Semarang, Antara Jateng - Ketua Program Magister Ilmu Politik FISIP Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono menilai perampingan organisasi perangkat daerah (OPD) kurang mempertimbangkan kompleksitas persoalan riil di daerah.
"Perampingan di Pemprov Jawa Tengah terlalu ramping dan kurang mempertimbangkan kompleksitas persoalan riil di daerah," kata Dr. Drs. Teguh Yuwono, M.Pol.Admin. di Semarang, Senin.
Ia mengutarakan bahwa penghapusan dan penggabungan beberapa OPD di lingkungan Pemprov Jateng terlalu tergesa-gesa dan kurang memperhatikan dampak di tengah masyarakat.
Tambahan kewenangan provinsi dari kabupaten/kota sebagai dampak Undang-Undang Pemda yang baru, menurut Teguh, seharusnya tidak direspons dengan struktur pemerintahan yang sangat ramping (very slim structure of government).
"Namun, optimal struktur pemerintahan (structure of government) melalui prinsip 'right sizing' atau ukuran SOTK yang tepat, bukan soal ramping atau tidak ramping," kata alumnus Flinders University Australia itu.
Sebelumnya, DPRD Provinsi Jawa Tengah telah menyetujui Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Jateng tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah untuk Ditetapkan Menjadi Perda (vide Keputusan DPRD Provinsi Jateng Nomor 26 Tahun 2016).
Dalam raperda tersebut, tidak mencantumkan 12 biro, termasuk Biro Hubungan Masyarakat, serta tiga badan koordinasi wilayah (Bakorwil I, II, dan III).
Dalam struktur organisasi tata kerja (SOTK) yang lama terdapat 14 badan, termasuk tiga bakorwil. Namun, setelah perampingan OPD menjadi lima badan, tidak termasuk Badan Penghubung. Kendati demikian, dalam raperda tersebut, jumlah dinasnya bertambah, yakni dari 19 dinas menjadi 23 dinas.
Lebih lanjut Teguh menekankan bahwa efisiensi dan perampingan birokrasi dengan memperkecil jumlah pejabat struktural adalah solusi awal sehubungan dengan pemerintah pusat menunda pencairan dana alokasi umum, mulai September hingga Desember 2016.
"Hal ini mengingat pejabat struktural daerah banyak memerlukan anggaran, tunjangan, dan fasilitas," katanya.
Ironisnya, lanjut Teguh, kabupaten/kota yang saat ini sedang menyusun SOTK baru malah membentuk banyak OPD baru yang bongsor dan cenderung boros.
"Semangat efisiensi tidak tercermin dalam penyusunan OPD itu. Dampaknya adalah uang pemerintah hanya akan habis untuk internal birokrasi dan tunjangan pejabat," kata Teguh.