Kendal (ANTARA) - Liburan panjang selalu menjadi momen yang dinanti-nantikan oleh setiap anak sekolah. Setelah berbulan-bulan bergelut dengan tugas, ujian, dan rutinitas di kelas, tibanya masa liburan seolah menjadi hadiah yang melegakan. Anak-anak bisa bersantai, bermain, berkumpul dengan keluarga, dan menikmati hari-hari tanpa tekanan akademik.
Namun, euforia liburan itu sering kali meninggalkan jejak ketika masa sekolah dimulai kembali. Banyak murid yang tampak kesulitan menyesuaikan diri. Mereka menjadi malas belajar, sulit fokus, dan kehilangan motivasi.
Fenomena ini sebenarnya wajar. Pola tidur yang berubah, lebih larut tidur dan lebih siang bangun, membuat tubuh dan pikiran mereka terbiasa dengan ritme santai. Aktivitas akademik yang nyaris absen selama liburan juga membuat otak "beristirahat terlalu lama", sehingga ketika sekolah kembali dimulai, perlu waktu untuk kembali ke mode belajar. Apalagi jika selama liburan mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan aktivitas menyenangkan seperti bermain gim, bepergian, atau sekadar bersantai di rumah. Akibatnya, transisi kembali ke bangku sekolah terasa berat. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini bisa memengaruhi semangat belajar bahkan prestasi akademik mereka.
Di sinilah peran guru menjadi sangat penting. Mengembalikan semangat belajar setelah libur panjang tidak bisa dilakukan secara instan. Butuh pendekatan yang hangat dan menyenangkan agar murid tidak merasa terbebani sejak hari pertama.
Salah satu langkah awal yang bisa dilakukan adalah mencairkan suasana kelas. Guru bisa memulai dengan aktivitas ringan yang memantik tawa dan semangat, seperti permainan “Siapakah Aku”, di mana setiap murid menuliskan tiga petunjuk tentang dirinya lalu teman-temannya menebak siapa yang dimaksud. Permainan ini sederhana, namun bisa membangkitkan rasa senang dan kebersamaan.
Permainan lain yang tak kalah seru adalah “Benar atau Salah”. Guru bisa membuat pernyataan lucu, seperti “Saat libur Lebaran, ada yang tidur sampai jam 12 siang!” Murid kemudian memilih sisi ruangan untuk menunjukkan jawabannya. Aktivitas seperti ini membuat tubuh mereka aktif bergerak, tapi tetap dalam suasana belajar yang ringan dan menyenangkan.
Setelah suasana hangat tercipta, barulah guru bisa mulai memperkenalkan materi pelajaran secara perlahan. Pada pelajaran Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris, misalnya, murid dapat diminta menuliskan tiga kata yang menggambarkan pengalaman libur mereka. Tiga kata tersebut lalu dikembangkan menjadi tiga kalimat, dan selanjutnya menjadi cerita atau puisi mini. Kegiatan ini tidak hanya membangkitkan kreativitas, tapi juga membantu murid mengekspresikan perasaan mereka setelah liburan.
Untuk pelajaran seperti Matematika, guru bisa memanfaatkan puzzle bergambar dengan tema Idulfitri. Puzzle ini bisa didesain menggunakan aplikasi seperti Canva, sehingga tampilannya menarik dan relevan dengan suasana libur yang baru saja berlalu.
Bahkan, jika memungkinkan, pembelajaran bisa dilakukan di luar kelas, seperti di taman sekolah atau halaman depan, sambil berdiskusi santai tentang momen liburan, tempat yang dikunjungi, makanan favorit, atau harapan setelah Lebaran.
Intinya, kemalasan belajar setelah liburan panjang bukanlah hal yang harus ditanggapi dengan kekakuan. Justru, ini menjadi momen penting bagi guru untuk membangun kembali jembatan emosi dengan murid.
Dengan pendekatan yang tepat, suasana yang menyenangkan, dan dukungan dari orang tua, anak-anak akan kembali menemukan semangatnya. Sekolah pun tidak lagi terasa seperti beban, tetapi menjadi ruang yang hangat untuk tumbuh dan belajar bersama. ***
*) Penulis adalah Kepala SDN 1 Karangmulyo, Kendal dan Fasilitator Tanoto Foundation