Perjanjian antinuklir disepakati, China dorong RI bersuara
Beijing (ANTARA) - Untuk pertama kalinya pemimpin lima negara dari China, Prancis, Rusia, Inggris, dan Amerika Serikat mengeluarkan kesepakatan bersama untuk mencegah perang nuklir dan menghindari perlombaan nuklir.
China juga mendorong Indonesia agar terus menyuarakan kekhawatirannya atas rencana pengembangan kapal selam nuklir Australia.
"Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN harus menyuarakan (kekhawatiran) itu," kata Direktur Jenderal Departemen Pengendalian Senjata, Kementerian Luar Negeri China (MFA), Fu Cong, kepada ANTARA di Beijing, Selasa.
Ditemui seusai konferensi pers mengenai kesepakatan bersama lima negara nuklir, dia menyatakan dukungannya terhadap Indonesia yang merasa khawatir atas keputusan Australia untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir, meskipun senjata nuklir bukan bagian dari rencana itu.
Sebelumnya Indonesia dan Malaysia menyatakan kekhawatiran atas rencana kapal selam nuklir melalui Traktat Trilateral Keamanan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (Aukus).
Fu menilai rencana tersebut bagian dari standar ganda AS dan Inggris dalam masalah nuklir, terutama jika dikaitkan dengan Iran dan Korea Utara.
Kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memiliki senjata nuklir (P5) pada Senin (3/1) malam, untuk pertama kalinya menyepakati pencegahan perang dan penghindaran kompetisi nuklir.
"Kesepakatan tersebut menegaskan bahwa nuklir tidak boleh digunakan untuk kompetisi dan peperangan," ujarnya dalam jumpa pers yang diikuti awak media dari dalam dan luar negeri itu.
Kesepakatan tersebut, jelas dia, juga berisi komitmen bahwa tidak ada negara yang sama-sama memiliki nuklir menargetkan satu sama lainnnya.
Demikian pula mereka tidak akan menjadikan negara yang tidak memiliki senjata nuklir sebagai targetnya.
"Kesepakatan ini akan membantu meningkatkan rasa saling percaya dan mengurangi risiko kesalahpahaman dan kesalahan kalkulasi," ujarnya.
Lebih lanjut Fu mengatakan kesepakatan tersebut menekankan pentingnya menghindari konfrontasi militer dan perlombaan senjata. Oleh sebab itu, dia berharap negara-negara P5 melaksanakan kesepakatan tersebut sesuai janjinya.
Konferensi Kesepuluh Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) seharusnya dibuka pada Selasa, namun karena pandemi COVID-19 maka ditunda lagi.
"Kesepakatan ini memberikan sinyal penting komitmen P5 dalam mengurangi risiko nuklir demi terpeliharanya stabilitas strategis secara global," ucapnya.
Ia juga merasa yakin komunitas internasional mengambil kesempatan pada Konferensi NPT guna mengakui pentingnya sebuah perjanjian, mengokohkan kembali komitmennya, dan mendukung tiga pilar (pelucutan senjata nuklir, nonproliferasi nuklir, dan hak untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai).
"China akan terus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan empat negara lain untuk meningkatkan rasa saling percaya dan bekerja sama membangun perdamaian dan keamanan global," kata Fu.
China juga mendorong Indonesia agar terus menyuarakan kekhawatirannya atas rencana pengembangan kapal selam nuklir Australia.
"Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN harus menyuarakan (kekhawatiran) itu," kata Direktur Jenderal Departemen Pengendalian Senjata, Kementerian Luar Negeri China (MFA), Fu Cong, kepada ANTARA di Beijing, Selasa.
Ditemui seusai konferensi pers mengenai kesepakatan bersama lima negara nuklir, dia menyatakan dukungannya terhadap Indonesia yang merasa khawatir atas keputusan Australia untuk memperoleh kapal selam bertenaga nuklir, meskipun senjata nuklir bukan bagian dari rencana itu.
Sebelumnya Indonesia dan Malaysia menyatakan kekhawatiran atas rencana kapal selam nuklir melalui Traktat Trilateral Keamanan Australia, Inggris, dan Amerika Serikat (Aukus).
Fu menilai rencana tersebut bagian dari standar ganda AS dan Inggris dalam masalah nuklir, terutama jika dikaitkan dengan Iran dan Korea Utara.
Kelima negara anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang memiliki senjata nuklir (P5) pada Senin (3/1) malam, untuk pertama kalinya menyepakati pencegahan perang dan penghindaran kompetisi nuklir.
"Kesepakatan tersebut menegaskan bahwa nuklir tidak boleh digunakan untuk kompetisi dan peperangan," ujarnya dalam jumpa pers yang diikuti awak media dari dalam dan luar negeri itu.
Kesepakatan tersebut, jelas dia, juga berisi komitmen bahwa tidak ada negara yang sama-sama memiliki nuklir menargetkan satu sama lainnnya.
Demikian pula mereka tidak akan menjadikan negara yang tidak memiliki senjata nuklir sebagai targetnya.
"Kesepakatan ini akan membantu meningkatkan rasa saling percaya dan mengurangi risiko kesalahpahaman dan kesalahan kalkulasi," ujarnya.
Lebih lanjut Fu mengatakan kesepakatan tersebut menekankan pentingnya menghindari konfrontasi militer dan perlombaan senjata. Oleh sebab itu, dia berharap negara-negara P5 melaksanakan kesepakatan tersebut sesuai janjinya.
Konferensi Kesepuluh Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) seharusnya dibuka pada Selasa, namun karena pandemi COVID-19 maka ditunda lagi.
"Kesepakatan ini memberikan sinyal penting komitmen P5 dalam mengurangi risiko nuklir demi terpeliharanya stabilitas strategis secara global," ucapnya.
Ia juga merasa yakin komunitas internasional mengambil kesempatan pada Konferensi NPT guna mengakui pentingnya sebuah perjanjian, mengokohkan kembali komitmennya, dan mendukung tiga pilar (pelucutan senjata nuklir, nonproliferasi nuklir, dan hak untuk mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai).
"China akan terus menjalin komunikasi dan koordinasi dengan empat negara lain untuk meningkatkan rasa saling percaya dan bekerja sama membangun perdamaian dan keamanan global," kata Fu.