Bupati Banyumas: Senja kala kedaulatan pangan tidak usah dikhawatirkan
Purwokerto (ANTARA) - Bupati Banyumas,Jawa Tengah Achmad Husein meminta masyarakat, khususnya petani di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, tidak usah mengkhawatirkan adanya anggapan bahwa kedaulatan pangan memasuki senja kala.
"Senja kala kedaulatan pangan tidak usah dikhawatirkan sebab manusia itu punya otak, bisa merasakan apa yang dirasakan anak muda. Kalau pemikiran anak muda, bagaimana caranya mendapatkan banyak uang. Ini tantangan ke depan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis malam saat menjadi narasumber dalam acara "Sambung Rasa Orang Biasa - Senja Kala Kedaulatan Pangan" yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) Purwokerto di Pendopo Sipanji, Purwokerto.
Acara dialog yang menggunakan bahasa Jawa Banyumasan yang melibatkan perwakilan petani dari sejumlah desa, masyarakat umum, dan mahasiswa itu juga menghadirkan narasumber lain, yakni Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Budhi Setiawan, dan seniman Banyumas Titut Edi Purwanto.
Lebih lanjut, dia mengatakan terkait dengan masalah kedaulatan pangan, masyarakat tetap harus berhati-hati dan mempunyai inovasi serta memikirkan cara agar anak muda tertarik untuk menekuni pertanian.
Dia mengharapkan anak muda sekarang tidak hanya sekadar lulus pendidikan tinggi, tetapi mampu berinovasi khususnya di bidang pertanian.
"Jangan cuma senang menanam terong, tapi kalau terong satu harganya Rp1 juta pasti ya senang. Sekarang bagaimana caranya agar satu buah terong harganya Rp1 juta, ya terong yang memiliki khasiat besar," ujarnya.
Ia mengatakan selain inovasi, berbagai riset di bidang pertanian pun diperlukan. "Mengapa Amerika menguasai dunia? Itu karena mempunyai inovasi dan riset," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, petani harus mempunyai cara agar pertanian di Indonesia lebih unggul dari Thailand atau negara-negara lainnya.
Menurut dia, petani di Indonesia yang memiliki tanah subur tetap akan tertinggal jika tidak ada riset dan inovasi.
Seniman Banyumas, Titut Edi Purwanto mengaku selain menekuni dunia seni, dia juga bertani di rumahnya, Desa Pangebatan, Kecamatan Cilongok.
Akan tetapi saat sekarang, kata dia, sangat sulit mencari orang untuk matun atau menyiangi gulma pengganggu tanaman padi yang baru ditanam karena tidak adanya regenerasi petani.
"Umur 45 tahun ke bawah jarang yang mau pergi ke sawah. Bagaimana (kedaulatan pangan) tidak akan memasuki senja kala jika semua orang ingin bekerja menjadi pejabat. Bagaimana jadinya kalau semua orang ingin jadi bupati meskipun bupatinya cuma satu, bagaimana jadinya kalau lulus sekolah semuanya ingin menjadi kepala dinas," katanya.
Sementara itu, Direktur LPPSLH Purwokerto Bangkit Ari Sasongko mengatakan pemilihan tema "Senja Kala Kedaulatan Pangan" bukan tanpa dasar karena sebagian komoditas pertanian yang dijual di Indonesia merupakan barang impor, antara lain kedelai yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe itu merupakan barang impor.
Dia mengharapkan dengan adanya forum sambung rasa tersebut akan muncul berbagai pendapat yang dapat ditindak lanjuti oleh semua pihak.
"Senja kala kedaulatan pangan tidak usah dikhawatirkan sebab manusia itu punya otak, bisa merasakan apa yang dirasakan anak muda. Kalau pemikiran anak muda, bagaimana caranya mendapatkan banyak uang. Ini tantangan ke depan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis malam saat menjadi narasumber dalam acara "Sambung Rasa Orang Biasa - Senja Kala Kedaulatan Pangan" yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH) Purwokerto di Pendopo Sipanji, Purwokerto.
Acara dialog yang menggunakan bahasa Jawa Banyumasan yang melibatkan perwakilan petani dari sejumlah desa, masyarakat umum, dan mahasiswa itu juga menghadirkan narasumber lain, yakni Wakil Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono, Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Budhi Setiawan, dan seniman Banyumas Titut Edi Purwanto.
Lebih lanjut, dia mengatakan terkait dengan masalah kedaulatan pangan, masyarakat tetap harus berhati-hati dan mempunyai inovasi serta memikirkan cara agar anak muda tertarik untuk menekuni pertanian.
Dia mengharapkan anak muda sekarang tidak hanya sekadar lulus pendidikan tinggi, tetapi mampu berinovasi khususnya di bidang pertanian.
"Jangan cuma senang menanam terong, tapi kalau terong satu harganya Rp1 juta pasti ya senang. Sekarang bagaimana caranya agar satu buah terong harganya Rp1 juta, ya terong yang memiliki khasiat besar," ujarnya.
Ia mengatakan selain inovasi, berbagai riset di bidang pertanian pun diperlukan. "Mengapa Amerika menguasai dunia? Itu karena mempunyai inovasi dan riset," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, petani harus mempunyai cara agar pertanian di Indonesia lebih unggul dari Thailand atau negara-negara lainnya.
Menurut dia, petani di Indonesia yang memiliki tanah subur tetap akan tertinggal jika tidak ada riset dan inovasi.
Seniman Banyumas, Titut Edi Purwanto mengaku selain menekuni dunia seni, dia juga bertani di rumahnya, Desa Pangebatan, Kecamatan Cilongok.
Akan tetapi saat sekarang, kata dia, sangat sulit mencari orang untuk matun atau menyiangi gulma pengganggu tanaman padi yang baru ditanam karena tidak adanya regenerasi petani.
"Umur 45 tahun ke bawah jarang yang mau pergi ke sawah. Bagaimana (kedaulatan pangan) tidak akan memasuki senja kala jika semua orang ingin bekerja menjadi pejabat. Bagaimana jadinya kalau semua orang ingin jadi bupati meskipun bupatinya cuma satu, bagaimana jadinya kalau lulus sekolah semuanya ingin menjadi kepala dinas," katanya.
Sementara itu, Direktur LPPSLH Purwokerto Bangkit Ari Sasongko mengatakan pemilihan tema "Senja Kala Kedaulatan Pangan" bukan tanpa dasar karena sebagian komoditas pertanian yang dijual di Indonesia merupakan barang impor, antara lain kedelai yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tempe itu merupakan barang impor.
Dia mengharapkan dengan adanya forum sambung rasa tersebut akan muncul berbagai pendapat yang dapat ditindak lanjuti oleh semua pihak.