Di Jakarta, Mbak Ita bagikan pengalaman jadikan Kota Lama cagar budaya
Semarang (ANTARA) - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu membagikan pengalamannya dalam mengajukan kawasan Kota Lama Semarang hingga akhirnya ditetapkan sebagai cagar budaya nasional.
"Menjadi kawasan cagar budaya membutuhkan proses yang panjang, karena tidak mudah, kami sampai tiga kali, kita kejar," kata Ita, sapaan akrab Hevearita.
Ita menjadi pembicara pada "Seminar Nasional Sinergitas Penetapan dan Pelestarian Cagar Budaya" yang berlangsung di Graha Utama Gedung A Lantai 3, Kompleks Kemendikbud Ristek, Jakarta, Jumat (10/2) lalu.
Berkaitan dengan cagar budaya nasional, Ita juga berpendapat bahwa pemahaman masyarakat saat ini kurang tepat karena hanya melihat dari aspek fisik saja.
"Persepsi sudah berbeda, karena kalau cagar budaya, ya, hanya bangunannya saja. Ketika kami dicerahkan oleh tim ahli cagar budaya nasional, tidak seperti itu," ujarnya.
"Harus lebih ditonjolkan value yang lainnya. Kalau di Kota Lama, cerita masa lalu, 'story telling' bagaimana bisa ada Kota Lama," terangnya.
Kota Lama Semarang resmi ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 682/P/2020 tentang Kawasan Cagar Budaya Kota Semarang Lama.
Kawasan Kota Semarang Lama terdiri dari empat situs yang mewakili perjalanan sejarah Kota Semarang sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-20, yakni Kampung Kauman, Kampung Melayu, Kampung Pecinan, dan Oudestad yang menjadi wilayah tempat tinggal orang Eropa.
Dalam kesempatan tersebut, Ita juga menyinggung mengenai pentingnya kolaborasi untuk memaksimalkan efektivitas pengelolaan Kota Lama dan menghindari ketidaksesuaian dalam pembangunan.
"Kota Lama menjadi penataan kawasan prioritas untuk heritage dan ini sudah dicanangkan oleh Injourney (PT Aviasi Pariwisata Indonesia) sehingga ini sudah mulai berproses," katanya.
"Injourney melakukan optimalisasi BUMN untuk gedung-gedung, kami di dalam pengelolaannya (termasuk value-nya). Kalau Injourney membuat bagus bangunannya tapi tidak sesuai pengelolaannya atau tidak sesuai dengan pemerintah kota nanti akan sia-sia," tegas Ita.
Ita menegaskan bahwa revitalisasi kota lama Semarang tidak berhenti pada perbaikan bangunan, namun pekerjaan rumah (PR) besar bagi jajarannya saat ini adalah untuk menghidupkan roh dari Kota Lama yakni aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Baik aktivitas di masa lampau melalui pengenalan nilai sejarah dan juga di masa kini melalui pemberdayaan masyarakat.
"Bagaimana fungsi-fungsi dari kawasan bisa memberi dampak ekonomi untuk masyarakat. Kalau hanya bangunan dan selesai, tetapi tidak ada living heritage, ya percuma. Yang penting adalah pemberdayaan masyarakat, kemudian sejarah tidak hilang, gedung terawat, dan tentunya memberi manfaat kepada masyarakat," pungkasnya.
"Menjadi kawasan cagar budaya membutuhkan proses yang panjang, karena tidak mudah, kami sampai tiga kali, kita kejar," kata Ita, sapaan akrab Hevearita.
Ita menjadi pembicara pada "Seminar Nasional Sinergitas Penetapan dan Pelestarian Cagar Budaya" yang berlangsung di Graha Utama Gedung A Lantai 3, Kompleks Kemendikbud Ristek, Jakarta, Jumat (10/2) lalu.
Berkaitan dengan cagar budaya nasional, Ita juga berpendapat bahwa pemahaman masyarakat saat ini kurang tepat karena hanya melihat dari aspek fisik saja.
"Persepsi sudah berbeda, karena kalau cagar budaya, ya, hanya bangunannya saja. Ketika kami dicerahkan oleh tim ahli cagar budaya nasional, tidak seperti itu," ujarnya.
"Harus lebih ditonjolkan value yang lainnya. Kalau di Kota Lama, cerita masa lalu, 'story telling' bagaimana bisa ada Kota Lama," terangnya.
Kota Lama Semarang resmi ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Peringkat Nasional berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 682/P/2020 tentang Kawasan Cagar Budaya Kota Semarang Lama.
Kawasan Kota Semarang Lama terdiri dari empat situs yang mewakili perjalanan sejarah Kota Semarang sejak abad ke-15 hingga awal abad ke-20, yakni Kampung Kauman, Kampung Melayu, Kampung Pecinan, dan Oudestad yang menjadi wilayah tempat tinggal orang Eropa.
Dalam kesempatan tersebut, Ita juga menyinggung mengenai pentingnya kolaborasi untuk memaksimalkan efektivitas pengelolaan Kota Lama dan menghindari ketidaksesuaian dalam pembangunan.
"Kota Lama menjadi penataan kawasan prioritas untuk heritage dan ini sudah dicanangkan oleh Injourney (PT Aviasi Pariwisata Indonesia) sehingga ini sudah mulai berproses," katanya.
"Injourney melakukan optimalisasi BUMN untuk gedung-gedung, kami di dalam pengelolaannya (termasuk value-nya). Kalau Injourney membuat bagus bangunannya tapi tidak sesuai pengelolaannya atau tidak sesuai dengan pemerintah kota nanti akan sia-sia," tegas Ita.
Ita menegaskan bahwa revitalisasi kota lama Semarang tidak berhenti pada perbaikan bangunan, namun pekerjaan rumah (PR) besar bagi jajarannya saat ini adalah untuk menghidupkan roh dari Kota Lama yakni aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Baik aktivitas di masa lampau melalui pengenalan nilai sejarah dan juga di masa kini melalui pemberdayaan masyarakat.
"Bagaimana fungsi-fungsi dari kawasan bisa memberi dampak ekonomi untuk masyarakat. Kalau hanya bangunan dan selesai, tetapi tidak ada living heritage, ya percuma. Yang penting adalah pemberdayaan masyarakat, kemudian sejarah tidak hilang, gedung terawat, dan tentunya memberi manfaat kepada masyarakat," pungkasnya.