Magelang (ANTARA) - Kolektor lukisan Indonesia saat ini, Oei Hong Djien (85), seketika menunjuk lukisan tampak depan Museum OHD, salah satu karya dalam kegiatan melukis secara on the spot oleh para pelukis Magelang, Provinsi Jawa Tengah.
Lukisan di atas kanvas 40x50 sentimeter dengan dominasi warga hitam itu karya pelukis Oentoeng Noe, salah satu di antara 27 seniman Kota dan Kabupaten Magelang. Mereka menjalani kegiatan dalam tajuk Artmag: On The Spot Painting Art Magelang, 4 hari menjelang tahun baru, 2025, dimotori pelukis I Made Arya Dwita "Dedok" dan Grace Tjondronimpuno.
Seluruh karya selanjutnya dipamerkan di Lokabudaya Kota Magelang di kawasan alun-alun setempat hingga 5 Januari 2025. Agenda mereka terkesan kuat bagaikan pengisi warna suasana kota setempat menyambut tahun 2025.
Tentu saja bisa dimengerti respons spontan Oei Hong Djien (OHD) seperti itu karena "Museum OHD" sebagai tempat yang dikelolanya untuk menyimpan koleksi dan memamerkan berbagai karya para maestro pelukis Indonesia, dari berbagai generasi.
Hampir semua karya lukisan tentang berbagai objek utama Kota Magelang atau bernilai cagar budaya dan sejarah tersebut mendapat apresiasi OHD. Berbagai objek lukisan itu seakan membuka ingatan-ingatan OHD tentang banyak cerita kehidupannya di kota kecil dan kawasan setempat. Kota Magelang, Provinsi Jawa Tengah, hanya meliputi tiga kecamatan dan 17 kelurahan.
Para pelukis yang mengerumuni OHD selama berkisah dan memberi apresiasi karya-karya itu, seakan mendapatkan pengayaan referensi atas karya masing-masing dari hasil kegiatan on the sporlt (OTS) melukis tersebut.
Seluruh karya mereka yang selanjutnya dipajang di ruang-ruang pameran Lokabudaya Kota Magelang bagaikan mosaik kota kecil dengan topografi berupa lembah yang di tengahnya berupa Gunung Tidar, dengan kawasan lima gunung mengelilingi, yakni Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Sumbing, dan Menoreh itu.
Setiap pelukis mencantumkan judul karya OTS masing-masing, seperti tentang menara pelantang di depan Masjid Agung Kauman, menara penampung air di salah satu pojok alun-alun setempat yang dikenal dengan sebutan Water Torn, Gereja GPIB, Kelenteng Liong Hok Bio, Pastoran Gereja Katolik Santo Igantius, objek wisata keluarga Taman Kyai Langgeng di tepi Sungai Progo.
Selain itu, jalan di bawah bangunan saluran air dinamai Plengkung, pintu masuk kompleks Rindam IV/Diponegoro, patung Pangeran Diponegoro menunggang kuda putih di alun-alun, bekas gardu listrik, dan Tugu Kilometer Nol Kota Magelang.
Sedikitnya 30 titik OTS ditawarkan kepada para pelukis untuk melahirkan karya lukisan di atas kanvas, dalam Artmag: On The Spot Art Painting Magelang, dengan berbagai objek berupa pusat keramaian, situs cagar budaya dan sejarah, objek wisata, ruang terbuka hijau, dan tempat ikonis lainnya di Kota Magelang.
Setiap pelukis beroleh kebebasan untuk menentukan titik OTS melukis objek Kota Magelang yang menjadi pilihan masing-masing.
Semisal, Oentoeng Noe melukis bagian depan "Museum OHD", Suitbertus Sarwoko menempati depan Gereja Paroki Santo Ignatius untuk melukis pastoran dengan penampakan depan sejumlah pohon menjulang, Hudi Danu Wuryanto dan Yustinus Agus Daryanto dari teras Lokabudaya, masing-masing melukis Menara Masjid Agung Kauman serta Water Torn dengan penampakan depan Alun-Alun Kota Magelang.
Selain itu, Delario Dicky melukis cagar budaya berupa bangunan kantor eks-Keresidenan Kedu, Kristianto Kwik (Tugu Kilometer Nol Kota Magelang berlatar belakang Kantor Pos), Agus Muchtadji (Alun-Alun Kota Magelang), Galih Bogemmentah (Plengkung), Stiyo Tiyok (penampakan depan Hotel Puri Asri), Arif Safari (Gereja GPIB), dan Ipen End Sofie (pojok halaman Lokabudaya).
Diakui oleh Dedok bahwa OTS melukis itu bagaikan para pelukis sedang mengumpulkan materi untuk mosaik kota kecil seluas 18,12 kilometer persegi yang berpenduduk sekitar 121,526 jiwa. Daerah setempat berada di jalur utama lalu lintas Semarang-Yogyakarta.
Tatkala karya mereka sudah tertata rapi dalam pajangan di sejumlah ruang pameran Lokabudaya, mosaik kota kecil itu pun terkesan hadir lebih kentara.
Karya-karya lukisan mereka seolah hendak mengajak penyimaknya untuk mewujudkan penguatan semangat cinta atas kota kecil, bukan hanya untuk Kota Magelang, melainkan juga bagi kota-kota lain berkategori serupa sebagaimana diungkapkan oleh OHD.
Oei Hong Djien yang tinggal di Kota Magelang dan menjadi juragan tembakau itu pun seolah menantang para pelukis untuk meningkatkan karya-karya lukisan mereka melalui kegiatan OTS melukis secara berkelanjutan pada masa-masa yang akan datang.
Ke depan, para pelukis Magelang harus menantang kehendak diri untuk mencari dan bahkan melakukan riset --meskipun secara sederhana-- tentang berbagai ruang dan objek lain yang lebih detail, mungkin belum populer, atau aktivitas keseharian warga dari segala kalangannya secara lebih rinci serta unik.
Tangkapan mereka atas berbagai objek kota kecil tersebut selanjutnya dialih rupa menjadi inspirasi yang menggerakkan kuas di atas kanvas.
Melukis dalam model OTS secara intensif bukan tidak mungkin bakal menjadi kekhasan wajah dan kekuatan karakter komunitas para pelukis yang tinggal di kota kecil dan menghidupi kota kecilnya.
Melalui OTS melukis berkelanjutan, boleh jadi menjadi sumbangan yang signifikan para pelukis untuk masa depan kehidupan dan budaya berkemajuan masyarakat di kota kecil.
Sumbangan mereka melalui lukisan OTS juga bisa membuat betah siapa saja penghuni kota kecil. Atau, bahkan menjadi pengantar imajinasi para pelintasnya karena selalu terngiang atas keunikan mosaik kota kecil yang tersaji dalam lukisan bermakna.
Editor: Achmad Zaenal M
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Cinta kota kecil lewat "on the spot" pelukis Magelang