Lima bersaudara itu, yakni Kristianto (15), Lena Safitri (13), Dian Ruminta (10), Damar Aristian (7), dan Danil Romadhon (5).
Mereka adalah anak pasangan Darsikin (45) dan Wahyati (35), warga Dusun Lamban RT 04 RW 08, Desa Karangklesem, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.
Darsikin hanyalah seorang buruh harian pada sebuah peternakan ayam di Desa Karangklesem dengan upah sebesar Rp35 ribu per hari, sedangkan Wahyati bekerja di Jakarta sejak dua tahun silam dan sampai sekarang belum pernah kembali ke rumahnya.
Sementara anak sulung mereka, Kristianto yang putus sekolah sejak kelas III SD, sekarang harus bekerja bersama ayahnya demi memenuhi kebutuhan keluarga.
Saat ditemui di rumahnya, Senin (14/4), Kristianto yang kebetulan sedang pulang untuk makan siang, tampak terdiam dan sesekali tersenyum.
Di sela-sela kesibukan membantu ayahnya bekerja di peternakan, dia pun menyempatkan diri untuk mengurusi ayam jago peliharaannya yang diletakkan dalam kurungan di halaman rumah neneknya, Sukidah (70), yang merupakan ibu dari Darsikin.
Salah seorang bibi dari lima bersaudara itu, Karsiti (41) mengaku prihatin atas penderitaan yang dialami kakaknya, Darsikin, beserta lima anak-anaknya.
"Saya sebenarnya ingin membantu mereka, namun saya sendiri juga tidak mampu," kata dia yang bermukim di Desa Ciberung, Kecamatan Ajibarang, Banyumas.
Menurut dia keponakan-keponakannya terpaksa harus putus sekolah karena kemiskinan yang dihadapi keluarga itu.
Kristianto putus sekolah sejak kelas III SD, Lena Safitri sejak kelas V SD, Dian Ruminta sejak kelas II SD, dan Damar Aristian sejak kelas I SD, sedangkan Danil Romadhon harusnya sudah masuk kelas I SD.
"Saya pernah menyarankan kakak untuk menyekolahkan kembali anak-anaknya. Namun kakak saya justru bilang tidak sanggup karena upahnya hanya Rp35 ribu/hari," kata Karsiti yang sedang menyambangi keponakan-keponakannya itu.
Bahkan, kata dia, upah yang diterima Darsikin setiap 10 hari sekali itu juga harus dipotong untuk membayar kreditan televisi.
"Kakak saya terpaksa utang televisi. Katanya, kasihan anak-anak biar dapat hiburan," katanya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa ibunda keponakan-keponakannya, Wahyati, pamit kepada keluarga untuk bekerja di Jakarta sejak Lebaran Haji 2012.
Akan tetapi hingga sekarang, kata dia, Wahyati belum pernah menengok suami dan anak-anaknya di rumah berlantai tanah yang dibangun oleh adik Darsikin menempel di bagian belakang rumah orang tuanya
"Lebaran kemarin, sebenarnya dia (Wahyati, red.) sempat pulang ke Karangklesem, namun tidak ke rumahnya melainkan di rumah orang tuanya. Bahkan, anak-anak tidak boleh bertemu ibunya saat mereka mendatangi rumah mbahnya (orang tua Wahyati, red.)," kata dia menjelaskan.
Dia mengaku tidak tahu secara pasti mengapa Wahyati bersikap seperti itu terhadap suami dan anak-anaknya.
Padahal, kata dia, rumah tangga Darsikin dan Wahyati tidak pernah ada permasalahan meskipun mereka hidup dalam kemiskinan.
"Kami sempat dengar kabar kalau Wahyati telah menikah lagi meskipun dia belum bercerai dengan kakak saya. Kami tidak menggubris kabar itu, sehingga kami berharap Wahyati bisa menemui anak-anaknya kalau memang tidak ada yang dirahasiakan," katanya.
Terkait masa depan keponakan-keponakannya itu, Karsiti mengharapkan adanya perhatian dari pemerintah agar mereka bisa bersekolah kembali sehingga dapat menggapai cita-citanya.
"Mas Darsikin sempat bilang kalau ada beberapa orang yang datang dan menawarkan agar anak-anak itu dimasukkan ke dalam sebuah yayasan panti asuhan. Namun kakak saya justru keberatan karena dia akan sendirian di rumah," katanya.
Ingin Sekolah
Lena Safitri mengaku jika sebenarnya dia ingin kembali bersekolah agar cita-citanya untuk menjadi seorang guru dapat tercapai.
Akan tetapi, keinginan untuk kembali bersekolah itu harus terkalahkan dengan tugas-tugasnya di rumah, mulai dari menyiapkan makanan untuk keluarga hingga mengurus adik-adiknya.
"Saya sebenarnya ingin kembali bersekolah, tapi saya sudah terlalu lelah mengurus pekerjaan di rumah," kata dia yang senang terhadap pelajaran Matematika.
Bahkan, dia mengaku malu terhadap teman-temannya meskipun beberapa di antaranya pernah datang ke rumah untuk mengajaknya kembali bersekolah.
Lain halnya dengan adiknya, Dian Ruminta yang mengaku ingin kembali bersekolah dan menekuni pelajaran Pendidikan Agama Islam.
"Saya ingin kembali bersekolah," katanya.
Saat ditanya apakah mereka ingin bertemu dengan ibundanya, Kristianto dan adik-adiknya mengaku tidak ingin bertemu dengannya kembali.
"Tidak," kata Kristianto dibarengi dengan gelengan kepala adik-adiknya.
Kendati demikian, mereka tidak mau menyebutkan alasan mengapa tidak mau bertemu dengan ibundanya.
Darsikin, ayah kelima anak itu mengaku tidak sanggup membiayai pendidikan anak-anaknya karena penghasilan sebesar Rp35 ribu/hari itu hanya cukup untuk kebutuhan makan sehari-hari dan belum termasuk kebutuhan lainnya.
Terkait kepergian istrinya, dia menduga hal itu disebabkan faktor ekonomi karena rumah tangga mereka tidak pernah ada permasalahan.
"Sejak pergi bekerja di Jakarta, dia pernah kirim uang sebesar Rp50 ribu di bulan pertama, namun selanjutnya tidak pernah kirim lagi. Bahkan, dia sempat telepon dan bilang telah kawin siri dengan sopir majikan," katanya.
Dari pengakuan Wahyati, kata dia, perkawinan siri itu terjadi karena dijodohkan oleh majikan dan telah disetujui oleh orang tua Wahyati.
"Saya dan anak-anak sempat datang ke rumah orang tua Wahyati saat lebaran kemarin karena kebetulan dia pulang. Namun, kami tidak diizinkan untuk bertemu dengan Wahyati," katanya.
Sejak saat itu, dia mengaku bingung karena anak-anak masih kecil dan harus sekolah. Akan tetapi, dia tidak sanggup untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
"Apalagi anak-anak juga tidak mau bersekolah kalau tidak ada ibu mereka," katanya.