Solo (Antaranews Jateng) - Bank Indonesia (BI) menyatakan hingga saat ini peredaran uang palsu masih menjadi tantangan seiring dengan tingginya disparitas penghasilan yang diperoleh masyarakat.
"Disparitas yang masih cukup tinggi ini membuat masyarakat memilih jalan pintas. Uang palsu menjadi salah satu kecurangan yang dilakukan oknum tidak bertanggung jawab," kata Kepala BI Kanwil Surakarta Bandoe Widiarto di Solo, Senin.
Ia mengatakan hingga triwulan kedua tahun 2018, BI bersama pihak berwajib telah menemukan sebanyak 1.104 uang palsu yang terdiri dari berbagai pecahan.
Berdasarkan data, dikatakannya, dari total tersebut 56 persen di antaranya merupakan pecahan Rp100 ribu, 38 persen Rp50 ribu, 5 persen pecahan Rp20 ribu, dan sisanya pecahan Rp10 ribu dan Rp5 ribu.
Terkait hal itu, pihaknya terus berupaya mengedukasi masyarakat agar tidak menjadi korban dari peredaran uang palsu.
"Secara terjadwal kami melaksanakan sosialisasi cikur atau ciri keaslian uang rupiah di tempat-tempat keramaian, seperti 'car free day' dan fasilitas publik lain," katanya.
Menurut dia, dengan adanya sosialisasi cikur masyarakat akan lebih mudah membedakan mana uang asli dan mana yang palsu.
"Kalau memang ragu jangan dibuang atau dicoret, bawa ke BI terlebih dahulu, kami akan bantu mendeteksinya," katanya.
Sementara itu, terkait dengan peredaran uang palsu tersebut pihaknya juga melakukan kerja sama dengan penegak hukum untuk memberikan sanksi hukum terhadap pelaku peredaran uang palsu.
"Sanksi hukumnya yakni kurungan penjara hingga 15 tahun," katanya.