Purwokerto (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyumas, Jawa Tengah, mengajak perajin tahu dan tempe di wilayah itu untuk menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe guna mengantisipasi gejolak kenaikan harga kedelai impor.
"Sebenarnya dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Banyumas telah mengedukasi perajin tahu dan tempe untuk menggunakan kedelai lokal," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Dinperindag) Kabupaten Banyumas Gatot Eko Purwadi di Purwokerto, Banyumas, Kamis.
Akan tetapi, kata dia, banyak perajin yang enggan menggunakan kedelai lokal karena selain pasokannya terbatas, kualitasnya pun tidak sebagus kedelai impor yang bulirnya besar-besar.
Ia mengakui saat sekarang harga kedelai impor mengalami kenaikan, sehingga berdampak terhadap perajin tahu dan tempe di berbagai daerah termasuk Banyumas.
Menurut dia, kenaikan harga kedelai impor tersebut merupakan dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan kebijakan tarif yang diambil oleh Presiden AS Donald Trump.
"Kami tidak bisa mengintervensi kenaikan harga kedelai impor melalui operasi pasar karena hal itu merupakan kebijakan nasional," katanya.
Kendati demikian, dia mengatakan pihaknya akan terus memantau perkembangan harga kedelai impor dan tidak menutup kemungkinan Pemkab Banyumas mengupayakan adanya subsidi bagi perajin tahu maupun tempe.
Akan tetapi, kata dia, pemberian subsidi harga kedelai impor itu harus dilakukan melalui berbagai kajian.
Sementara itu, sejumlah perajin tahu di sentra industri tahu Desa Kalisari, Kecamatan Cilogok, Banyumas, terpaksa menyiasati dampak kenaikan harga kedelai impor dengan memperkecil ukuran tahu agar tidak merugi.
"Kami tidak berani menaikkan harga jual tahu karena takut ditinggal pelanggan, sehingga kami memperkecil ukuran tahu namun harga jualnya tetap," kata salah seorang perajin, Rusti.
Dalam hal ini, kata dia, tahu berukuran kecil dijual dengan harga Rp200 per buah, ukuran sedang Rp300 per buah, dan ukuran besar Rp400 per buah.
Perajin tahu lainnya, Nano mengakui kenaikan harga kedelai impor dari sebelumnya Rp9.000 per kilogram menjadi berkisar Rp9.800-Rp10.000 per kilogram sangat berdampak terhadap industri tahu.
"Kami menyiasatinya dengan mengubah bentuk tahu atau memperkecil ukuran karena kalau menaikkan harga jual, akan dikeluhkan pelanggan," katanya.
Selain perajin tahu, dampak kenaikan harga kedelai impor pun dirasakan perajin tempe di sentra industri tempe Desa Pliken, Kecamatan Kembaran, Banyumas.
Salah seorang perajin tempe, Martiani mengaku setiap harinya membutuhkan kedelai impor sebanyak 20 kilogram untuk memproduksi tempe.
"Saya pakai kedelai impor karena lebih bagus, tapi sekarang harganya mencapai Rp10.000 per kilogram, sehingga saya memperkecil ukuran tempe dengan harga jual tetap seperti biasa," katanya.
Baca juga: Harga kedelai impor di Kabupaten Kudus turun