Nelayan Cilacap sambut baik kapal bermotor listrik berbasis baterai
Cilacap (ANTARA) - Sejumlah nelayan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, menyambut baik kehadiran kapal bermotor listrik berbasis baterai yang diinisiasi PLN Group untuk menggantikan kapal berbahan bakar fosil yang selama ini digunakan nelayan.
Saat ditemui di sela Peluncuran Kapal Bermotor Listrik Berbasis Baterai di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pandanarang, Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jumat, salah seorang nelayan, Sukirman mengaku mendapat kesempatan untuk ikut dalam uji coba penggunaan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut.
"Bagi nelayan, ini jauh lebih irit dibandingkan menggunakan mesin yang biasa itu sekali perjalanan bisa Rp300 ribu sampai Rp350 ribu untuk beli bensin," kata dia yang sudah mencoba menggunakan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut selama lima hari.
Akan tetapi dengan mesin bermotor listrik tersebut, kata dia, nelayan cukup mengeluarkan biaya untuk mengisi baterai utama dan cadangan sebesar Rp50 ribu.
Dengan demikian, lanjut dia, penggunaan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai itu dapat mengurangi biaya operasional yang berdampak terhadap pendapatan nelayan.
"Untuk penggunaan baterai yang diisi penuh sampai 100 persen, setelah digunakan selama 1 jam hanya menghabiskan daya sebesar 67 persen," jelasnya.
Ia mengakui aktivitas di laut dilakukan sejak pagi hingga menjelang sore namun selama menangkap ikan, kondisi mesin dalam keadaan mati.
Dalam hal ini, kata dia, baterai hanya digunakan untuk menyalakan mesin saat berangkat melaut dan pulang ke daratan.
"Jadi memang irit banget. Untuk penggunaannya termasuk saat menerjang ombak tidak ada perbedaannya ketika menggunakan mesin tempel berbahan bakar fosil," katanya.
Kendati demikian, dia mengaku ada sedikit kesulitan pada sistem hidrolik yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan mesin di air karena pantai merupakan wilayah berpasir.
Oleh karena sistem hidroliknya lambat, kata dia, sering kali baling-baling mesin mengenai pasir ketika mesinnya diangkat untuk mendarat di pantai.
"Kalau mesin tempel yang biasa digunakan itu dilakukan secara manual, sehingga lebih mudah untuk diangkat. Jadi kesulitannya di situ," jelasnya.
Nelayan lainnya, Andung merasakan nyaman menggunakan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut meskipun daya dorongnya sedikit di bawah mesin tempel berbahan bakar fosil 2 tak yang selama ini digunakan.
Kendati demikian, dia mengaku belum mencoba menggunakan kapal bermotor listrik tersebut hingga ke tengah laut karena selain was-was baterainya habis, kegiatan uji coba hanya dilakukan di sekitaran perairan Pantai Teluk Penyu.
"Baterainya satu hari habis satu unit, was-was kehabisan baterai kalau terlalu jauh ke tengah laut meskipun ada baterai cadangan yang dibuat paralel," jelasnya.
Peluncuran Kapal Bermotor Listrik Berbasis Baterai yang diinisiasi PLN Group itu dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di TPI Pandanarang, Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jumat (11/8).
Dalam kesempatan itu, Gubernur Ganjar berdialog dengan salah seorang perwakilan nelayan, Budi yang telah 20 tahun menjadi nelayan dengan menggunakan kapal bermesin tempel 2 tak berbahan bakar minyak jenis Pertalite.
"Sehari saya butuh BBM sebanyak 20 liter yang harganya Rp10.000 per liter ditambah dengan oli untuk campuran bahan bakar karena mesinnya 2 tak. Jadi rata-rata kebutuhan untuk BBM dan oli per hari Rp230.000," jelasnya.
Ia pun mengungkapkan beberapa kekhawatirannya dalam penggunaan kapal bermotor listrik berbasis baterai, antara lain mengenai sistem hidrolik yang lambat dalam menaikkan atau menurunkan mesin.
Terkait dengan hal tersebut, Gubernur meminta Direktur Pemasaran dan Pengembangan Bisnis PLN Enjiniring Kurnia Rumdhony untuk menjawab kekhawatiran nelayan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Kurnia menjelaskan bahwa harga listrik saat ini sebesar Rp2.500 per kilowatt jam (kWh), sedangkan pengoperasian mesin kapal untuk melaut selama satu hari (one day fishing) rata-rata membutuhkan waktu 2 jam yang diperkirakan menghabiskan energi listrik 10 kWh.
Dengan demikian, kata dia, biaya yang dikeluarkan untuk pengisian energi listrik pada baterai hanya Rp25.000 tanpa ada biaya tambahan untuk oli dan sebagainya.
Menurut dia, dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ada di Cilacap akan menyiapkan SPKLU di sekitaran dermaga untuk memudahkan nelayan dalam melakukan pengisian baterai.
Terkait dengan sistem hidrolik pada mesin bermotor listrik yang dikeluhkan nelayan, dia mengatakan jika PLN Group juga menyiapkan mesin bermotor listrik yang dapat bergerak naik-turun secara manual seperti halnya mesin tempel yang selama ini digunakan nelayan.
Setelah mendengarkan penjelasan dari Kurnia dan tim PLN, perwakilan nelayan itu menyatakan siap untuk menggunakan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut.
Baca juga: PLN Group serahkan bantuan kapal listrik kepada nelayan Cilacap
Saat ditemui di sela Peluncuran Kapal Bermotor Listrik Berbasis Baterai di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pandanarang, Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jumat, salah seorang nelayan, Sukirman mengaku mendapat kesempatan untuk ikut dalam uji coba penggunaan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut.
"Bagi nelayan, ini jauh lebih irit dibandingkan menggunakan mesin yang biasa itu sekali perjalanan bisa Rp300 ribu sampai Rp350 ribu untuk beli bensin," kata dia yang sudah mencoba menggunakan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut selama lima hari.
Akan tetapi dengan mesin bermotor listrik tersebut, kata dia, nelayan cukup mengeluarkan biaya untuk mengisi baterai utama dan cadangan sebesar Rp50 ribu.
Dengan demikian, lanjut dia, penggunaan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai itu dapat mengurangi biaya operasional yang berdampak terhadap pendapatan nelayan.
"Untuk penggunaan baterai yang diisi penuh sampai 100 persen, setelah digunakan selama 1 jam hanya menghabiskan daya sebesar 67 persen," jelasnya.
Ia mengakui aktivitas di laut dilakukan sejak pagi hingga menjelang sore namun selama menangkap ikan, kondisi mesin dalam keadaan mati.
Dalam hal ini, kata dia, baterai hanya digunakan untuk menyalakan mesin saat berangkat melaut dan pulang ke daratan.
"Jadi memang irit banget. Untuk penggunaannya termasuk saat menerjang ombak tidak ada perbedaannya ketika menggunakan mesin tempel berbahan bakar fosil," katanya.
Kendati demikian, dia mengaku ada sedikit kesulitan pada sistem hidrolik yang digunakan untuk mengangkat dan menurunkan mesin di air karena pantai merupakan wilayah berpasir.
Oleh karena sistem hidroliknya lambat, kata dia, sering kali baling-baling mesin mengenai pasir ketika mesinnya diangkat untuk mendarat di pantai.
"Kalau mesin tempel yang biasa digunakan itu dilakukan secara manual, sehingga lebih mudah untuk diangkat. Jadi kesulitannya di situ," jelasnya.
Nelayan lainnya, Andung merasakan nyaman menggunakan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut meskipun daya dorongnya sedikit di bawah mesin tempel berbahan bakar fosil 2 tak yang selama ini digunakan.
Kendati demikian, dia mengaku belum mencoba menggunakan kapal bermotor listrik tersebut hingga ke tengah laut karena selain was-was baterainya habis, kegiatan uji coba hanya dilakukan di sekitaran perairan Pantai Teluk Penyu.
"Baterainya satu hari habis satu unit, was-was kehabisan baterai kalau terlalu jauh ke tengah laut meskipun ada baterai cadangan yang dibuat paralel," jelasnya.
Peluncuran Kapal Bermotor Listrik Berbasis Baterai yang diinisiasi PLN Group itu dilakukan oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di TPI Pandanarang, Pantai Teluk Penyu, Cilacap, Jumat (11/8).
Dalam kesempatan itu, Gubernur Ganjar berdialog dengan salah seorang perwakilan nelayan, Budi yang telah 20 tahun menjadi nelayan dengan menggunakan kapal bermesin tempel 2 tak berbahan bakar minyak jenis Pertalite.
"Sehari saya butuh BBM sebanyak 20 liter yang harganya Rp10.000 per liter ditambah dengan oli untuk campuran bahan bakar karena mesinnya 2 tak. Jadi rata-rata kebutuhan untuk BBM dan oli per hari Rp230.000," jelasnya.
Ia pun mengungkapkan beberapa kekhawatirannya dalam penggunaan kapal bermotor listrik berbasis baterai, antara lain mengenai sistem hidrolik yang lambat dalam menaikkan atau menurunkan mesin.
Terkait dengan hal tersebut, Gubernur meminta Direktur Pemasaran dan Pengembangan Bisnis PLN Enjiniring Kurnia Rumdhony untuk menjawab kekhawatiran nelayan tersebut.
Dalam kesempatan itu, Kurnia menjelaskan bahwa harga listrik saat ini sebesar Rp2.500 per kilowatt jam (kWh), sedangkan pengoperasian mesin kapal untuk melaut selama satu hari (one day fishing) rata-rata membutuhkan waktu 2 jam yang diperkirakan menghabiskan energi listrik 10 kWh.
Dengan demikian, kata dia, biaya yang dikeluarkan untuk pengisian energi listrik pada baterai hanya Rp25.000 tanpa ada biaya tambahan untuk oli dan sebagainya.
Menurut dia, dua pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang ada di Cilacap akan menyiapkan SPKLU di sekitaran dermaga untuk memudahkan nelayan dalam melakukan pengisian baterai.
Terkait dengan sistem hidrolik pada mesin bermotor listrik yang dikeluhkan nelayan, dia mengatakan jika PLN Group juga menyiapkan mesin bermotor listrik yang dapat bergerak naik-turun secara manual seperti halnya mesin tempel yang selama ini digunakan nelayan.
Setelah mendengarkan penjelasan dari Kurnia dan tim PLN, perwakilan nelayan itu menyatakan siap untuk menggunakan mesin kapal bermotor listrik berbasis baterai tersebut.
Baca juga: PLN Group serahkan bantuan kapal listrik kepada nelayan Cilacap