten berkomitmen akan mengirimkan sampah mereka ke TPA Putri Cempo agar bisa menjadi bahan baku bagi PLTSa. Bahkan jika memungkinkan Yogyakarta juga bisa mengirimkan sampah ke Putri Cempo.
"Ini solusi bukan untuk Kota Solo saja, melainkan juga solusi bersama," katanya.
Melihatnya besarnya manfaat tersebut, penyelesaian pembangunan PLTSa Putri Cempo menjadi salah satu dari 17 program prioritas Gibran sebagai Wali Kota Surakarta.
Di sisi lain, PLN siap menyerap listrik sebesar 5 MW yang dihasilkan oleh PLTSa Putri Cempo. Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan pembangunan PLTSa Putri Cempo termasuk salah satu hal mendesak yang harus segera dikerjakan.
Keberadaan proyek tersebut menjadi salah satu solusi untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060. Pada kesepakatan yang dibuat oleh PLN dengan SCMPP, diperoleh harga jual listrik sebesar 13,35 sen dolar/kwh atau sebesar Rp1.800/kwh.
"Kami dari sisi PLN all-out dalam mendukung sisi teknis dan kebutuhan-kebutuhan pembangunan PLTSa," katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pembangunan PLTSa Surakarta ini merupakan bagian dari program Pemerintah yang menargetkan pengoperasian sebanyak 12 PLTSa di seluruh Indonesia.
Amanat ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan, untuk mendorong pemanfaatan energi bersih dan terbarukan.
Ke depan, diharapkan keberadaan PLTSa ini tidak hanya mampu menurunkan emisi gas rumah kaca tetapi juga menjadi bagian dari energi baru terbarukan yang ramah lingkungan. Selain itu, keberadaan pembangkit listrik tersebut juga mampu menjawab permasalahan sampah rumah tangga.
Melihat kemanfaatannya bagi masyarakat, setidaknya perlu ada kajian untuk menambah kapasitas produksi di PLTSa tersebut. Dengan demikian, makin banyak masyarakat yang ikut menikmati. Selanjutnya, penggunaan energi baru terbarukan di kalangan masyarakat dapat makin masif.
TPA Putri Cempo sudah membuktikan bahwa dengan teknologi yang tepat, sampah bisa diolah sebagai sumber energi baru.
Editor: Achmad Zaenal M