Yogyakarta (Antaranews Jateng) - Setelah digila-gilai sebagai remaja gombal di film “Dilan 1990”, Iqbaal Ramadhan menghadapi tantangan baru lewat peran Minke di film “Bumi Manusia”, adaptasi novel sastrawan Pramoedya Ananta Toer.
Minke adalah sosok pribumi cerdas yang bisa belajar di HBS yang biasanya hanya berisi murid keturunan Eropa. Dalam cerita yang berlatar belakang era pemerintahan Hindia Belanda, Minke digambarkan sebagai seorang revolusioner yang berani melawan untuk mendapatkan haknya.
Sebagai Minke, Iqbaal dituntut untuk menambah bobot tubuh, menumbuhkan kumis serta fasih berbicara dalam bahasa Belanda yang kala itu lazim dipakai dalam keseharian.
“Banyak PR yang harus gue kerjakan, di ‘Bumi Manusia’ harus bisa bahasa Belanda dan bahasa Jawa. Gue kan Sunda, jadi mungkin itu akan jadi sedikit tantangan,” ujar Iqbaal di Studio Alam Gamplong, Sleman, Yogyakarta, Kamis (24/5) malam.
Minke adalah sosok revolusioner yang pola pikirnya kebarat-baratan, juga berani memberontak tradisi Jawa yang dianggap tak berpihak.
Menurut sutradara Hanung Bramantyo, Minke yang digambarkan Pram sama seperti fenomena generasi milenial masa kini yang sedang mengalami “gegar kebudayaan”.
Gejolak anak muda yang digambarkan dalam buku, yang juga dialami oleh anak muda masa kini, membuatnya memilih Iqbaal sebagai Minke dan Mawar Eva De Jongh sebagai Annelies. Dari sisi usia, dua aktor muda ini juga cocok dengan karakter Minke dan Annelies yang masing-masing berusia 20 dan 17 tahun. Iqbaal kini berusia 18 tahun dan Mawar sudah menginjak 16 tahun.
Baca juga: Iqbaal Ramadhan jadi Minke di film "Bumi Manusia"
Upaya Minke untuk menyerap segala yang positif dari budaya Eropa dan Jawa, kemudian meninggalkan sisi negatifnya, juga dipahami oleh Iqbaal yang baru lulus dari sekolah di Amerika Serikat yang murid-muridnya berasal dari berbagai negara.
“Sedikit banyak saya relate sekali, saya sekolah di luar (negeri) dua tahun, berusaha menjadi seorang warga Indonesia yang seutuhnya disana, membawa nama baik Indonesia di sana… berusaha beradaptasi tapi tetap bawa nama Indonesia di kancah internasional,” tutur Iqbaal.
“Begitu juga dengan Minke, buat saya yang baik dari apa yang udah saya pelajari disana akan saya bawa, yang baik dari Indonesia akan saya bawa juga,” imbuh Iqbaal, menegaskan bahwa adaptasi dengan arus globalisasi itu perlu, dengan catatan tidak melupakan akar sebagai orang Indonesia.
“Mau segaul apa pun lo, sekolah dimana pun, jangan lupa Indonesia itu Tanah Air.”
Baca juga: Film adaptasi "Bumi Manusia" Pramoedya Ananta Toer mulai syuting pada Juli 2018
Versi adaptasi layar lebar "Bumi Manusia dibintangi juga oleh Ine Febriyanti (Nyai Ontosoroh), Mawar Eva De Jongh (Annelies) serta Donny Damara dan Ayu Laksmi sebagai orangtua Minke. Pengambilan gambar dimulai pada Juli 2018 dengan lokasi di Studio Alam Gamplong Yogyakarta, Semarang dan Belanda.
Bumi Manusia" berkisah tentang perjalanan Minke, pribumi revolusioner di zaman kolonial Belanda yang berani melawan ketidakadilan yang terjadi di sekelilingnya.
"Bumi Manusia" adalah buku pertama dari Tetralogi Buru yang ditulis ketika Pram mendekam di pulau Buru. Pram menulis kisah ini di bekas kertas bungkusan semen sebelum akhirnya ditulis pada 1975.
Buku ini pertama kali terbit pada 1980, kemudian sempat dilarang saat Orde Baru sampai akhirnya kini sudah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa di seluruh dunia.
Minke adalah sosok pribumi cerdas yang bisa belajar di HBS yang biasanya hanya berisi murid keturunan Eropa. Dalam cerita yang berlatar belakang era pemerintahan Hindia Belanda, Minke digambarkan sebagai seorang revolusioner yang berani melawan untuk mendapatkan haknya.
Sebagai Minke, Iqbaal dituntut untuk menambah bobot tubuh, menumbuhkan kumis serta fasih berbicara dalam bahasa Belanda yang kala itu lazim dipakai dalam keseharian.
“Banyak PR yang harus gue kerjakan, di ‘Bumi Manusia’ harus bisa bahasa Belanda dan bahasa Jawa. Gue kan Sunda, jadi mungkin itu akan jadi sedikit tantangan,” ujar Iqbaal di Studio Alam Gamplong, Sleman, Yogyakarta, Kamis (24/5) malam.
Minke adalah sosok revolusioner yang pola pikirnya kebarat-baratan, juga berani memberontak tradisi Jawa yang dianggap tak berpihak.
Menurut sutradara Hanung Bramantyo, Minke yang digambarkan Pram sama seperti fenomena generasi milenial masa kini yang sedang mengalami “gegar kebudayaan”.
Gejolak anak muda yang digambarkan dalam buku, yang juga dialami oleh anak muda masa kini, membuatnya memilih Iqbaal sebagai Minke dan Mawar Eva De Jongh sebagai Annelies. Dari sisi usia, dua aktor muda ini juga cocok dengan karakter Minke dan Annelies yang masing-masing berusia 20 dan 17 tahun. Iqbaal kini berusia 18 tahun dan Mawar sudah menginjak 16 tahun.
Baca juga: Iqbaal Ramadhan jadi Minke di film "Bumi Manusia"
Upaya Minke untuk menyerap segala yang positif dari budaya Eropa dan Jawa, kemudian meninggalkan sisi negatifnya, juga dipahami oleh Iqbaal yang baru lulus dari sekolah di Amerika Serikat yang murid-muridnya berasal dari berbagai negara.
“Sedikit banyak saya relate sekali, saya sekolah di luar (negeri) dua tahun, berusaha menjadi seorang warga Indonesia yang seutuhnya disana, membawa nama baik Indonesia di sana… berusaha beradaptasi tapi tetap bawa nama Indonesia di kancah internasional,” tutur Iqbaal.
“Begitu juga dengan Minke, buat saya yang baik dari apa yang udah saya pelajari disana akan saya bawa, yang baik dari Indonesia akan saya bawa juga,” imbuh Iqbaal, menegaskan bahwa adaptasi dengan arus globalisasi itu perlu, dengan catatan tidak melupakan akar sebagai orang Indonesia.
“Mau segaul apa pun lo, sekolah dimana pun, jangan lupa Indonesia itu Tanah Air.”
Baca juga: Film adaptasi "Bumi Manusia" Pramoedya Ananta Toer mulai syuting pada Juli 2018
Versi adaptasi layar lebar "Bumi Manusia dibintangi juga oleh Ine Febriyanti (Nyai Ontosoroh), Mawar Eva De Jongh (Annelies) serta Donny Damara dan Ayu Laksmi sebagai orangtua Minke. Pengambilan gambar dimulai pada Juli 2018 dengan lokasi di Studio Alam Gamplong Yogyakarta, Semarang dan Belanda.
Bumi Manusia" berkisah tentang perjalanan Minke, pribumi revolusioner di zaman kolonial Belanda yang berani melawan ketidakadilan yang terjadi di sekelilingnya.
"Bumi Manusia" adalah buku pertama dari Tetralogi Buru yang ditulis ketika Pram mendekam di pulau Buru. Pram menulis kisah ini di bekas kertas bungkusan semen sebelum akhirnya ditulis pada 1975.
Buku ini pertama kali terbit pada 1980, kemudian sempat dilarang saat Orde Baru sampai akhirnya kini sudah diterjemahkan ke lebih dari 40 bahasa di seluruh dunia.