Blora (ANTARA) - Puluhan petani tebu di Kabupaten Blora, Jawa Tengah, memprotes keputusan Pabrik Gula (PG) Gendhis Multi Manis (GMM) yang menutup penggilingan lebih awal dari jadwal karena merugikan petani mengingat masih banyak tanaman tebu yang belum dipanen.
Ketua Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Blora Sunoto di Blora, Jumat, mengatakan kebijakan sepihak itu menyalahi kesepakatan awal, karena sejak awal giling ada musyawarah dengan petani, sehingga ketika hendak tutup juga seharusnya dimusyawarahkan karena keputusan sepihak jelas merugikan petani.
Apalagi, kata dia, sebagian besar petani belum selesai menebang akibat faktor cuaca. Penutupan pabrik dikhawatirkan membuat hasil panen mubazir.
"Perkiraan baru bisa selesai tebang akhir Oktober. Kalau pabrik sudah tutup, tebu petani bisa sia-sia," ujarnya.
Sebelumnya, manajemen PG GMM mengumumkan penerimaan tebu terakhir hanya sampai Rabu (24/9) pukul 24:00 WIB karena kerusakan mesin boiler. Pengumuman itu memicu protes, sekitar 25–30 petani mendatangi pabrik pada Jumat (26/9) pagi untuk meminta penjelasan resmi.
"Kalau berhenti sekarang, kami bingung mau dikemanakan tebu yang masih ada. Biaya tanam sudah besar, jangan sampai tidak balik modal," keluh Winarsih, petani tebu dari desa sekitar pabrik.
Ia menambahkan ongkos tebang dan angkut tetap keluar meski panen tidak bisa terserap.
Petani lain, Darmadi, menyoroti minimnya komunikasi dari manajemen. Pihaknya menginginkan kepastian jika ada kendala bisa dijelaskan lebih awal supaya bisa menyiapkan langkah lain.
Direktur Operasional PT GMM Krisna Murtiyanto menjelaskan kebocoran pipa pada kedua unit boiler tidak dapat diatasi dalam waktu singkat. Dengan kondisi yang tidak memungkinkan, pihaknya sepakat menutup giling pada 25 September 2025, dengan penerimaan tebu terakhir pada 24 September pukul 24:00 WIB.
Pelaksana tugas Direktur Utama PT GMM Sri Emilia Mudiyanti menyebut keputusan ini sangat berat.
"Kami mohon maaf karena hasil panen petani belum bisa terserap maksimal. Keputusan ini sungguh di luar prediksi kami," ujarnya.
Sebagai antisipasi, PT GMM menyiapkan fasilitas crane untuk memindahkan tebu ke truk tronton serta jembatan timbang bagi petani yang hendak mengirim panennya ke pabrik gula lain.
Hingga 24 September 2025, PG GMM baru menggiling 218.771,12 ton tebu atau 54,6 persen dari target 400.000 ton. Produksi Gula Kristal Putih (GKP) hanya mencapai 11.608,05 ton, sedangkan musim giling berhenti pada hari ke-112 dari target semula 150 hari.
Manajemen berjanji segera berkoordinasi dengan petani, Forkopimda, DPRD Blora, serta melaporkan kondisi teknis kerusakan ke Dewan Komisaris dan pemegang saham, yakni Perum BULOG dan PT Mandiri Pangan Sejahtera.
Karena giling resmi dihentikan, PG GMM tidak lagi bisa membeli tebu petani yang tersisa. perusahaan hanya memfasilitasi pengiriman tebu ke pabrik gula terdekat melalui mekanisme kontrak giling, terutama bagi petani skala besar.
Baca juga: Mahasiswa UMS olah ampas tebu jadi bisnis

