Purwokerto (ANTARA) - Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Cabang Jawa Tengah dr. Indah Rahmawati, Sp.P mengingatkan masyarakat untuk menghindari kerumunan saat malam tahun baru guna mencegah penyebaran COVID-19.
"Saran saya agar merayakan tahun baru bersama keluarga di rumah dan tidak mengadakan kegiatan berkerumun karena pasti sulit untuk bisa jaga jarak," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Dia menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 masih belum berakhir sehingga masyarakat masih harus terus memperkuat penerapan protokol kesehatan.
"Terus perkuat pemakaian masker, menjaga jarak dan juga mencuci tangan, karena hingga menjelang akhir tahun ini pandemi COVID-19 masih terjadi. Selalu menjaga protokol kesehatan sudah terbukti bermanfaat dalam mencegah dan menghindari penularan COVID-19," katanya.
Sementara itu, menurut dia, pada malam pergantian tahun biasanya masyarakat akan melakukan banyak kegiatan bersama, berkumpul dan menghabiskan malam dengan menyalakan kembang api atau meniup terompet.
"Secara medis kebiasaan ini sangat berpotensi mempermudah penularan virus karena kegiatan meniup terompet mengharuskan orang membuka mulut dan melepas masker sehingga droplet akan mudah terlepas ke luar pada saat meniup," katanya.
Selain itu, kegiatan berkerumun saat malam tahun baru, kata dia, juga meningkatkan bahaya penularan karena akan sulit menjaga jarak dan berpotensi berdesakan.
Dalam kondisi demikian, kata dia, penerapan protokol kesehatan khususnya menjaga jarak akan sulit diterapkan sehingga sebaiknya masyarakat menghindari kerumunan.
Sementara itu dr. Indah Rahmawati, Sp.P yang merupakan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu juga menambahkan masyarakat harus cepat memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan jika mengalami keluhan atau gejala penyakit yang mengarah pada gejala COVID-19.
"Jangan menunda berobat ke fasilitas kesehatan bila mengalami keluhan tertentu, gejala COVID-19 itu sangat beragam tidak hanya berupa batuk, pilek atau demam saja, namun juga bisa berupa diare, hilang penciuman, lemas, pusing, vertigo, mual, muntah dan lain lain," katanya.
Dia mengatakan bahwa beberapa kasus kematian selain disebabkan karena faktor komorbid juga bisa disebabkan karena keterlambatan pasien datang ke fasilitas kesehatan.
"Hal itu bisa terjadi karena kurangnya informasi atau malah karena ketakutan pasien itu sendiri, misalkan takut diketahui sakitnya ternyata COVID-19 atau takut dikucilkan karena stigma di tengah masyarakat," katanya.
Untuk itu dia mengingatkan agar masyarakat tidak menunda-nunda memeriksakan diri jika memiliki gejala yang mengarah kepada gejala COVID-19, agar dapat segera tertangani dengan baik.
Berita Terkait
Ini daftar pemenang hasil pengundian Tabungan Simpeda Periode ke-2 Tahun XXXVI-2024
Kamis, 25 April 2024 11:31 Wib
Mahmudah, "Kartini" masa kini yang 11 tahun "nyetir" truk tangki
Minggu, 21 April 2024 17:40 Wib
Larangan pemberian SIM dibawah usia 17 tahun digugat ke MK
Sabtu, 20 April 2024 16:33 Wib
Dinperindag: Nilai ekspor Purbalingga tahun 2023 capai Rp2,71 triliun
Jumat, 19 April 2024 15:52 Wib
Cabuli santriwati, pengasuh ponpes di Semarang dihukum 15 tahun
Kamis, 18 April 2024 20:29 Wib
PLN berikan segudang kenyamanan di moment lebaran tahun ini
Sabtu, 13 April 2024 14:41 Wib
Belasan mahasiswa Unsoed raih beasiswa IISMA tahun 2024
Jumat, 29 Maret 2024 20:55 Wib
Pengasuh ponpes pelaku pencabulan dituntut 15 tahun penjara
Kamis, 28 Maret 2024 23:53 Wib