"Khusus 8.000-an WNI 'overstayers' yang berada di Jawazat Tarhil Shumaysi, KJRI menargetkan waktu pemulangan selama tiga bulan, terus puluhan ribu yang berada di luar karantina imigrasi berapa waktu yang dibutuhkan?" kata Ninik Andrianie, pemerhati TKI yang juga inisiator pembentukan Tim Pemantau Amnesti Arab Saudi, kepada Antara Jateng, Minggu pagi.
Sebelumnya, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi merilis sebanyak 101.067 WNI/TKI telah mengikuti pelayanan pendaftaran surat perjalanan laksana paspor (SPLP) sejak Kerajaan Arab Saudi memberi amnesti kepada pelanggar izin tinggal, 11 Mei hingga 3 November 2013.
Dari jumlah itu, TKI yang telah mendapatkan legalisasi perjanjian kerja sebanyak 18.140 orang, sedangkan WNI/TKI yang berada di Jawazat Tarhil (Karantina Imigrasi, red.) Arab Saudi sebanyak 8.400 orang.
Sebanyak 7.683 WNI/TKI telah pulang ke Tanah Air, yakni sebanyak 6.968 orang pulang secara mandiri dan 715 orang dipulangkan oleh pemerintah Indonesia melalui fasilitas "empty flight".
Selanjutnya, pemerintah Arab Saudi memulangkan 88 TKI "overstayers" (8/11), berikutnya pemerintah RI memberi fasilitas pemulangan sebanyak 484 orang (10/11).
Yang terakhir sebanyak 496 orang dengan perincian 425 wanita dewasa, 26 anak-anak, dan 45 bayi. Mereka bertolak dari Jeddah, Jumat (15/11) pukul 23.30 WIB, dan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Provinsi Banten, Sabtu (16/11) pukul 10.50 WIB.
Informasi awal dari Ketua PDI Perjuangan Korwil Arab Saudi Sharief Rachmat yang juga Wakil Ketua Tim Kesatuan Sukarelawan TKI Overstayer Bersama Mengangkat Martabat Bangsa (BMMB) menyebutkan sebanyak 475 orang.
Ketika ditanyakan kembali soal itu, Minggu pagi, Sharief mengatakan bahwa menjelang pemberangkatan pada hari-H (16/11) ada penambahan sebanyak 21 orang.
"Sehari sebelum hari-H, kami diberi tahu Pak Tatang (Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak) melalui SMS bahwa yang berangkat sebanyak 475 orang, kemudian menjelang pemberangkatan ada penambahan. Akan tetapi, Pak Tatang belum sempat memberitahukan kepada sukarelawan," ucapnya.
Namun, lanjut Ninik, jumlah anak-anak dalam dua kali penerbangan itu belum mencapai angka 200.
Ia lantas meminta pemerintah RI untuk mempercepat pemulangan puluhan ribu WNI "overstayers" karena waktu tiga bulan tergolong relatif lama, khususnya bagi mereka yang berada di Jawazat Tarhil.
Informasi yang dia terima dari sejumlah penghuni Tarhil bahwa para WNI "overstayers" mengkhawatirkan kondisi anak-anak mereka juga. Bahkan, istri TKI "overstayers" harus mengalah dengan mengurangi jatah makan demi kebutuhan sang anak.
Selain itu, kata Ninik, pengaduan-pengaduan tentang anak yang sakit hanya dianggap sepi meski sudah ada staf yang bersiaga 24 jam. Akan tetapi, tidak ada staf yang menengok dan memberi obat untuk anak mereka.
"Kalau harus menunggu tiga bulan, apakah mereka mampu bertahan dengan kondisi yang serba kekurangan itu? Anak-anak banyak yang sakit, sedangkan pihak luar tidak mampu turut campur membantu," ucapnya.
Alasan klasik yang selalu diutarakan oleh pihak KJRI Jeddah ketika ada desakan pemulangan puluhan ribu WNI "overstayers" secara cepat, kata Ninik, "exit permit" yang susah dilakukan oleh Imigrasi Saudi, bahkan dalam sehari hanya bisa menangani 50 pemohon.

