Satpol PP Kudus bongkar puluhan warung remang-remang
Kudus (ANTARA) - Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, bersama TNI dan Polri, Selasa, membongkar 34 warung remang-remang di Jalan Boulevard Lingkar Kencing yang diduga digunakan untuk transaksi prostitusi terselubung.
Dalam pembongkaran tersebut tidak ada perlawanan dari para pemilik warung karena sebelumnya mereka sudah diberi surat peringatan hingga tiga kali untuk membongkar sendiri bangunan warung semipermanen tersebut, namun belum juga dibongkar.
Akhirnya tim gabungan menyiapkan alat berat untuk membongkar paksa bangunan yang sebagian diduga merupakan warung remang-remang. Namun, pembongkaran menyasar semua warung makan karena bangunannya berada di lahan milik pemerintah, termasuk bangunan untuk tempat penitipan dan bengkel.
"Sebanyak 34 pemilik bangunan di sepanjang Jalan Lingkar Kudus itu sudah kami beri surat peringatan hingga tiga kali. Sedangkan lahan yang didirikan bangunan baik warung makan maupun tempat tambal ban merupakan milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kudus," kata Camat Jati Fiza Akbar.
Dari puluhan bangunan yang sebagian besar merupakan warung makan itu, sebanyak empat bangunan di antaranya dimiliki warga Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kudus, sedangkan 30 bangunan lainnya milik warga luar Kudus.
Dia mencatat dari puluhan bangunan tersebut, ada sekitar 23 warung makan yang diduga menjadi warung remang-remang dengan sasaran sopir truk.
Pembongkaran warung yang diduga remang-remang tersebut berawal dari aspirasi tokoh masyarakat, kemudian ditindaklanjuti dengan musyawarah Desa Jati Wetan.
"Khusus warga Kudus yang warungnya ikut dibongkar, nantinya akan dicarikan jalan keluar agar bisa berjualan kembali," ujarnya.
Dari puluhan warung makan yang ada, tercatat ada yang sudah delapan tahun beroperasi. Sedangkan warung lainnya bervariasi ada yang baru satu tahun dan ada pula empat warung baru berdiri.
Umi, salah satu pemilik warung makan asal Desa Jati Wetan, mengaku sudah berjualan sejak delapan tahun yang lalu. Dirinya juga hanya berjualan nasi tanpa ada transaksi seksual.
Hal senada juga disampaikan Nur, warga Demak mengakui selama setahun dirinya berjualan nasi, sedangkan anggapan ada transaksi seksual maupun berjualan minuman keras juga tidak ada.
"Bahkan ketika ada yang mabuk justru saya usir karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Baca juga: Polresta Banyumas kembangkan kasus prostitusi daring di Purwokerto
Dalam pembongkaran tersebut tidak ada perlawanan dari para pemilik warung karena sebelumnya mereka sudah diberi surat peringatan hingga tiga kali untuk membongkar sendiri bangunan warung semipermanen tersebut, namun belum juga dibongkar.
Akhirnya tim gabungan menyiapkan alat berat untuk membongkar paksa bangunan yang sebagian diduga merupakan warung remang-remang. Namun, pembongkaran menyasar semua warung makan karena bangunannya berada di lahan milik pemerintah, termasuk bangunan untuk tempat penitipan dan bengkel.
"Sebanyak 34 pemilik bangunan di sepanjang Jalan Lingkar Kudus itu sudah kami beri surat peringatan hingga tiga kali. Sedangkan lahan yang didirikan bangunan baik warung makan maupun tempat tambal ban merupakan milik Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Kudus," kata Camat Jati Fiza Akbar.
Dari puluhan bangunan yang sebagian besar merupakan warung makan itu, sebanyak empat bangunan di antaranya dimiliki warga Desa Jati Wetan, Kecamatan Jati, Kudus, sedangkan 30 bangunan lainnya milik warga luar Kudus.
Dia mencatat dari puluhan bangunan tersebut, ada sekitar 23 warung makan yang diduga menjadi warung remang-remang dengan sasaran sopir truk.
Pembongkaran warung yang diduga remang-remang tersebut berawal dari aspirasi tokoh masyarakat, kemudian ditindaklanjuti dengan musyawarah Desa Jati Wetan.
"Khusus warga Kudus yang warungnya ikut dibongkar, nantinya akan dicarikan jalan keluar agar bisa berjualan kembali," ujarnya.
Dari puluhan warung makan yang ada, tercatat ada yang sudah delapan tahun beroperasi. Sedangkan warung lainnya bervariasi ada yang baru satu tahun dan ada pula empat warung baru berdiri.
Umi, salah satu pemilik warung makan asal Desa Jati Wetan, mengaku sudah berjualan sejak delapan tahun yang lalu. Dirinya juga hanya berjualan nasi tanpa ada transaksi seksual.
Hal senada juga disampaikan Nur, warga Demak mengakui selama setahun dirinya berjualan nasi, sedangkan anggapan ada transaksi seksual maupun berjualan minuman keras juga tidak ada.
"Bahkan ketika ada yang mabuk justru saya usir karena khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
Baca juga: Polresta Banyumas kembangkan kasus prostitusi daring di Purwokerto