"Rancangan Undang Undang (RUU) Penyandang Disabilitas versi Setjen DPR RI masih diskriminatif sehingga harus ditinjau ulang dan dilakukan revisi sebelum diajukan sebagai RUU usul inisiatif DPR," kata Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) Ronald Rofiandri melalui pesan singkatnya kepada Antara di Semarang, Rabu.
Peneliti PSHK Fajri Nursyamsi juga sependapat dengan Ronald bahwa draf RUU terakhir yang diusulkan oleh Setjen DPR ke Komisi VIII (Bidang Agama, Sosial, dan Pemberdayaan Perempuan) masih diskriminatif.
Rancangan undang-undang itu, kata Fajri menambahkan, masih minitikberatkan pengaturan hanya pada kesejahteraan sosial, atau masih memandang penyandang disabilitas sebagai permasalahan sosial masyarakat.
Hal tersebut, lanjut Fajri, patut disayangkan karena sebelumnya Koalisi Nasional Kelompok Kerja (Pokja) RUU Penyandang Disabilitas--terdiri atas organisasi penyandang disabilitas--sudah menyampaikan usulan draf RUU dan draf Naskah Akademik versi masyarakat kepada DPR.
Ia mengemukakan bahwa draf versi masyarakat sudah menggunakan cara pandang "rights based" (hak dasar), yaitu dengan menjadikan penyandang disabilitas sebagai subjek dalam pengaturan dan fokus pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam berbagai sektor terkait.
Selain itu, menurut Fajri, draf RUU versi masyarakat sudah menyesuaikan dengan prinsip dalam UUD 1945 dan Convention on the Right of People with Disability (CRPD) yang sudah diratifikasi Pemerintah Indonesia melalui UU Nomor 19 Tahun 2011.
Dalam hal sistematika pengaturan, baik Fajri maupun Ronald berpendapat bahwa RUU versi Setjen tidak memudahkan pelaksana undang-undang dalam hal implementasi karena tidak menegaskan siapa yang bertanggung jawab atas pemenuhan hak penyandang disabilitas tertentu.
Sementara itu, draf RUU versi masyarakat telah menggunakan sistematika pengaturan bedasarkan berbagai sektor dalam pemerintahan sehingga jelas pengaturannya mengarahkan pada "siapa melakukan apa".
Berdasarkan hal itu, kata Ronald, Koalisi Masyarakat Penyandang Disabilitas mendesak Komisi VIII menginstruksikan kepada Setjen DPR untuk merevisi draf RUU Penyandang Disabilitas.
Ronald menegaskan bahwa revisi terhadap RUU versi Setjen DPR harus berdasarkan pada draf RUU versi masyarakat sebagai referensi utama perubahan sehingga draf tersebut menganut sudut pandang "rights based" dan mencakup pada seluruh sektor dalam pemerintahan yang berkaitan dengan penyandang disabilitas.
Selain itu, kata dia, koalisi juga mendesak Komisi VIII untuk mempercepat proses persiapan draf RUU agar segera menjadi draf usulan DPR, kemudian masuk dalam tahap pembicaraan tingkat pertama dengan pemerintah pada masa sidang terdekat.
"Dengan demikian, RUU Penyandang Disabilitas bisa disahkan pada tahun 2015 sesuai dengan komitmen awal yang sudah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas)," kata Ronald.