"Kumbokarno Mlebu Swargo" di Festival Lima Gunung, perkuat kearifan warga desa
Magelang (ANTARA) - Pementasan wayang kulit lakon "Kumbokarno Mlebu Swargo" (Kumbokarno Masuk Surga) pada Festival Lima Gunung XXIII/2024 Kabupaten Magelang membawa pesan kepada warga desa dan gunung untuk memperkuat kecintaan terhadap nilai-nilai kearifan lokal sebagai kekuatan hidup sehari-hari.
Lakon "Kumbokarno Mlebu Swargo" dipentaskan di Pendopo Padepokan Wargo Budoyo Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, di kawasan Gunung Merbabu pada Minggu (22/9) hingga Senin (23/9) dini hari dengan dalang, Ki Jumbuh Siswanto (Pakis).
Hadir antara lain para tokoh dan pegiat Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang (penyelenggara Festival Lima Gunung), masyarakat desa di kawasan Gejayan, Kepala Desa Banyusidi Rohmad Yuwono, dan pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kabupaten dan Kota Magelang.
"Tokoh Kumbokarno mencintai negaranya dan berjuang untuk menjaga negerinya. Dalam pementasan malam ini menjadi pesan menguatkan kecintaan masyarakat desa dan gunung, untuk dimaknai kecintaan terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para leluhur dan pendahulu desa," kata seorang tokoh KLG yang juga pimpinan Padepokan Wargo Budoyo Gejayan Singgih Arif "Aljawi" Kusnadi
Singgih mengemukakan tentang pentingnya warga desa menjaga dan menghidupi berbagai nilai kearifan desa sebagai kekuatan bersama menghadapi berbagai tantangan kehidupan, terutama pada era baru saat ini.
"Tantangan selalu ada, bahkan semakin bermacam-macam dalam era modern ini. Semangat hidup bersama di desa tentu tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai kearifan lokal, yang telah diwariskan oleh para pendahulu. Tradisi desa dan kegiatan kesenian menjadi salah satu ajang penting untuk pewarisan nilai-nilai kearifan itu," ujarnya.
Pementasan wayang kulit itu, ujarnya, juga untuk menghormati tokoh perintis dan pendiri Padepokan Wargo Budoyo yang juga salah satu pemuka penting KLG, Riyadi (1974-2021), dan syukuran atas pengadaan gamelan perunggu yang diberi nama "Kyai Winih Minarjo" oleh padepokan tersebut.
Oleh kalangan pegiat padepokan tersebut, Riyadi diketahui senang terhadap sosok wayang Kumbokarno dan pernah berujar ingin menggelar pementasan wayang kulit dengan lakon tentang tokoh wayang itu di padepokannya.
Ketika Dalang Ki Jumbuh menghadirkan pertama kali tokoh Kumbokarno di kelir dan kemudian mengisahkan tentang kepahlawanan wayang itu, sejumlah warga setempat, baik laki-laki maupun perempuan, terlihat meneteskan air mata, sedangkan sebagian besar penonton pementasan terkesan menyimak secara saksama lakon tersebut.
Gerimis yang beberapa saat turun di tengah pementasan wayang tersebut, Minggu (22/9) menjelang tengah malam, terlihat tidak menyurutkan keinginan warga menyaksikan lakon tersebut. Mereka tetap berkumpul di tempat sekitar Padepokan Wargo Budoyo untuk menonton pementasan tersebut.
Pementasan wayang kulit itu juga disiarkan langsung melalui kanal Youtube "Gejayan Channel", yang dikelola Padepokan Wargo Budoyo Gejayan.
Kepala Desa Banyusidi Rohmad Yuwono mengungkapkan bersyukur atas pementasan wayang kulit itu dan kehadiran gamelan baru karena tentu akan membuat warga padepokan semakin bersemangat berolah seni, menjaga tradisi budaya, serta berkesenian rakyat.
"Bersyukur karena mendapat gamelan, dan hari ini 'nylameti' (syukuran) gamelan. Semoga lestari," ujarnya dalam bahasa Jawa.
Seluruh rangkaian acara Festival Lima Gunung XXIII berlangsung selama 17-29 September 2024 di sejumlah tempat di kawasan Gunung Merapi dan Merbabu, sedangkan puncak festival secara mandiri diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang itu, selama 25-29 September 2024, di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan.
Ketua Komunitas Lima Gunung Sujono mengatakan Festival Lima Gunung XXIII/2024 dengan tema "Wolak-Waliking Jaman Kelakone" untuk memperkuat daya tanggap warga dalam menghadapi perubahan situasi zaman yang cepat dan kompleks.
"Supaya nilai-nilai luhur peradaban desa dan kearifan lokal tetap menjadi kekuatan warga desa dalam menjalani hidup bersama, guyub rukun, gotong royong, terutama dengan masyarakat sekitarnya," katanya.
Sekitar 120 grup kesenian dengan total sekitar 2.000 personel, baik dari kelompok-kelompok seniman berbasis petani gunung di Komunitas Lima Gunung, desa-desa sekitar lokasi festival, maupun luar Magelang dan luar negeri, telah dijadwalkan menggelar pementasan berbagai kesenian pada Festival Lima Gunung XXIII/2024.
Lakon "Kumbokarno Mlebu Swargo" dipentaskan di Pendopo Padepokan Wargo Budoyo Dusun Gejayan, Desa Banyusidi, Kecamatan Pakis, di kawasan Gunung Merbabu pada Minggu (22/9) hingga Senin (23/9) dini hari dengan dalang, Ki Jumbuh Siswanto (Pakis).
Hadir antara lain para tokoh dan pegiat Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang (penyelenggara Festival Lima Gunung), masyarakat desa di kawasan Gejayan, Kepala Desa Banyusidi Rohmad Yuwono, dan pengurus Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Kabupaten dan Kota Magelang.
"Tokoh Kumbokarno mencintai negaranya dan berjuang untuk menjaga negerinya. Dalam pementasan malam ini menjadi pesan menguatkan kecintaan masyarakat desa dan gunung, untuk dimaknai kecintaan terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang telah diwariskan oleh para leluhur dan pendahulu desa," kata seorang tokoh KLG yang juga pimpinan Padepokan Wargo Budoyo Gejayan Singgih Arif "Aljawi" Kusnadi
Singgih mengemukakan tentang pentingnya warga desa menjaga dan menghidupi berbagai nilai kearifan desa sebagai kekuatan bersama menghadapi berbagai tantangan kehidupan, terutama pada era baru saat ini.
"Tantangan selalu ada, bahkan semakin bermacam-macam dalam era modern ini. Semangat hidup bersama di desa tentu tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai kearifan lokal, yang telah diwariskan oleh para pendahulu. Tradisi desa dan kegiatan kesenian menjadi salah satu ajang penting untuk pewarisan nilai-nilai kearifan itu," ujarnya.
Pementasan wayang kulit itu, ujarnya, juga untuk menghormati tokoh perintis dan pendiri Padepokan Wargo Budoyo yang juga salah satu pemuka penting KLG, Riyadi (1974-2021), dan syukuran atas pengadaan gamelan perunggu yang diberi nama "Kyai Winih Minarjo" oleh padepokan tersebut.
Oleh kalangan pegiat padepokan tersebut, Riyadi diketahui senang terhadap sosok wayang Kumbokarno dan pernah berujar ingin menggelar pementasan wayang kulit dengan lakon tentang tokoh wayang itu di padepokannya.
Ketika Dalang Ki Jumbuh menghadirkan pertama kali tokoh Kumbokarno di kelir dan kemudian mengisahkan tentang kepahlawanan wayang itu, sejumlah warga setempat, baik laki-laki maupun perempuan, terlihat meneteskan air mata, sedangkan sebagian besar penonton pementasan terkesan menyimak secara saksama lakon tersebut.
Gerimis yang beberapa saat turun di tengah pementasan wayang tersebut, Minggu (22/9) menjelang tengah malam, terlihat tidak menyurutkan keinginan warga menyaksikan lakon tersebut. Mereka tetap berkumpul di tempat sekitar Padepokan Wargo Budoyo untuk menonton pementasan tersebut.
Pementasan wayang kulit itu juga disiarkan langsung melalui kanal Youtube "Gejayan Channel", yang dikelola Padepokan Wargo Budoyo Gejayan.
Kepala Desa Banyusidi Rohmad Yuwono mengungkapkan bersyukur atas pementasan wayang kulit itu dan kehadiran gamelan baru karena tentu akan membuat warga padepokan semakin bersemangat berolah seni, menjaga tradisi budaya, serta berkesenian rakyat.
"Bersyukur karena mendapat gamelan, dan hari ini 'nylameti' (syukuran) gamelan. Semoga lestari," ujarnya dalam bahasa Jawa.
Seluruh rangkaian acara Festival Lima Gunung XXIII berlangsung selama 17-29 September 2024 di sejumlah tempat di kawasan Gunung Merapi dan Merbabu, sedangkan puncak festival secara mandiri diselenggarakan secara rutin setiap tahun oleh Komunitas Lima Gunung Kabupaten Magelang itu, selama 25-29 September 2024, di Dusun Keron, Desa Krogowanan, Kecamatan Sawangan.
Ketua Komunitas Lima Gunung Sujono mengatakan Festival Lima Gunung XXIII/2024 dengan tema "Wolak-Waliking Jaman Kelakone" untuk memperkuat daya tanggap warga dalam menghadapi perubahan situasi zaman yang cepat dan kompleks.
"Supaya nilai-nilai luhur peradaban desa dan kearifan lokal tetap menjadi kekuatan warga desa dalam menjalani hidup bersama, guyub rukun, gotong royong, terutama dengan masyarakat sekitarnya," katanya.
Sekitar 120 grup kesenian dengan total sekitar 2.000 personel, baik dari kelompok-kelompok seniman berbasis petani gunung di Komunitas Lima Gunung, desa-desa sekitar lokasi festival, maupun luar Magelang dan luar negeri, telah dijadwalkan menggelar pementasan berbagai kesenian pada Festival Lima Gunung XXIII/2024.